JAKARTA, EKSPRESNEWS.COM – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta semestinya ikut menghadirkan Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dan mantan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto yang kini duduk sebagai kepaka SKK Migas dalam sidang kasus pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina periode 2011 hingga 2014.
Sebelumnya, Karen Agustiawan yang merupakan dirut Pertamina periode 2009-2014 menjadi pesakitan karena didakwa merugikan negara sebesar USD 113,84 juta.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Kamis (25/4), dikutip The Indonesian, bilang, “Nicke dan Dwi sudah pernah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun belum pernah sama sekali dihadirkan di sidangnya Karen untuk dikonfrontir.”
Sekedar informasi, Nicke Widyawati sebelumnya pernah diperiksa selama lima jam oleh penyidik KPK terkait kasus Corpus Christi pada 26 Oktober 2023.
“Dwi Soetjipto pun kalau tidak salah sudah diperiksa selama enam jam oleh penyidik KPK pada 25 Oktober 2023,” jelas Yusri Usman.
Yusri Usman komentar, “Hakim semestinya bisa menghadirkan Nicke dan Dwi. Lalu pernyataan keduanya tersebut dikonfrontir dengan pernyataan dari Karen. Ini untuk mengungkap kebenaran yang terjadi.”
Sekedar informasi, sebelumnya Karen didakwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction Liability Company pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada dewan komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku direktur gas Pertamina 2012-2014.
Yusri Usman kembali berkata, “Nicke dan Dwi sudah diperiksa KPK pada tahap penyidikan. Kini yang menjadi pertanyaan publik adalah kenapa tidak dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum pada pemeriksaan Karen sebagai terdakwa.”
Bahkan, lanjut Yusri, “Kalau perlu sidang tersebut juga menghadirkan Yenni Andayani dan Hari Karyuliarto, bahkan juga perlu dihadirkan pihak dari Corpus Christi dan Blackstone.”
Perlu diketahui, penyidik KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah ke Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu untuk mendalami kerja sama transaksi LNG yang dilakukan Pertamina.
Sekedar info, Corpus Christi dan Blackstone adalah dua perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat. Catatan lainnya, Corpus Christi merupakan perusahaan yang menjalin kerja sama pengadaan LNG dengan Pertamina, menyusul adanya proyeksi defisit gas alam di Indonesia.
Perusahaan ini sebelumnya diketahui menemukan cadangan gas baru untuk dieksplorasi. Lalu, Pertamina dan Corpus Christi menjalin sebuah perikatan. Sementara kaitan dengan Blacstone yang menyangkut pembiayaan.
Kontrak Corpus Christi dengan Pertamina adalah Corpus Christi akan memasok LNG sebanyak 0,76 juta ton per tahun selama 20 tahun. Corpus adalah anak usaha Cheniere Energy Inc, perusahaan energi yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. LNG akan dipasok dari Corpus Christi Liquefaction Terminal Train 2, Texas, Amerika Serikat.
Terpisah, Inas Nasrullah Zubir, mantan anggota DPR, dalam pesan tertulis kepada media The Indonesian, Kamis (25/4) malam berpendapat, semestinya dijelaskan asal-usul kerugian Pertamina yang mencapai USD 113.839.196,60.
Dia bilang, “Apakah kerugian tersebut berasal dari proses kontrak atau proses komersial?”
Inas lalu menerangkan bahwa apabila sumber kerugian tersebut berasal dari faktor kuantitatif proses kontrak, seharusnya disebutkan berapa nilai kontrak yang wajar dan berapa nilai kontrak yang sebenarnya ditandatangani.
Kata dia, “Dengan membandingkan kedua nilai ini, maka akan dapat diketahui lebih jelas penyebab kerugian Pertamina tersebut. Kemudian, apakah kontrak antara Pertamina dengan Corpus Christi termasuk dalam kategori procurement atau purchasing and selling?”
Inas menambahkan, “Jika kontrak tersebut termasuk dalam kategori procurement, maka LNG tersebut diimpor ke Indonesia. Sementara itu, jika kontrak tersebut adalah purchasing and selling, kemungkinan transaksi tersebut hanya work on papper semata tanpa adanya pengiriman fisik LNG ke Indonesia.” (red)