Opini

Mengawal Etika Digital: Coding dan AI Harus Mengajarkan Tanggung Jawab Sejak Dini

×

Mengawal Etika Digital: Coding dan AI Harus Mengajarkan Tanggung Jawab Sejak Dini

Sebarkan artikel ini

EKSPRESNEWS – Pengenalan coding dan kecerdasan buatan untuk siswa sekolah dasar tidak boleh hanya dipandang sebagai upaya mengejar tren teknologi. Justru di sinilah nilai tanggung jawab digital harus mulai ditanamkan agar anak-anak tumbuh menjadi pengguna teknologi yang bijak sejak dini.

Secara hukum, Indonesia sudah membuka ruang inovasi kurikulum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 juga menegaskan bahwa literasi digital, termasuk etika penggunaan teknologi, menjadi salah satu capaian pembelajaran yang perlu diajarkan di semua jenjang (Kemendikbudristek, 2024).

Secara filosofis, coding dan AI bukan hanya soal menghafal rumus algoritma. Raharjo (2022) mengingatkan bahwa kebiasaan berpikir kritis dan menghargai karya orang lain perlu dibangun sejak anak mulai mengenal bahasa pemrograman. Tanpa pengawasan etis, kebiasaan menyalin baris kode tanpa izin akan menumbuhkan sikap abai terhadap hak cipta.

Secara sosiologis, kesenjangan literasi digital masih menjadi tantangan nyata. Arifin (2021) melalui penelitian Puslitbang Kominfo menemukan adanya jarak pemahaman teknologi antara sekolah di perkotaan dengan sekolah di daerah tertinggal. Sekolah di kota umumnya sudah mengenal materi coding, tetapi belum tentu semua membiasakan diskusi tentang tanggung jawab di balik teknologi.

Di Finlandia, pelajaran coding di sekolah dasar sudah terintegrasi dengan diskusi etika digital sejak kelas tiga. Saarikoski (2022) mencatat, guru-guru di Finlandia mendampingi siswa memahami batasan hak cipta, pentingnya privasi data, dan risiko membagikan informasi tanpa izin. Anak tidak hanya membuat program, tetapi juga diajak berpikir siapa pemilik data yang mereka olah.

Pengalaman di India juga layak dicermati. Kurikulum AI untuk SMP yang dikembangkan CBSE Board mewajibkan modul etika digital sebelum siswa mendalami materi teknis. Anak-anak diajak mendiskusikan keadilan algoritma dengan contoh nyata, seperti bagaimana rekomendasi video dapat memengaruhi sudut pandang publik.

Praktik serupa mulai diterapkan di Indonesia. Beberapa sekolah dasar di Jakarta sudah mengadakan klub coding yang memadukan materi pemrograman dengan diskusi etika. Pramudita (2023) mencatat siswa tidak hanya menulis baris program, tetapi juga belajar cara mencatat sumber ide dan saling menghargai karya teman sekelas.

Guru tetap memegang peran penting. Survei Puspindes (2023) di Jawa Tengah menunjukkan sebagian besar guru sekolah dasar merasa belum cukup mendapatkan pelatihan soal mendidik anak dalam hal etika digital. Banyak pelatihan teknologi hanya berfokus pada perangkat, padahal nilai tanggung jawab harus diajarkan bersamaan.

Orang tua juga memegang peran besar. Masih banyak orang tua membebaskan anak berselancar di ruang digital tanpa batas, padahal bimbingan di rumah menentukan bagaimana anak mempraktikkan nilai tanggung jawab setiap kali menggunakan teknologi.

Komunitas lokal bisa menjadi jembatan penguatan. Kusuma (2023) melalui program Relawan IT Nusantara mencontohkan kelas unplugged coding di beberapa desa. Meskipun tanpa peralatan canggih, anak-anak tetap diajak berdiskusi sederhana tentang privasi data dan arti menghargai karya digital.

Program Prioritas Kemendikdasmen 2025 perlu menempatkan modul etika digital sebagai elemen wajib dalam pembelajaran coding dan AI. Penyusunan materi perlu melibatkan guru, praktisi teknologi, dan ahli psikologi pendidikan agar relevan dengan kondisi di lapangan.

Langkah ini harus diperkuat dengan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah. Toni Toharudin (2025) mengingatkan dalam tulisannya di Kompas, rasa memiliki bersama pada kebijakan akan menentukan keberhasilan pelaksanaannya. Materi etika digital pun harus menyesuaikan budaya dan kondisi sosial di setiap daerah.

Pengenalan coding dan AI bisa menjadi gerbang menuju generasi digital yang unggul. Namun, agar anak tidak tumbuh menjadi generasi instan, nilai tanggung jawab harus menempel di setiap baris kode. Dengan kerja sama pemerintah, sekolah, orang tua, dan komunitas, etika digital akan menjadi fondasi pendidikan yang berkarakter dan berpihak pada masa depan anak-anak Indonesia.

Penulis adalah Azry Almi Kaloko