Scroll untuk baca artikel
BeritaKesehatan

Mencekam, Karyawan SPH Bekerja Dibawah “Tekanan”

×

Mencekam, Karyawan SPH Bekerja Dibawah “Tekanan”

Share this article

EKSPRESNEWS – Paska menandatangani pernyataan tidak boleh membocorkan informasi internal di Semen Padang Hospital, kondisi karyawan di rumah sakit mencekam. Mereka bekerja dibawah tekanan yang sangat keras. Ada apa dengan SPH ?

Setelah menandatangani pernyataan untuk tidak membocorkan informasi internal di Semen Padang Hospital (SPH), kondisi karyawan yang bekerja saat ini sangat mencekam. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang sumber yang layak dipercaya kepada Indonesia Raya, Jumat 31 Januari 2025. “Kondisi saat ini mencekam. Karyawan ditekan dan tidak nyaman bekerja. Apalagi setelah menandatangani surat pernyataan dari Ketua Yayasan Semen Padang,” ungkapnya yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Menurutnya keadaan perusahaan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karyawan sejatinya tidak nyaman bekerja sehari-hari. Tekanan dari manajemen sangat keras hingga pelayanan menjadi lebih buruk. “Secara pasti kinerja karyawan turun dan tidak maksimal memberikan pelayanan kesehatan di SPH. Tekanan itu membuat pikiran karyawan gamang untuk melakukan tindakan yang berujung pada kerugian bagi pasien,” tambahnya.

Direktur Utama Semen Padang Hospital, dr. Selfi Farisha, M.Kes memilih bungkam dan tidak merespon upaya konfirmasi. Bahkan hingga berita ini naik cetak, sang dokter dirut tidak memberikan keterangan apapun.

Sebelumnya, Semen Padang Hospital menurut sumber mengumpulkan semua karyawan untuk menandatangani secarik kertas pernyataan untuk tidak membocorkan semua informasi yang terjadi di SPH.

Aktivitas terkait surat pernyataan tersebut dikomandoi oleh Ketua Yayasan dan Direktur SPH. Surat bermaterai 10.000 itu membuat karyawan tidak nyaman dalam bekerja. “Pertanyaan penting adalah apa urgensi surat pernyataan itu dan kemudian membuat karyawan tidak nyaman bekerja disana ? Apakah sebegitu busuk bangkai informasi yang harus ditutup-tutupi oleh SPH,” ungkap Budi Firmansyah kepada Indonesia Raya dipenghujung Sabtu, 1 Februari 2025 dikawasan Masjid Al Hakim Padang.

Ironis, dikatakan Budi, bahwa Semen Padang Hospital tidak pernah menjawab konfirmasi dan begitupun tidak pernah memberikan hak jawab sehingga masyarakat menjadi berpikir bahwa data serta fakta yang ditampilkan oleh Indonesia Raya adalah benar.

“Logika berpikirnya begini, jika saya dituduh, tentu saya klarifikasi. Ini Semen Padang Hospital, rumah sakit yang katanya berkelas tapi tidak memberikan keterangan apapun. Persoalan demi persoalan tetap terjadi di rumah sakit milik PT Semen Padang itu,” katanya.

Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa dengan tidak memberikan keterangan tentu masyarakat bisa menilai sendiri. Seberapa besar dan kuat SPH membranding dengan postingan di media sosial, informasi yang dibuka oleh Indonesia Raya tidak ada klarifikasinya.

“Jadi masyarakat bisa menilai sendiri. Apakah pemberitaan ini benar atau tidak, dan saya meyakini semua yang dibuka oleh Indonesia Raya ini benar. Apalagi salah satu hasil persidangan di pengadilan, SPH kalah dan harus bayar uang pesangon mantan karyawan,” tuturnya.

Berbagai macam komentar dari warganet salah satunya persoalan layanan kesehatan yang diterima oleh pasien. Seperti waktu tunggu obat di apotek yang terlalu lama bahkan bisa mencapai 3 jam.

Selain itu, warganet juga melaporkan bahwa pernah mendapati pasien pindahan dari SPH ke RS Siti Rahma. Pasien yang didiagnosa sakit tipus tapi di SPH hanya diberi obat paracetamol saja. Karena tidak ada tanggapan dari perawat atau dokter di SPH, akhirnya pindak ke RS Siti Rahma.

“Ini yang menjadi titik tolak utama yang harus diperbaiki oleh SPH dimasa yang akan datang. Tekanan dari Ketua Yayasan Semen Padang dan Dirut SPH, membuat karyawan tidak fokus memberikan pelayanan karena takut, kabarnya ada persoalan hukum yang tengah dipersiapkan oleh SPH itu sendiri,” tambah Budi.

Lebih jauh, Budi mengimbau kepada pihak SPH untuk terbuka dan tidak menutup diri terkait persoalan demi persoalan yang terjadi. Mulai dari tuntutan karyawan, pemeriksaan BPK RI yang berujung ketua yayasan sebelumnya mengundurkan diri, hingga adanya hasil persidangan yang meminta SPH membayarkan pesangon mantan karyawan.

“Terlalu pelik saya lihat dan pahami persoalan SPH ini. Sebaiknya diselesaikan segera. Karyawan adalah mesin penggerak dari SPH, tapi malah diperlakukan tidak layak. Perlu diingat oleh petinggi-petinggi SPH bahwa jika berlarut, tidak hanya pasien saja tapi karyawan juga bisa meninggalkan rumah sakit itu sehingga suatu saat SPH hanya tinggal gedungnya saja,” tutupnya.

Sebelumnya, pada akhir tahun 2024 cukup pelik jika mengingat perjalanan pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit dengan bangunan yang berdiri megah di kawasan Bypass Padang. Semen Padang Hospital (SPH) diawal peresmiannya pada bulan Juli 2013 silam. Seperti membawa harapan bagi banyak pasien untuk bisa mengakses layanan kesehatan yang lebih baik.

Alih-alih profesional dan paripurna dalam hal pelayanan, beberapa laporan yang diterima Indonesia Raya baru-baru ini adalah keputusan Pengadilan Negeri Padang No. 28/Pdt.Sus-PHI/2024/PN.Pdg memutuskan Semen Padang Hospital harus membayarkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja kepada mantan karyawannya senilai 74 juta rupiah. Entah sudah dibayarkan atau belum. Apalagi masih ada upaya hukum bagi SPH untuk tidak membayarkan hak karyawannya, yaitu dengan menempuh jalur banding.

Selain itu, sebelumnya ada 4 orang karyawan SPH yang dipecat yang tidak juga menerima pesangon berdasarkan surat perjanjian kerja. Mereka sudah menempuh berbagai cara termasuk menyurati direksi PT Semen Padang untuk mendapatkan suaka, akan tetapi oknum di SPH yang inisial FS diduga menghadang langkah tersebut.

Sementara itu, karyawan yang dipecat juga tak bisa mengakses BPJS Ketenagakerjaannya untuk proses klaim pencairan JHT dari saldo yang mereka punya. Diduga SPH tidak memberikan surat keterangan tidak lagi bekerja atau yang biasa dikenal sebagai surat paklaring. (Abdi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *