EKSPRESNEWS – Temuan BPK dalam LHP 2023 sejumlah asset dengan nilai Rp 6, 14 Miliar tidak dapat diidentifikasi mencerminkan semangat anti korupsi Kanwil Kemenag Sumbar di bawah kepemimpinan Kakanwil Mahyudin ?
Sungguh ironi, BPK mengungkap temuan dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) tahun 2023 terkait asset tetap milik negara yang dikelola Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil) Kemenag Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data, sejumlah asset dengan nilai total Rp 6, 14 Miliar belum dapat diidentifikasi keberadaannya.
Ironisnya lagi, LHP (Laporam Hasil Pemeriksaan) terhadap BMN (Barang Milik Negara), keberadaan asset tersebut tidak diketahui karena tidak tersedia data lokasi maupun informasi penggunaan barang. Temuan BPK ini menunjukan adanya potensi kelemahan dalam pengelolaan asset negara di Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat dengan nilai Rp 6,14 Miliar yang belum dapat diidentifikasi keberadaannya.
Temuan BPK dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Tahun 2023 terkait BMN (Barang Milik Negara) yang dikelola Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat senilai Rp 6,14 Miliar yang tidak bisa diketemui ini mengundang komentar para aktivis dan penggiat anti korupsi yang ada di daerah ini. Umumnya, mereka sangat menyesalkan terkadinya dugaan sknadal raibnya BMN (Barang Milik Negara) yang dikelola Kanwil Kemenag Sumbar. Sebab, di mata mereka, aparat seharusnyasudah melakukan penyelidikan. “Aparat hukum harus melakukan penyelidikan mengenai dugaan raibnya BMN (Barang Milik Negara) yang dikelola Kanwil Kemenag Sumbar senilai Rp 6, 14 Miliar,” kata Atino Ivana, Pemerhati Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dalam sebuah perbincangan dengan Indonesia Raya, Selasa (18/2-2025) sore, di Kawasan Pecinaan Padang.
Pendapat seirama juga disampaikan Puspa Dewi, Mahasiswi Doktoral salah satu universitas terkemuka di negeri jiran. Malah ia mengatakan, dengan adanya temuan BPK dalam LHP 2023 tentang BMN (Barang Milik Negara) yang dikelola Kanwil Kemenag Sumbar dengan nilai Rp 6,14 Miliar yang tidak bisa diidentifikasi ini seharusnya aparat penegak hukum melakukan penyelidikan. “Kita minta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap temuan BPK tersebut. Dan kita minta aparat penegak hukum pro aktif untuk melakukan gerakan pemberantasan korupsi dan perilaku yang koruptif agar ada efek jera terhadap orang yang merugikan keuangan negara,” ujar perempuan berdarah belanda-Minang ini dalam pembicaraan dengan Indonesia Raya, sambil sarapan pagi di Kawasan Pasar Ulak Karang Padang, Rabu (19/2-2025).
Sedangkan di mata Koordinator Bidang Hukum, dan Kebijakan Publik LSM Sopan (Solidaritas Peduli Anak Nagari) Sumbar, melihat, harusnya KPK yang melakukan penyelidikan terhadap temuan BPK terkait sejumlah asset dengan nilai Rp 6,14 miliar yang belum dapat diidentifikasi ini. Karena, katanya lagi, kejaksaan tidak bisa diharapkan banyak. “Hal ini bisa dicermati dari beberapa kasus tindak pidana korupsi yang cukup besar empat ditangani pihak kejaksaan di provinsi ini. Hampir semuanya berjalan sangat lamban, bahkan bertele-teledan mengecewakan publik,” kata Aktivis Anti Korupsi dari LSM Sopan (Solidaritas Peduli Anak NAGARI) YANG konsisten ini dalam sebuah pembicaraan dengan Indonesia Raya, Kamis (20/2-2025) siang, di Padang.
Dikatakan Okdonald, kalau KPK yang menanganinya besar kemungkinan prosesnya bakal berbeda dengan penanganan yang dilakukan kejaksaan. “Jaksa di Sumbar tidak bisa diharapkan dalam menangani kasus korupsi, karena itu temuan BPK ini lebih baik KPK yang melakukan penyelidikan,” ujar pengagum berat kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian melawan ketidakadilan dan ketidakbenaran Kapolri 1968-1971 Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso yang namanya juga tercatat sebagai salah seorang pendiri LBH.
Sayangnya, Kakanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat, Mahyuddin, ketika dimintai tanggapannya melalui WhatsApp, Jumat (21/2-2025) terkait adanya sejumlah asset negara senilai Rp 6,14 Miliar di Kemenag Sumbaryang tidak bisa diidentifikasi memilih bungkam. Akibatnya, versi Sang-Kakanwil tidak dapat dipublikasikan. Dampaknya, masyarakat kehilangan hak mereka untuk mengetahui (The People Right to Know) untuk mengetahui perkembangan raibnya BMN (Barang Milik Negara) senilai Rp 6,14 Miliar yang dikelola Kemenag Sumbar. (Harianof)