EKSPRESNEWS – Aksi unjuk rasa menentang UU TNI juga terjadi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Padang pada Kamis 27 Maret 2025. Dengan jumlah sekitar 30-an orang, massa yang mengatas namakan Masyarakat Sipil Sumatera Barat ini memblokade satu sisi jalan di depan DPRD Sumbar yang berhadapan dengan Tugu Adipura dan biasa dilalui pengendara dari arah Jalan Khatib Sulaiman dari sekitar pukul 16.00 hingga 18.15.
Berdasarkan orasi para peserta aksi, unjuk rasa tersebut bertujuan menunjukkan respon rakyat Padang dan Sumatera Barat atas UU TNI yang memberi wewenang lebih luas kepada tentara untuk menduduki jabatan publik. Menurut mereka, militer semestinya hanya berfokus menjaga kedaulatan tanah air. Jika UU TNI diterapkan, mereka mengkhawatirkan terjadi penyalah gunaan kekuasaan oleh pihak militer dan penguasa, sehingga rakyat jelata akan menjadi korban.
Dalam mengekspresikan penolakan tersebut, massa aksi membawa selebaran-selebaran yang bertuliskan “Tolak UU TNI”, “Kembalikan Militer ke Barak”, dan “Supremasi Sipil”. Salah satu orator menyinggung rangkaian kekerasan yang pernah terjadi dari pihak militer terhadap warga sipil. “Sudah banyak aktivis, mahasiswa, dan jurnalis yang sudah menjadi korban kekerasan oleh oknum militer,” ungkap orator yang memperkenalkan diri sebagai Revo. Selain itu, mereka juga menyampaikan kekhawatiran akan kembalinya era otoriter dan totalirarian menyerupai zaman orde baru, ketika dwifungsi ABRI diberlakukan.
Masyarakat yang ramai melalui lokasi unjuk rasa tersebut menunjukkan reaksi yang beragam. Sebagian mencoba untuk menerobos barikade massa aksi untuk melewati jalan yang telah diblokade. Namun sebagian lainnya menunjukkan apresiasi bahkan memberi semangat untuk massa aksi. “Kembalikan militer ke barak, mantap,” ungkap seorang pria paruh baya pengendara motor.
Aksi tersebut pada mulanya direncanakan akan melibatkan panggung rakyat, penampilan mural, lapak baca, hingga Food not Bomb (aksi berbagi makanan gratis untuk rakyat sekitar), namun batal karena terkendala cuaca hujan dan jumlah massa terbatas. Setelah sempat membakar ban dan menyampaikan rangkaian orasi, massa aksi kemudian membuka blokade jalan pada sekitar pukul 18.15.
Aksi tersebut juga didukung oleh berbagai organisasi dan LSM, antara lain Aliansi BEM SB dan LBH Padang. Menurut unggahan media sosial Instagram Aliansi BEM SB pada 27 Maret, pembahasan UU TNI yang serampangan, disahkan secara semena-mena, semakin menegaskan bahwa kekuasaan tidak lagi berpihak pada rakyat. “Saatnya kita bersolidaritas! Ketika rakyat bersatu, tidak ada yang bisa mengalahkan,” demikian tertulis dalam unggahan tersebut.
Sementara, LBH Padang menyatakan kecenderungan militerisme sudah ada di Indonesia bahkan sebelum UU TNI disahkan. Melalui unggahan media sosialnya, mereka memberi contoh kasus pada pengalaman buruh PT Duta Palma Group Kalimantan Barat. “Buruh Duta Palma Group Kalbar dihadapkan dengan TNI bersenjata lengkap ketika menuntut hak-hak normatif yang tak kunjung dipenuhi perusahaan hingga sekarang,” demikan tertulis dalam unggahan Instagram pada 25 Maret.
Menurut LBH Padang, selama bertahun-tahun aparat TNI dan Kepolisian telah menjadi alat kepentingan bisnis yang melindungi perusahaan-perusahaan rakus dan bahkan melakukan kekerasan terhadap warga yang menuntut kejelasan haknya. Oleh karena itu LBH Padang mendesak untuk: (1) mencabut UU TNI; (2) menolak dwifungsi militer; (3) tarik militer dari jabatan sipil, sektor bisnis, dan mengembalikan TNI ke barak: (4) reformasi institusi TNI (DB).