EKSPRESNEWS – Pemerintah daerah memiliki keterbatasan sumber daya untuk pengelolaan hutan, apalagi saat ini pemerintah berfokus pada beberapa sektor saja. Seperti Swasembada Pangan, Ketahanan Pangan, hilirisasi dan perumahan rakyat.
Hal tersebut dikatakan oleh Pj Sekdaprov Sumbar Yozawardi pada kegiatan Temu Forum Perempuan Pengelola dan Penjaga Hutan Indonesia (FP3HI) yang membahas inisiatif perempuan dan orang muda dalam tata kelola perhutanan sosial yang lestari dan berkelanjutan di Padang, 31 Januari 2025. “Oleh karenanya penting bagi kita melakukan kolaborasi, sering kita sebut kolaborasi pentahelix, sehingga kita berdayakan bersama untuk merasakannya bersama-sama,” ungkap Pak Yoz.
Yozarwardi Usama Putra, S.Hut., M.Si mengapresiasi kegiatan ini dimana sampai saat sekarang kawasan hutan di Sumatera Barat termasuk yang paling luas di wilayah Sumatera. “Ini tantangan, ketika masyarakat bergantung kepada hutan, tentu ada potensi yang harus kita mitigasi, yaitu kerusakan hutan. Sehingga saya mengapreasi kegiatan ini, terutama kepada Perkumpulan Qbar,” ujarnya.
Menurutnya perhutanan sosial memiliki kontribusi besar terhadap hutan. Sampai 2024 lalu, Sumbar sudah mencapai 319 ribu hektare kawasan hutan yang didistribusikan kepada rakyat. “Jika diukur, sudah lebih 60 persen yang dimanfaatkan oleh masyarakat sampai saat ini. Apalagi dengan melibatkan partisipasi perempuan. Di Minangkabau ini cukup bagus, karena harta atau asset itu dikelola oleh perempuan, sehingga bisa dikelola dengan baik dan tertib,” harapnya.
Dikatakannya, Pemprov Sumbar nekat, karena dalam pembahasan RPJMD susah memasukkan program kehutanan. Tapi ddengan dukungan Gubernur Sumbar Mahyeldi, dikatakannya, tetap dimasukkan. “Komunikasi antara saya dengan NGO hutan ini cukup baik. Ini karena kita bersama-sama, sehingga semua jadi, Qbar ini supportingnya Perda, alhamdulillah sampai selesai Perda itu,” tuturnya.
Kolaborasi yang dilakukan secara bersama, dikatakan Pj Sekdaprov Sumbar, membuahkan hasil. Dari yang kecil-kecil ini dibersamakan, sehingga menjadi dan kita dalam memperjuangkan perhutanan sosial menjadi berhasil. “Sampai 50 persen perjuangan bangsa ini berasal dari Sumatera Barat, sehingga perjuangan perhutanan sosial kita dipastikan berhasil di Sumatera Barat,” ungkapnya.
Sementara itu, The Asia Foundation, Margaretha Tri Wahyunigsih dalam sambutannya mengatakan bahwa dari ratusan ribu kepala keluarga yang terlibat, partisipasi kelompok perempuan masih minim. Ini yang menjadi tantangan bagi TAF untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pusat untuk melakukan pendampingan.
“Di Sumatera Barat luar biasa, pemda sangat mendukung masyarakat untuk mengakses untuk terlibat aktif. Sumbar ini termasuk 2 yang memiliki pemahaman yang lebih, Bengkulu punya Pergub, sedangkan Sumbar ada Perda. Perhutanan sosial ini merupakan mandat nasional,” katanya.
Lebih jauh dikatakannya, kegiatan ini memberikan pesan dukungan kepada masyarakat karena peran lembaga non pemerintah juga berharap bisa dilanjutkan dan mendapat dkungan penuh dari pemerintah daerah provinsi Sumbar, jadi bisa fasilitasi yang berkelanjutan.
“Sejak Agutus kita sudah deklarasi Forum Perempuan Pengelola dan Penjaga Hutan Indonesia (FP3HI) untuk menjadi leader penjaga hutan yang bertujuan untuk meningkatkan peran dan partisipasi perempuan dalam perhutanan sosial,” katanya. (Abdi)