Peter Sazli yang merupakan tersangka tindak pidana membujuk anak melakukan perbuatan cabul diputus bersalah oleh Mahkamah Agung. Manajer di PT Semen Padang ini menunggu jaksa melakukan penahanan sesuai putusan MA No. 7333 K/Pid.Sus/2024. Jaksa harus bergerak cepat.
EKSPRESNEWS – Petikan putusan Pasal 226 juncto Pasal 257 KUHAP Nomor 7333 K/Pid.Sus/2024 menyatakan bahwa Peter Sazli yang merupakan karyawan BUMN (PT Semen Padang) menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Membujuk Anak melakukan perbuatan cabul”.
Dalam putusan tersebut Peter Sazli dikenai pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah 100 juta dengan ketentuan subsider kurungan 3 bulan. Putusan ditandatangani oleh Ketua Majelis Dr Burhan Dahlan, SH MH, panitera pengganti, Agung Darmawan, SH MH.
“Putusan tersebut menyatakan bahwa pembelaan dari Peter Sazli selama persidangan Pengadilan Negeri yang dimenangkan oleh korban terbantahkan semua. Kendati ia menang di Pengadilan Tinggi, tapi hakim MA menyatakan Peter bersalah,” ungkap pemerhati hukum Ramon Firmansyah kepada Indonesia Raya, Minggu 12 Januari 2025.
Ramon menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh oleh tersangka melakukan pembelaan. “Jadi saat ini pihak kejaksaan harus segera melakukan eksekusi penahanan terhadap Peter yang terbukti melakukan perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur,” ujarnya.
Diharapkannya dengan adanya putusan MA bisa menjadi bahan acuan bagi tempat Peter Sazli bekerja dalam mengambil keputusan dimasa yang akan datang. “Sepengetahuan saya tidak sampai kesana karena informasinya masih belum jelas, pada dasarnya putusan MA ini sudah mengikat dan final, sehingga pihak perusahaan tempat Peter bekerja bisa mengambil sikap bijak dalam membuat keputusan terkait persoalan posisi kerjanya di perusahaan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Unit Humas & Kesekretariatan PT Semen Padang Nur Anita Rahmawati dalam keterangan singkatnya menyatakan bahwa perkara yang dihadapi oleh Peter Sazli merupakan tindak tanduknya sebagai pribadi sehingga tidak ada kaitannya dengan PT Semen Padang.
“Sampai saat ini perusahaan belum menerima informasi resmi terkait putusan MA tersebut. Kami sedang berupaya untuk memperoleh informasi yang valid dan akurat. Apabila benar telah diputus inkract, PT Semen Padang akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku,” tulis Anita menjawab konfirmasi Indonesia Raya, Minggu 12 Januari 2025.
Lebih jauh, Anita mengatakan bahwa PT Semen Padang mengimbau kepada semua pihak untuk menghormati proses yang sedang berjalan dan tidak mengkaitkan masalah Peter Sazli dengan perusahaan PT Semen Padang.
“PT Semen Padang adalah institusi yang senantiasa menjunjung tinggi nilai AKHLAK sebagai budaya perusahaan. Kami berkomitmen untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam setiap langkah perusahaan,” ujar Anita.
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang memutus pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan putusan 5 (lima) tahun 3 (tiga) bulan. Ketiga hakim pengadilan tinggi yang terdiri dr. Ridwan Ramli SH., MH., Inrawaldi SH.,MH dan Charles Simamora SH., MH. Putusan pengadilan tinggi tidak berpihak pada korban dan keluarganya dan tidak mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Kasus ini merupakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami dari tante korban yang beberapa kali pernah tinggal serumah bersama korban.
Sejak awal kasus ini disidik oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat telah mendapatkan noktah hitam. Kejadian kekerasan seksual yang dilaporkan pada 20 Agustus 2021 lama diproses sehingga pelaku yang berasal dari keluarga yang mapan dapat melakukan serangkaian upaya untuk menutupi kejahatannya.
Polda Sumbar saat itu, melakukan penangguhan penahanan terhadap pelaku yang membuat keluarga dan pendamping kecewa. Situasi ini memungkinkan pelaku untuk melakukan counter terbebas dari pertanggungjawaban hukum. Barulah pelaku ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum pasca berkas lengkap.
Drama demi drama kasus ini sejak di Kepolisian Daerah Sumatera Barat menambah problem bagi korban keluarganya. Saat pemeriksaan Pengadilan Negeri Padang, hakim melanggar PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum sehingga Jaringan Peduli Perempuan menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri Padang.
Didalam persidangan, korban malah mendapatkan intimidasi dan perlakuan tidak mengenakkan diruang persidangan, alih alih ruang persidangan bisa sesegera mungkin memulihkan trauma korban dengan penegakan hukum yang adil, malah dalam hal ini korban mendapatkan luka dan trauma baru. Atas situasi, pendamping keluarga telah melaporkan ke Komisi Yudisial Penghubung Sumatera Barat yang sedang diproses saat ini.
Drama kedua malah lebih dahsyat ketika Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi Padang memutus bebas pelaku kekerasan seksual karena keterangan saksi yang belum cukup. Lalu, apa gunanya scientific evidence (pembuktian ilmiah) yang dilakukan oleh kedokteran kehakiman melalui visum et repertum dengan hasil terdapat luka lama akibat benda tumpul sehingga selaput dara rusak.
Perlu hakim mengetahui, dari awal kepolisian telah gagal untuk mencari kebenaran hakiki dan tidak berpihak pada keadilan dan perlindungan korban. Indikasi terletak pada penangguhan penahanan dan pelaku berasal dari keluarga kaya yang bisa melakukan intervensi langsung dan mempengaruhi saksi-saksi atas kasus ini.
Dalam kasus ini korban telah mengalami trauma berat hingga merasa dirinya tidak berharga lagi. Namun Pengadilan tinggi Padang pada tanggal 24 April 2024 telah memutus bebas menyatakan Peter Sazli yang merupakan pelaku dinyatakan tidak bersalah di tingkat banding dengan nomor perkara 119/Pid.Sus/2024/PT PDG dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri yang semula Peter Sazli dijatuhi hukum 5 tahun 3 bulan serta denda 100 juta pada nomor perkara 907/Pid.Sus/2023/PN PDG.
Putusan Pengadilan Tinggi Padang, banyak catatan keganjilan yang kami temukan dan sangat dirasa janggal. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Padang mendasarkan pada keterangan anak angkat yang melakukan bantahan atas keterangannya sebelumnya sebelum masuk ke ruang pengadilan. Padahal dalam keterangan dan temuan kami bahwa anak angkat tersebut juga merupakan korban dari pelaku. Namun Aparat Penegak Hukum gagal membaca relasi kuasa disini. (tim)