EKSPRESNEWS – Surat Universitas Andalas No. 3387/PT.19.O/A-1983 tentang pembebasan tanah milik Kamar Dt R. Indo Langit ditandatangani oleh Kepala Biro Administrasi Umum Satni Eka Putra pada tahun 1983 hingga sekarang belum diberikan ganti rugi. Satni pun dalam persidangan tahun 2016 mengakui belum ada ganti rugi dari Universitas Andalas. Akan tetapi pihak Unand telah mensertifikatkan tanah tersebut. Lantas kemanakah uang ganti rugi tanah itu mengalir?
Menelusuri kasus pembebasan tanah untuk perumahan dosen tahun 1983 di Limau Manis oleh pihak Universitas Andalas, terungkap bahwa ganti rugi tanah milik Kamar Dt R. Indo Langit belum dibayarkan. Menguapnya bau busuk ganti rugi tanah yang sudah 42 tahun ditutupi oleh orang – orang pintar di kampus itu adalah bentuk penzaliman kepada rakyat kecil dipertontonkan ditengah masyarakat.
Media ini merangkum pendapat dari narasumber yang prihatin dengan kasus ini. Katanya, aroma busuk tidak bisa ditutupi. Tanah seluas 2307 m2 milik Kamar Dt R. Indo Langit menjadi perbincangan hangat disalah satu kedai kopi dikawasan Kartini belakang kantor Gubernur Sumatera Barat. Yang jelas, tanah itu adalah milik masyarakat, bukan milik Unand walau ada sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Kota Padang.
Hal tersebut diungkapkan oleh Marta Syam Sanjaya kepada EKSPRESNEWS, Jumat 7 Februari 2025. Menurutnya pola kepemilikan tanah di Sumatera Barat, Padang, atau lebih spesifik Minangkabau adalah tanah kaum.
“Nyaris seluruh tanah yang saat ini berdiri megah kampus Unand itu adalah tanah kaum yang telah dihibahkan dan diberikan kepada pemerintah untuk kepentingan kependidikan. Datuak R. Indo Langit telah banyak pula memberikan tanahnya kepada Unand untuk kepentingan orang banyak, untuk akses jalan, jadi terkhusus yang dipinjam oleh Satni Eka Putra tahun 1983 dan diakui pula saat persidangan tahun 2016 itu benar adanya, milik Datuak yang belum dibayarkan,” tutur pengamat hukum lulusan Universitas Eka Sakti tersebut.
Lebih jauh, Marta mengungkapkan bahwa sepertinya pimpinan Unand saat ini tidak mau dan belum mengetahui sejarah panjang Unand secara detil. Bahkan untuk proses peminjaman tanah untuk kemudian disertifikatkan demi pendidikan dan dijanjikan untuk dibayarkan kepada masyarakat adalah wujud ketidak-tahu-an pimpinan Unand saat ini.
“Jadi yang diketahui oleh pimpinan itu apa saja? Boleh yang baik-baiknya saja sehingga kalau bahasa kampung saya, Unand ini sudah rancak di labuah saja. Bagusnya untuk dipertontonkan, sedangkan rusak dan hancurnya Unand seperti dikubur, sedikit-sedikit sudah mulai, aroma bangkai itu pasti akan tercium juga,” katanya.
Dikatakannya, saat ini sertifikat itu diabaikan saja. Karena yang membuat sertifikat itu adalah orang yang menjadi tempat kesalahan. Apalagi, kata Marta, mengutip pernyataan Satni Eka Putra yang saat ini merupakan pensiunan dosen Unand bahwa dirinya saat itu Kepala Biro Administrasi Umum (atas nama Rektor Unand) meminta persetujuan Kamar Dt R. Indo Langit yang menguasai lahan untuk dipakai dan proses ganti ruginya akan diprioritaskan pada tahap yang akan datang sebagaimana surat No. 3387/PT.19.O/A-1983.
“Semasa Prof Satni Eka Putra menjabat di Universitas Andalas, mengakui memang pembayaran ganti ruginya belum dilakukan. Perlu digaris bawahi bahwa tanah yang dipinjam Unand itu untuk tanah tapak Perumdos Unand. Sampai saat ini belum dibayarkan. Itu adalah fakta yang Unand tidak bisa bantah sampai sekarang,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Universitas Andalas Aidinil Zetra mengatakan permasalahan ganti rugi tanah atas nama Sdr. Kamar Dt R. Indo Langit, perlu disampaikan bahwa Universitas Andalas menegaskan bahwa tanah yang dimaksud merupakan “Aset Barang Milik Negara (BMN)” yang telah bersertifikat Hak Pakai atas nama Universitas Andalas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Penerbitan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentunya telah melalui prosedur hukum dan administrasi yang ditetapkan oleh negara. Perlu kami sampaikan pula bahwa permasalahan ini telah melalui proses hukum di pengadilan, dimana gugatan yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan telah ditolak oleh pengadilan,” tulisnya membalas pesan WA Indonesia Raya, Kamis 6 Februari 2025 pukul 21.50 WIB.
Lebih lanjut, katanya, secara hukum, kepemilikan tanah tersebut tidak lagi menjadi objek sengketa. Sebagai institusi yang tunduk pada prinsip negara hukum, Universitas Andalas menghormati setiap mekanisme hukum yang berlaku. Jika pihak yang bersangkutan masih merasa dirugikan, maka jalur hukum tetap terbuka untuk ditempuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Apabila terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang mewajibkan Universitas Andalas untuk mengambil tindakan tertentu, maka Universitas Andalas akan menghormati dan melaksanakan putusan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutupnya memberikan konfirmasi.
Pensiunan dosen Unand dan Mediator Independen, Dr John Farlis, MSc kepada EKSPRESNEWS menegaskan bahwa tanah yang dimaksud benar milik Kamar Dt R. Indo Langit. “Konfirmasi dari Unand melalui adinda Aidinil Zetra itu normatif. Seharusnya Unand mencari tahu sebab dan awal mula Unand mendapatkan tanah itu hingga disertifikatkan,” ungkapnya.
Menurutnya Unand dan Kamar memang pernah bersengketa di pengadilan sehingga itu didatangkan Satni Eka Putra sebagai saksi dan kalah. Tapi hal itu dikarenakan objek perkara yang dituntut juga salah, karena John Farlis mengaku turut ikut dalam persidangan sebagai perwakilan Unand saat itu. “Jadi waktu itu saya berada di posisi Unand. Jelas bahwa Kamar Dt R Indo Langit ini kalah karena salah objek yang diperkarakan waktu itu,” tuturnya.
Dirinya mengingatkan kepada Unand bahwa salah satu tridharma perguruan tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat. Unand menurutnya patut diacungi jempol soal pengabdian masyarakat, tapi tidak untuk pengabdian terhadap tetangganya sendiri. “Jadi inikan sebenarnya masyarakat juga, Unand hebat melakukan pengabdian di masyarakat daerah Dharmasraya, Sijunjung, Solok, Payakumbuh. Tapi Unand tidak hebat melakukan pengabdian terhadap masyarakat yang menjadi tetangganya sendiri,” tutupnya mengakhiri pembicaraan. (Abdi)