Berita

Sengkarut Ganti Rugi Tanah Perumahan Dosen Unand

×

Sengkarut Ganti Rugi Tanah Perumahan Dosen Unand

Sebarkan artikel ini

EKSPRESNEWS – UNAND perguruan tinggi negeri di Kota Padang, universitas negeri tertua di luar Pulau Jawa, dibuka secara resmi pada tanggal 23 Desember 1955 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. UNAND dikenal sebagai perguruan tinggi, masuk dalam pemeringkatan universitas dunia Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings (WUR). Dibalik prestasi gemilang kampus kebanggaan Sumatera Barat, ini tersimpan secuil persoalan ganti rugi tanah tidak dibayarkan lebih 40 tahun.

Persoalan ini berawal dari peminjaman tanah milik H. KAMAR, karena pada saat itu terdapat persoalan hukum tanah H. KAMAR yang lain sedang berperkara di Pengadilan Negeri Padang melawan KAN Limau Manis, sehingga ganti rugi tanah tapak perumahan dosen tersebut ditangguhkan pembayarannya.

Setelah masalah hukum tersebut selesai, Rektorat Unand menyatakan anggaran ganti rugi belum tersedia, kemudian pihak Rektorat yang diwakili Prof. Satni Eka Putra selaku Kepala Biro Admistrasi Umum menjanjikan akan menganggarkan pada tahun berikutnya, dan dibuatkannya Surat Pernyataan yang pada pokoknya menyatakan bahwa tanah tapak perumahan dosen tersebut ganti rugi nya belum dibayarkan.

Terhadap tanah tapak perumahan dosen Unand tersebut telah lama terbit Sertifikatnya atas nama Departemen Pendidikan Nasional, dengan hak pakai oleh Unversitas Andalas (Unand), yang mana sebahagian dari lahan yang terdapat dalam Sertifikat tersebut, merupakan tanah H, KAMAR seluas 2.307 M2, dan diatas tanah tersebut terdapat 16 tapak perumahan dosen, namun hingga kini pihak Rektorat tidak kunjung menyelesaikan pembayaran ganti ruginya. Silih berganti Rektor yang memimpin Universitas Andalas kebanggaan Sumatera Barat ini, tidak membuat persoalan ini selesai, bahkan pada tahun 2015 Rektor Unand pada masa itu membawa persoalan tanah tapak perumahan dosen ini ke ranah hukum dengan melaporkan H, KAMAR ke Polda Sumbar, namun hingga sekarang tidak jelas perkembangan penyelidikannya.

Persoalan ini seperti sengaja dibuat rumit dan sulit, bahkan cenderung dibuat kusut, oleh karena itu sangat diperlukan campur tangan Kementerian Pendidikan Tinggi untuk menyelesaikan kasus ini. Disamping itu Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dan Pemerintah Kota Padang diminta turut serta menyelesaikan persoalan warganya yang bersengketa dengan Unand. Agar nama besar Universitas Andalas kebanggaan ranah minang yang telah banyak melahirkan Alumni hebat tidak ternodai oleh kasus ini.

Sebagai pemilik tanah tapak perumahan dosen, H. KAMAR tentu akan terus berjuang dengan segala daya upaya yang dimilikinya, sekalipun dia saat ini telah berusia lanjut dan uzur, namun tidak menyurutkan semangat dan langkahnya untuk terus berjuang. Perjuangan panjang yang telah dijalankannya akan terus dilanjutkan sampai mendapatkan apa yang menjadi haknya.

Dan bukan tidak mungkin, kasus ini akan melebar ke ranah hukum, yang tentunya akan merugikan kita semua yang sangat bangga dan cinta dengan Universitas Andalas ini.

Hampir seluruh tanah yang saat ini berdiri megah kampus Unand itu adalah tanah kaum yang telah dihibahkan dan diberikan kepada pemerintah untuk kepentingan kependidikan. Termasuk H. KAMAR Datuk Indo Langit, telah banyak pula memberikan tanahnya kepada Unand untuk kepentingan orang banyak, untuk akses jalan, jadi terkhusus yang dipinjam oleh Satni Eka Putra tahun 1983 dan diakui pula saat persidangan tahun 2016 itu benar adanya milik Datuak yang ganti rugi nya belum dibayarkan. Dan berita terkait hal ini pernah terbit di Media cetak Tabloid Indonesia Raya dan media online EkpresNews terbitan Februari 2025.

Sangat ironis Kampus besar sekelas Universitas Andalas tidak menyelesaikan pembayaran ganti rugi tanah tapak perumahan dosen, padahal pasca kepindahan Kampus ini ke Limau Manis, H. KAMAR banyak membantu dan turut telibat langsung dalam pembebasan lahan. Akan tetapi keikhlasan dan pengorbanan beliau selaku salah satu tokoh masyarakat Limau Manis dan datuk Penghulu di Daerah tersebut, tidak bernilai akibat regenerasi dan pergantian kepemimpinan di Rektorat Unand.

Harapannya Kampus Universitas Andalas (Unand) yang punya nama mentereng dan cukup diperhitungkan secara Nasional segera menyelesaikan kasus ini. Agar sederet prestasi gemilang yang diraih Unand, dan Para Alumni nya yang hebat-hebat itu tidak tercoreng oleh stikma negatif. Untuk itu sangat diharapkan campur tangan Kemendikti dalam masalah ini, begitu juga keseriusan Alumninya yang sukses diberbagai bidang, serta Pemerintah Provinsi dan Kota Padang turut serta membantu menyelesaikan kasus ini.

Hak Ulayat Ada Pada Hukum Adat, Bukan Hukum Positif

Pemerhati sosial Miranda Syofia yang menyebutkan bahwa perkara ganti rugi atas tanah yang dipinjam oleh Satni Eka Putra pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Umum Unand harus tuntas diselesaikan sebab ada hak ulayat.

“Masih perkara yang seperti diberitakan beberapa waktu lalu ya. Saya fokus dengan ninik mamak yang meminjamkan tanah kepada Unand. Sebaiknya mendatangi BPN sebagai lembaga negara yang mengeluarkan setifikat tersebut. Dengan membawa pertanyaan alas hak Unand saat mensertifikatkan dan memperlihatkan juga sudah bukti peminjaman dari Unand,” ungkapnya kepada Indonesia Raya, Kamis 19 Juni 2025.

Hukum adat, dikatakan Miranda, berada pada posisi satu tingkat diatas hukum positif Indonesia. Sehingga nilai tawar dari masyarakat cukup kuat untuk bersengketa. Namun, sebaiknya Unand melihat sisi humanis sebagai lembaga yang mengedepankan etika pendidikan sebagai dasar perguruan tinggi.

“Saya kira kalau rektornya berpikir jernih, orang bawahannya pasti ikut berpikir jernih. Tapi saya secara pribadi ataupun institusi tidak mengenal mereka, hanya saja sesama pendidik dan pengayom serta yang menerapkan tri dharma perguruan tinggi, saya lebih memilih untuk membangun komunikasi kepada pihak masyarakat,” ujarnya.

Menurut Miranda, orang Unand sendiri yang meminjam tanah saja mengakui bahwa sampai saat ini tidak ada pergantian kerugian bahkan secara otentik ada surat bukti sebagai pernyataan pinjam tanah dan akan dibayarkan ganti rugi setelah sertifikat keluar. “Nyatanya setelah sertifikat terbit, pembayaran ganti rugi tak kunjung dibayarkan,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Universitas Andalas Aidinil Zetra, SIP, MA, PhD pada tanggal 6 Februari 2025 mengatakan ganti rugi tanah atas nama Sdr. Kamar Dt R. Indo Langit, perlu kami sampaikan bahwa Universitas Andalas menegaskan bahwa tanah yang dimaksud merupakan “Aset Barang Milik Negara (BMN)” yang telah bersertifikat Hak Pakai atas nama Universitas Andalas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Aidinil, penerbitan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentunya telah melalui prosedur hukum dan administrasi yang ditetapkan oleh negara. “Perlu kami sampaikan pula bahwa permasalahan ini telah melalui proses hukum di pengadilan, dimana gugatan yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan telah ditolak oleh pengadilan. Dengan demikian, secara hukum, kepemilikan tanah tersebut tidak lagi menjadi objek sengketa,” ujarnya.

Sebagai institusi yang tunduk pada prinsip negara hukum, dikatakan Aidinil, Universitas Andalas menghormati setiap mekanisme hukum yang berlaku. Jika pihak yang bersangkutan masih merasa dirugikan, maka jalur hukum tetap terbuka untuk ditempuh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Apabila terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang mewajibkan Universitas Andalas untuk mengambil tindakan tertentu, maka Universitas Andalas akan menghormati dan melaksanakan putusan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutupnya.

Hingga berita ini terbit, pihak Kamar Dt R. Indo Langit mengatakan bahwa  pihaknya tidak pernah menerima ganti rugi atas tanah yang dipinjam oleh Unand. (***)