Scroll untuk baca artikel
Berita

Musisi, Seni, dan Industri Kreafif Lokal: Laporan Diskusi Hari Musik Nasional di Padang

×

Musisi, Seni, dan Industri Kreafif Lokal: Laporan Diskusi Hari Musik Nasional di Padang

Share this article
The Venyamin dan sebagian peserta diskusi Hari Musik. Setidaknya ada 26 orang yang terlibat diskusi ini.
The Venyamin dan sebagian peserta diskusi Hari Musik. Setidaknya ada 26 orang yang terlibat diskusi ini (dok. Rare Music).

EKSPRESNEWS – Memperingati hari musik nasional 9 Maret 2025, 3AM Creative Space menghelat diskusi sekaligus buka puasa bersama dengan tajuk “Intone Your Tone”, dengan pembahasan utama mengenai musik, proses berkarya, dan industri kreatif.

Dalam kesempatan tersebut muncul berbagai pertanyaan dan jawaban yang muncul dari para peserta dan pembicara, yang diharapkan berguna untuk pengembangan lingkungan kreatif di Sumbar.

Secara khusus, kegiatan diskusi ini juga sebagai bagian dari persiapan memperingati Record Store Day yang diperingati pegiat dan penikmat musik di dunia setiap 12 April 2025. Berikut adalah uraian singkat isi diskusi di 3AM Creative Space pada 9 Maret kemarin.

Bagaimana Suatu Karya Musik Muncul dan Menemukan Pendengarnya?

Dalam kesempatan itu, salah satu pelaku musik yang hadir adalah Rare Music, sebuah band yang diisi mahasiswa-mahasiswa UNP. Salah satu anggotanya, Farhan menanyakan tentang bagaimana cara memulai membuat karya sendiri. Arbi, anggota lainnya menambahkan, “kami sudah mengumpulkan beberapa lirik untuk lagi, tapi bingung untuk merangkai musiknya mulai dari mana.”

Pertanyaan itu dijawab oleh seorang musisi solo, The Venyamin alias Panji. Menurutnya, bagi para pemusik yang sudah memahami musik yang mereka mainkan tidak ada formula khusus untuk memulai membuat suatu karya orisinil, pola dan caranya tergantung pada masing-masing musisinya. Salah satu cara yang pasti adalah memperkaya referensi musik untuk kemudian menjadi sumber inspirasi dalam menciptakan karya baru.

Lebih lanjut The Venyamin bercerita, sebagai suatu project musik solo ia sudah berkarya sejak 2023. The Venyamin mengakui bahwa karya-kary musiknya yang dapat kita dengar pada album pertama mendapatkan banyak pengaruh dari band-band Inggris dengan pengaruh lirik dari bacaan-bacaan spiritual.

Ia lalu menceritakan proses bagaimana musiknya dapat dikenal. The Venyamin melakukan submit video penampilan live music-nya pada 2023 ke IM3 hingga lolos sebagai salah satu penampil di Pestapora Festival. “Selain itu, bisa juga submit karya ke Pophariini, Indomusikgram, dan lain-lain,” ungkapnya.

Pengalaman tampil di Pestapora Festival tersebut membuat karya The Venyamin memperluas jangkauannya ke pendengar musik secara umum. Di satu sisi, Thee Venyamin juga semakin meneguhkan karakterrnya dalam berkarya yang dapat kita dengarkan dalam album perdana yang berjudul “Relic in Religion”. Untuk proses berkarya album kedua, The Venyamin mengaku temanya akan berbeda dengan album pertama, tapi tetap dengan karakter musiknya yang dipengaruhi band-band alternative rock Inggris seperti Radiohead dan Muse.

Selain aspek musik, The Venyamin mengakui hal-hal lain seperti visual artwork karya dan press release juga penting untuk menjadi perhatian musisi yang ingin mengembangkan karyanya supaya meraup perhatian audiens dan industri. Visual artwork penting karena menampilkan kesan dan karakter seorang musisi atau sebuah band ke mata penonton, misalnya gambar pada cover album. Sementara press release penting untuk mengantarkan isi dan narasi tentang suatu karya dan perjalanannya kepada penikmat musik dan khalayak umum. Press release dapat disebar melalui media sosial maupun media massa.

Ada Apa dengan Lingkungan Musik dan Kesenian di Sumatera Barat?

Shofi, mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) dan anggota organisasi kesenian kampus UKKes UNP asal Sumatera Selatan bertanya: ada apa dengan kesenian di Sumatera Barat?

“Sebagai pendatang, yang saya tahu bentuk karya seni yang populer dari Sumbar adalah lagu-lagu pop Minang, sedangkan saya menemukan lebih banyak musisi dan seniman di Sumbar namun belum cukup dikenal,” ungkapnya.

Saska Bernhard, pegiat industri musik dan event menanggapi, ada banyak ragam jenis kesenian serta para pelakunya di Sumatera Barat, namun banyak di antaranya hanya tampil pada kesempatan seremonial, misalnya untuk membuka sebuah kegiatan di lingkup pemerintahan.

“Ada pengaruh perilaku sosial dengan musik yang didengar. Mungkin untuk konteks Sumbar, pop Minang lebih relevan dengan orang-orang lokal. Di kelompok sosial tertenth, hampir semua orang bisa mendengar dan menikmati lagu tersebut,” paparnya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, etnomusikolog Rijal Tanmenan juga menilai ekosistem/lingkungan di Padang dan Sumbar belum cukup mengapresiasi musisi dan senimannya sendiri. Menurutnya budaya apresiasi karya di Sumbar bisa dimulai dengan kebiasaan menghargai karya sendiri. “Bali sudah berani bikin Bali Music Award, Padang dan Sumbar bagaimana,” ia melontarkan pertanyaan retoris.

Pendiri 3AM creative Space Cimay Ardana menambahkan, ada beberapa faktor yang membuat sebagian besar pelaku seni di Sumbar belum mendapat sorotan dan apresiasi yang cukup, walaupun karya-karya mereka berkualitas.

Pertama, Cimay menilai ekosistem untuk berkesenian di Sumatera Barat belum mendukung. Dalam kata lain, sebagian besar pelaku seni belum cukup terhubung dengan pihak-pihak yang bisa mendukung kekaryaan dan usaha mereka. Pihak-pihak tersebut antara lain promotor, pengusaha, dan khalayak penikmat seni.

Ia mencontohkan musisi asal Sumatera Barat yang meraih apresiasi dan panggung di tingkat nasional, namun malah belum terkenal di kalangan pendengar musik umum di tingkat lokal, yakni The Venyamin dan Misanthropy Club, band asal Padang Panjang. Bahkan, Misanthropy Club mampu menembus nominasi album metal terbaik AMI Award di tingkat nasional. Pertama kalinya sebuah band asal Sumbar mencapao nominasi tersebut.

Kedua, media lokal yang belum cukup mendukung penyebaran informasi tentang pelaku kesenian dan musisi lokal. Jika pun ada, menurutnya jumlahnya belum cukup dan belum mampu menjangkau khalayak luas. Media yang ia maksud mencakup media massa seperti koran, majalah, radio, dan website berita maupun media sosial.

Ketiga, kurangnya ruang diskusi yang tepat sasaran dan aplikatif. Ia menilai, kebanyakan diskusi yang membahas seni dan kebudayaan lebih bersifat teoritis dan belum menghasilkan dampak nyata.

Keempat, disrupsi digital, yakni suatu perubahan mencolok akibat munculnya teknologi-teknologi baru yang kemudian memengaruhi model bisnis dan industri pada sektor tertentu, termasuk pada industri kreafif.

Interaksi Lintas Bidang di Kampus untuk Mendukung Lingkungan Berkesenian

Hadir dalam kesempatan ini, organisasi kesenian kampus UKKes UNP. Salah satu calon anggota baru UKKES UNP, Nana menceritakan bahwa kerja sama dan interaksi lintas bidang di organisasi tersebut lumayan erat. Ia mencontohkan, sebagai anggota bidang seni rupa, ia juga terlibat dalam acara atau kegiatan di bidang sastra dan teater.

Lebih lanjut untuk mendukung kawan-kawannya yang bergiat di bidang musik, ia mengaku turut senang jika bisa turut mendukung di bidang desain dan seni rupa, misalnya turut dalam membuat artwork album musik. Dalam kesempatan tersebut turut hadir pegiat seni rupa, antata lain dari dangau studio.

Selain itu, irisan antar berbagai bidang kegiatan di kampus juga tampak pada anggota Rare Music, dimana salah satu anggota dan managernya adalah pegiat lapak baca bernama ‘Bilik Senyawa’ di lingkungan Fakultas Bahasa dan Seni UNP. Berkaca pada sejarah, kegiatan literasi seperti lapak baca mampu menjadi sarana penyebaran narasi karya para seniman dan musisi dan isu-isu di sekitarnya. Seperti terdapat pada kebiasaan mencetak, menyebarkan, dan membaca zine di lingkup skena musik tertentu.

‘Segitiga’ Musisi, Manager, dan Promotor

Saska Bernhard menjelaskan, untuk mendukung ekosistem musik, seni, dan industri kreatif yang berkelanjutan, harus ada kesinambungan antara musisi, manager, dan promotor.

“Peran manager adalah menjembatani musisi dengan promotor. Terlebih di festival-festival saat ini tidak ada yang berposisi sebagai band pembuka, semua band atau musisi adalah penampil utama karena memiliki pendengarnya masing-masing,” lanjut Saska.

Menanggapi uraian itu, Septia Rahmawati manager band Rare Music menanyakan, “apa pekerjaan manager ketika suatu band masih tergolong baru?”

Saska menjawab penting bagi semua musisi, pengkarya, dan managernya untuk berjejaring. “Misalnya dalam hal managerial ada yang menentukan jadwal latihan serta rilis karya, dan ada juga yang berkomunikasi dengan promotor. Pada intinya, perkuat managerial internal,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa di industri musik saat ini, tidak ada perbedaan mencolok atara kerja managerial pada sebuah project musik baru dengan yang sudah lama dan berpengalaman. Sehingga ia menyaraknkan bagi band dan project musik baru untuk lebih menetapkan disiplin yang jelas dalam proses kekaryaan dan tampil dalam event.

Ancang-Ancang untuk Record Store Day di Padang

Cimay menjelaskan, untuk memperingati Recors Store Day pada 12 April 2025, band dan project musik di Sumatera Barat dapat menyiapkan karya-karyanya khususnya rilisan fisik untuk dapat mengisi perayaan global tersebut di Kota Padang.

“Record Store Day dapat menjadi ajang saling mendukung dalam suatu ekosistem musik dan kesenian. Bahkan band terkenal seperti Metallica pernah tampil pada 2016 di California Amerika untuk mendukung event tahunan penikmat musik ini,” ungkap Cimay.

Ia menjelaskan dalam gelaran Record Store Day biasanya ada berbagai jenis kegiatan: creative market, live perform, panel discussion, rilis merchandise, dan art exhibition. Terkhusus untuk panel diskusi, topik yang biasa dibahas pada kesempatan tahunan ini misalnya tentang masa depan rilisan musik fisik dan industri musik di era digital. (DB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *