EKSPRESNEWS – Masih ingat beberapa edisi lalu adanya dosen Unand yang melakukan plagiat lalu diberi sanksi. Kemudian muncul kebijakan rektorat yang berdampak kepada pemotongan program LPPM yang membuat para dosen tak mendapatkan insentif lagi mendapat sorotan dari dosen-dosen senior di Unand itu sendiri.
Program LPPM Unand, dikatakan salah seorang dosen senior yang meminta tidak dituliskan namanya adalah sebuah peluang untuk mendapatkan insentif pemasukan finansial selain dari upah dan honor serta tunjangan kampus. “Bagi kami yang sudah tua ini bahkan hampir pensiun tidak menjadi soal yang berdampak terhadap ekonomi kami ya. Tapi perlu ditekankan disini adalah program LPPM itu adalah suntikan semangat bagi dosen-dosen muda yang baru-baru untuk mengabdikan diri sebagai maha guru mendidik mahasiswa,” ungkapnya saat ditemui dikawasan Pondok, Rabu 12 Februari 2025.
Lelaki yang masih tegap itu menyesalkan kebijakan rektor muda Efa Yonnedi untuk mengurangi porsi dosen klaim karya mereka di LPPM. “Kalau adinda Aidinil dalam keterangannya yang saya baca bukan berasal dari dana abadi, silakan saja, pokoknya gara-gara porsi dosen mengklaim hak cipta, buku, dan beberapa program disana menjadikan dosen-dosen muda kurang bersemangat. Sayangnya adinda rektor dan sekretarisnya tidak tahu, tapi saya yakin, jika mereka diposisi dosen biasa, pasti merungut juga, sekarang iya dapat tunjangan jabatan, tidak masalah bagi mereka,” tutur berseloroh.
Menurutnya yang paling dirugikan adalah dosen-dosen muda yang sedang lanjutkan pendidikan. Entah dosen muda itu mendapatkan beasiswa atau biaya sendiri, insentif dari LPPM untuk klaim karya dosen sangat membantu seharusnya. “Lantas kalau tidak ada atau terjadi pengurangan program, bagaimana nasib itu pada dosen-dosen yang sedang kuliah diluar negeri? Tidak kah sampai kesana mereka itu berpikir ?“ sesalnya.
Lebih jauh, dosen senior yang satu ini mempertanyakan kenapa sampai saat ini rektor muda Unand tidak mau berkomentar. Malah belakangan, dirinya mendengar ada komentar-komentar negatif yang mengarah ke pribadi rektor menjadi alasannya dirinya bungkam.
“Jika terlalu banyak seremoni Unand akan jauh tertinggal dari kampus lain. Sejarah panjang kampus ini selalu dikenang baik oleh orang banyak. Jangan sampai, akibat rektor ini diam tak bergerak mengambil kebijakan akan membuat sejarah buruk bagi Unand,” tuturnya.
Ia tidak menutup mata persoalan plagiat nyaris terjadi di semua kampus. Namun, untuk Unand diharapkan bisa menjadi pelajaran berharga. Apalagi katanya, ada dampak kepada program LPPM yang merugikan banyak pihak.
“Anggap saja tidak ada pengaruhnya, tapi program LPPM itu berkurang setelah kasus plagiat diusut oleh kampus. Sehingga merugikan banyak dosen sebenarnya. Cuma saja, dosen-dosen yang lain tidak mau bersuara. Padahal mereka butuh insentif itu, jangan bohong. Takut bersuara atau takut dengan kegaduhannya? Saya kira dua-duanya,” tambah sang dosen senior.
Sebelumnya, Sekretaris Universitas Aidinil Zetra, pada dasarnya poin pertama dan kedua membenarkan terjadinya plagiat dan oknum dosen telah menerima sanksi. Menariknya, pada poin ketiga sang Sekretaris membantah adanya pembatalan atau penghentian pencairan insentif dari LPPM.
Pemerhati hukum sosial Miranda Sofya SH mengatakan bahwa Unand saat ini sedang tertutup tak menerima kritik. “Saya menyakini bahwa Unand memiliki pakar hukum pers yang perlu memberikan ilmunya kepada pejabat-pejabat Unand seperti rektor dan sekretarisnya. Itu yang pejabat-pejabat Unand tidak mengetahuinya,” ujar Miranda saat dimintai keterangannya dari Kota Pahlawan Surabaya, Kamis 25 13 Februari 2025.
Menurutnya, peristiwa demi peristiwa yang terjadi di Unand menandakan bahwa Rektor Unand Efa Yonnedi dan Unand secara institusi tidak terbuka dengan kritik. Unand adalah kampus tertua diluar pulau Jawa dengan record yang sangat bagus sebenarnya. Tapi saat ini, katanya, jauh tertinggal secara birokrasi pendidikan.
“Rektor harus memahami bahwa kritikan persoalan plagiat dan klaim-klaim hak cipta itu untuk kemajuan Unand sendiri. Tapi Unand tidak berhasil membuat sebuah keadilan dalam memutuskan sebuah peristiwa. Pimpinan seharusnya teliti dan tidak mendengar satu pihak saja, bisa jadikan itu dugaan,” katanya.
Lantas sampai kapan Rektor Efa Yonnedi diam ? Sangat jauh berbeda dengan rektor-rektor sebelumnya, seperti Werry Darta Taifur dan Tafdil Husni kendati sama-sama dari Fakultas Ekonomi, Yuliandri yang juga sangat terbuka saat memimpin Unand. Biarkan waktu yang menjawab ! (Tim)