EKSPRESNEWS – Telah lebih dari satu bulan sejak Kabupaten Kepulauan Mentawai menetapkan Kepala Daerah terpilih, Rinto Wardana Samaloisa sesuai putusan MK 5 Februari 2025. Forum Mahasiswa Mentawai Sumatera Barat (Formma Sumbar) berkesempatan untuk bertemu dan berdiskusi dengan bupati tersebut pada Kamis 13 Maret 2025 di Kota Padang.
Mereka membahas bagaimana pemerintahan semestinya bekerja untuk rakyat Mentawai, mulai dari aspek lingkungan, perekonomian, hingga politik pemerintahan. Berikut adalah uraian singkat mengenai isi diskusi tersebut, yang didapat Ekspresnews dari wawancara dengan anggota Formma dan video singkat pertemuan Formma dengan bupati Mentawai terpilih.
Menolak Wacana Sawit di Mentawai, Maksimalkan Potensi Alam Lokal dan Pariwisata
Mahasiswa Mentawai yang tergabung dalam Formma Sumbar menolak wacana masuknya perusahaan sawit karena beberapa alasan. Pertama, pembukaan lahan sawit dalam skala besar pastinya menggunduli dan mengurangi area hutan, yang umum disebut sebagai deforestasi.
Lalu deforestasi besar-besaran bisa meningkatkan risiko bencana alam berupa banjir. Belum lagi ancaman terhadap ruang hidup dan kebudayaan masyarakat adat serta konflik sosial yang mungkin menyertainya. “Menghilangkan hutan di Mentawai sama saja dengan menghilangkan kebudayaannya,” ungkap Kanapui Samaurau, Wakil Bidang Kemahasiswaan Formma Sumbar.
Sebagai solusi alternatif bagi pengembangan ekonomi, mahasiswa Mentawai menyarankan pengembangan nilai jual atas produk-produk dari hasil sumber daya alam (SDA) Mentawai seperti pisang dan kelapa. Menurutnya hasil-hasil alam tersebut sudah lama ada di Mentawai, sehingga pemanfaatannya di bidang ekonomi akan lebih baik dan tidak merusak keberadaan hutan.
“Tentunya juga wisata alam, jika dikembangkan dengan lebih berorientasi pada kemandirian masyarakat lokal semestinya sudah cukup sebagai salah satu penopang perekonomian di Mentawai,” lanjutnya.
Ia berharap industri pariwisata lebih banyak memberi kemandirian dan kesejahteraan bagi warga lokal. Menurutnya, jangan sampai keuntungan bisnis pariwisata lebih dikuasai orang asing, sementara warga Mentawai hanya mendapatkan rasa lelah dan upah yang tifak sebanding dengan potensi alam yang telah dinikmati publik mancanegara.
Menolak ‘Bisnis Jabatan’ di Lingkup Pemkab
Ketua Formma Markolinus Sagulu menyampaikan, mahasiswa dan rakyat Mentawai berharap bupati benar-benar mewujudkan pernyataan publiknya untuk “tolak bentuk bisnis jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mentawai”.
“Kami tentu mendukung pernyataan tersebut dan semoga bupati benar-benar mewujudkannya melalui sikap dam tindakan nyata, supaya netralitas yang semestinya terwujud di lingkup Pemkab, ini jelas akan kami kawal,” tegas pemuda yang akrab dipanggil Marko.
Selain itu, Formma juga menolak bentuk-bentuk politik transaksional yang hanya menguntungkan segelintir pihak alih-alih rakyat banyak. Contohnya antara lain penunjukkan pejabat atau pemegang posisi strategis yang hanya mempertimbangkan titipan partai politik pengusung atau tim sukses bupati.
Menambah Jumlah dan Efektivtas Anggaran Kesehatan dan Aksi Sosial
Berdasarkan pengakuan Marko dan para anggota Formma serta pantauan Ekspresnews di sekretariat organisasi tersebut, masyarakat Mentawai yang punya keperluan penting di Padang sering menggunakan sekretariat Formma sebagai rumah singgah. Alasan masyarakat Mentawai menginap di Padang beragam, mulai dari urusan pengobatan dan kesehatan hingga urusan birokrasi pemerintahan.
Terkait hal ini, anggota Formma mengharapkan Pemerintah Mentawai dalam kepemimpinan bupati baru lebih memperhatikan kondisi tersebut dengan program nyata, misalnya penyediaan rumah singgah yang lebih layak bagi warga Mentawai.
Terkhusus untuk urusan kesehatan, sejak beberapa tahun lalu mahasiswa dan rakyat Mentawai menyuarakan kebutuhan akan adanya ambulans laut. Kanapui Samaurau sebagai anggota Formma mengakui pihaknya telah membicarakan kebutuhan tersebut dengan bupati terpilih.
“Pemenuhan kebutuhan ini bisa dengan menyediakan kuota khusus untuk pasien pengobatan di kapal-kapal penyeberangan Mentawai-Padang, atau bisa juga dengan menyediakan speedboat atau kapal cepat yang memang khusus untuk mengantarkan pasien yang hendak berobat ke Padang,” jelas pemuda yang kerap dipanggil Kana.
Kekhawatiran: RTRW Sumbar Belum Memfasilitasi Masyarakat Adat Mentawai
Formma Sumbar terlibat dalam aksi menolak pengesahan Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Sumbar pada Senin, 17 Maret 2025. Berdasarkan kajian aksi tersebut, mahasiswa dan rakyat Mentawai menyatakan ranperda RTRW Sumbar belum mengakui eksistensi masyarakat adat Mentawai. Sebagai informasi, kawasan hutan adat yang disebut dalam Ranperda RTRW Sumbar hanya mencakup wilayah Kabupateb Dharmasraya seluas 35 hektar, tercantum pada pasal 39.
“Kepemilikan hutan secara komunal (bersama, red.) sama prinsipnya dengan hutan adat. Namun selama ini mengalami masalah dalam hal pengakuan pengakuan karena pemerintah pusat menunjuk sebagian hutan sebagai kawasan konservasi dan sebagiannya lagi kawasan hutan produksi, sehingga minim kawasan untuk dimanfaatkan masyarakat adat,” papar Ketua Formma, Marko.
Menurutnya, masyarakat Mentawai sering menjadi korban dari aktivitas industri yang bertujuan mengeksploitasi hasil kayu dari hutan. Berdasarkan regulasi, kawasan Mentawai menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Marko dan rakyat Mentawai mengkhawatirkan pengembangan ekonomi di Mentawai tanpa pengakuan yang pasti terhadap hak masyarakat adat dan lokal Mentawai justru akan meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi di Mentawai. (DB)