Banyak proyek-proyek yang didanai dari utang Negara melalui pinjaman Bank Dunia (World Bank) seperti lima paket WINRIP di Sumbar tidak ada asas manfaatnya, cenderung memperkaya segelintir kelompok kecil orang, dan terkesan tidak ada control. Untuk siapakah sebenarnya asas manfaat proyek WINRIB yang menghabiskan uang ratusan miliar rupiah dari pinjaman Bank Dunia ini ?
EkspresNews.com – Pertanyaan di atas, biarlah sejarah saja kelak yang akan memberi jawabannya. Tapi, yang jelas, banyak proyek-proyek yang bersumber dari utang Negara melalui pinjaman Bank Dunia (World Bank) rata-rata design strategi-nya terkesan membuat pembangkrutan sebuah Negara. Ilustrasinya dapat terlihat dari lima paket proyek WINRIP di Sumbar yang terindikasi bermasalah karena lemahnya control dari pemilik proyek baik dari Kepala BPJN III Sumbar-Bengkulu, Sutker, maupun PPK. Bahkan ke lima paket proyek WINRIP yang telah menghabiskan dana ratusan miliar ini tidak bakal selesai pada tahun ini. Kalaupun itu dipaksakan juga untuk selesai, pekerjaannya banyak yang menimbulkan masalah karena pekerjaan dipaksakan dengan mengabaikan mutu.
Satu dari lima paket proyek WINRIP yang diduga bermasalah itu adalah, Paket Ruas Lubuk Alung-Kuraitaji yang dikerjakan oleh PT MULTI STRUCTURE. Bayangkan saja, rencana fisik yang sudah ditetapkan 42,27 % sementara realisasi fisik hanya 23,69 %, deviasi 18,58 %. Artinya, untuk mencapai 50 % saja masih minus 19 %. Yang menjadi pertanyaan kita sekarang, mungkinkah PT MULTI STRUCTURE sebagai kontraktor pelaksana akan dapat menyelesaikan pekerjaan ini sesuai dengan masa pelaksanaan dalam kontrak yang disepakati 486 kalender, tepatnya 31 Desember 2017.
Jawaban dari pertanyaan yang sangat sederhana di atas adalah, pasti tidak akan siap. Tapi, yang jelas, berdasarkan pengamatan di lapangan, Rabu (16/8) siang, pelaksanaan pekerjaan terindikasi telah menyimpang dari spek yang ditetapkan. Pondasi bahu jalan terlihat nyaris roboh akibat pekerjaan yang terkesan asal jadi. Pondasi bahu jalan di sebelah kiri di Toboh Suntuak tidak bias menahan beban timbunan untuk bahu jalan. Pekerjaan dinding bahu jalan terindikasi tidak pakai pondasi (poporan) sebagaimana yang diatur dalam bestek.
Indikasi permainan lainnya dalam pelaksanaan pekerjaan WINRIP Ruas Lubuk Alung-Kuraitaji yang dikerjakan oleh PT MULTI STRUCTURE terlihat banyak titik yang belum dilaksanakan lebih kurang dari 500 meter dari titik nol (Simpang Tugu Ikan). Akibat pekerjaan dikerjakan separoh-separoh oleh PT MULTI STRUCTURE ini, jalan menjadi macet. Ironisnya lagi, material juga terlihat bercampur dengan tanah. Dasar tanah waktu penggalian belum sampai ke tanah keras, dampaknya akan terjadi pengelembungan bahu jalan jika diaspal nantinya. Ke dalaman galian pondasi terindikasi juga dimainkan, artinya dilaksanakan tidak sesuai dengan ke dalaman yang ada di bestek. Inilah untung yang jelas saja dari kontraktor.
Besi diduga kuat ukurannya juga tidak sesuai dengan spek, bahkan ironisnya lagi besi pengikat begol untuk precast beton saluran sebagian ada yang diikat dan sebagian lagi ada yang tidak diikat. Ini akan mengakibatkan kekuatan beton precast berkurang. Seharusnya, secara logika yang paling sederhana, memakai precast pabrikan. Beton yang dicetak sendiri banyak yang retak dan pecah-pecah. Yang menyedihkan kita lagi sebagai pembayar pajak, pondasi bahu jalan sebagian banyak yang pecah-pecah dan retak akibat pola pekerjaan yang tidak sesuai spek. Adukan semen terlihat banyak pasirnya, dan material pasir lebih dominan tanah dari pada pasirnya. Ini permainan pelaksanaan pekerjaan.
Dengan telanjang kita melihat, realisasi fisik yang hanya 23,69 % dari rencana fisik yang telah ditetapkan 42,27 % itu merupakan inefisiensi dalam pelaksanaan proyek WINRIP Ruas Lubuk Alung-Kuraitaji ini. Inefisiensi ini potensial menimbulkan kerugian keuangan Negara. Karena itu, agar tidak berlarut-larut tindakan preventif harus dilakukan untuk mencegah kerugian Negara yang lebih besar.
Di penghujung malam yang menggigit, kita bertanya dalam diam pada diri sendiri, mengapa indikasi permainan dalam pelaksanaan proyek WINRIP Ruas Lubuk Alung-Kuraitaji yang dilaksanakan oleh PT MULTI STRUCTURE dan tidak tercapainya rencana fisik yang mana untuk mencapai 50 % saja masih minus 19 % ini bisa terjadi ? Jawaban sederhananya bisa karena PT MULTI STRUKTURE bekerja tidak profesional, dan bisa juga karena control yang lemah dari Kepala BPJN III Sumbar-Bengkulu, Sutker, dan PPK. That question any more, kenapa control dari PBJN III Sumbar-Bengkulu bisa menjadi lemah ? Jawabnya, bisa jadi karena ada perselingkuhan antara penanggung jawab proyek dengan PT MULTI STRUCTURE. Karena itu, kita berharap KPK melakukan penyelidikan terhadap paket proyek WINRIP Lubuk Alung-Kuraitaji ini. Kita tidak ingin proyek WINRIP ini hanya memperkaya segelintir kelompok saja. (Harianof)