EkspresNews.com – ADVOKAT & Aktivis Anti Korupsi yang juga tercatat sebagai pendiri Badan Anti Korupsi (BAKO) jauh sebelum ICW berdiri, Ardyan SH MH, melihat, perencanaan 5 paket WINRIP di Sumbar ini belum konfrehensif, belum ada sinkronisasi antar lembaga, antar bidang dalam perencanaan sebuah pembangunan. Dalam hal ini selalu muncul timpang tindih pekerjaan yang berdampak kepada pemborosan keuangan Negara. “Seharusnya setiap pembangunan terlebih dahulu dikoordinasikan dengan seluruh instansi dan badan terkait,” ujar Ardyan SH MH dalam sebuah wawancara dengan Indonesia Raya, Rabu (16/8) siang, di Padang.
Dalam hal ini, kata Ardyan lebih jauh dan serius, misalnya pembangunan drainase WINRIP Ruas Lubuk Alung-Kuraitaji, Ruas Lubuk Alung-Sicincin, itu terlihat tidak sinkronnya antara rencana perluasan jalan Lubuk Alung-Pariaman, dan Lubuk Alung-Sicincin dengan pekerjaan drainase WINRIP. Jika seumpama karena padatnya pengguna jalan, katanya lagi, maka otomatis yang akan direncanakan oleh pemerintah adalah perluasan jalan. Jika perluasan jalan itu ternyata nantinya berada di atas drainase WINRIP, tentu akan menjadi mubazir.
“Bagaiamana pun dampak dari perluasan jalan tentunya akan mempertimbangkan struktur pondasi dari jalan itu sendiri. Itu artinya, tidak mungkin membangun jalan di cor-an drainase WINRIP ini. Dikhawatirkan ketika proyek pelebaran jalan nantinya direalisasikan, maka drainase WINRIP ini akan ditimbun dan dipindahkan ke pinggir jalan yang baru,” ujarnya.
Dikatakan Ardyan, disinilah terlihat adanya dampak dari ketidak adaannya koordinasi antara perecana pembangunan jalan dengan pembangunan drainase WINRIP milik BPJN III Sumbar-Bengkulu ini. Yang kita khawatirkan nantinya, katanya lagi, apa bila benar drainase WINRIP yang bersumber dari pinjaman Bank Dunia (Wolrd Bank) ini akan ditutup karena pelebaran jalan, maka terjadilah pemubaziran.
“Setiap pekerjaan sebuah proyek dalam peraturan presiden mengenai pengadaan barang dan jasa selalu diikuti dengan adanya konsultan pengawas, dan secara melekat juga menjadi tanggung jawab dari SUTKER dan BPK. Jika tampak pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan bestek, seharusnya pengawas mempertanyakan hal tersebut kepada kontraktor pelaksana. Ini tugas utama dari pengawas,” kata Pendiri Badan Anti Korupsi (BAKO) itu.
Apa bila pengawas, katanya lagi, tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan baik oleh peraturan perundang-undangan maupun oleh kontrak kerja, maka patut dipertanyakan keprofesionalan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa menjustifikasi adanya kolusi antara kontraktor pelaksana PT MULTI STRUCTURE dengan pengawas, katanya, hal ini sudah sering terjadi bahkan sudah banyak yang diperkarakan baik dalam tindak pidana korupsi maupun tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara.
“Jalan ke luarnya, kita mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif melakukan pengawasan terhadap proyek-proyek WINRIP yang didanai dari pinjaman Bank Dunia baik secara maupun tidak langsung akan bersinggungan dengannya,” ujar Advokat & Aktivis Anti Korupsi itu mengakhiri. (Harianof)