Terjerat OTT, Diduga Lakukan Pungli Kepala SMKN2 Kota Solok Jadi Tersangka

EkspresNews.com – Diduga melakukan pungli Kepala Sekolah SMKN 2 Kota Solok AH (57) ditangkap petugas atas dugaan pungutan liar terhadap siswa sekolah tersebut. Meskipun tersangka belum ditahan namun penangkapan pelaku dilakukan secara Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Kepolisian Resort (Polres) Solok Kota melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di SMKN 2 Kota Solok, Jumat (24/8) lalu. Dalam OTT tersebut, Tim Saber Pungli menyita uang tunai senilai Rp 219.338.523. Demikian diungkapkan Kapolres Solok Kota AKBP Doni Setiawan, SLK,MH dalam gelaran press release terhadap pengungkapan kasus ini di Mapolres Solok Kota, Rabu (5/9).

Dalam jumpa tersebut hadir Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan Dt Pandeka Rajo Mudo, Wakil Walikota Solok Reinier Dt Intan Batuah, Ketua Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang juga Wakapolres Solok Kota Kompol Sumintak, Kasat Reskrim AKP Zamri Elfino dan seluruh Kapolsek di jararan Polres Solok Kota.

Dalam konferensi pers tersebut, Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan menjelaskan OTT dilaksanakan atas banyaknya keluhan dari orang tua siswa yang merasa keberatan atas iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa di SMKN 2 Solok. Yakni sebesar Rp 1.920.000 pertahun atau Rp 160.000 perbulan kepada siswa yang dianggap mampu, dan sebesar Rp 1.200.000 pertahun atau Rp. 100.000 bulan kepada siswa yang dianggap kurang mampu.

“Iuran pendidikan ini ternyata bersifat wajib dan dijadikan sebagai syarat untuk mengambil Surat Keterangan Lulus/SKL (ijazah sementara) bagi siswa kelas XII. Jika iuran tersebut tidak dilunasi makan siswa tidak dapat mengikuti Ujian Nasional dan tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Lulus,” ujarnya.

Kapolres Solok AKBP Dony Setiawan menyebutkan, AH (57) ditangkap tangan pada Jumat (24/8) lalu, saat dua orang korban OY membayar secara langsung sebanyak Rp. 1.200.000 dan IR membayar uang iuran sekolah 1.920.000 melalui rekening dan menyerahkan bukti transfer,” kata Kapolres Solok Kota saat memberikan keterangan Persnya.

Dia menyebutkan, tindakan tersebut menurut Kopolres masuk dalam kategori Pungli, karena pungutan tersebut diminta tanpa persetujuan orang tua murid. Tersangka memungut kepada siswa dengan kategori yang mampu Rp 160 ribu perbulan setahun mencapai 1.920.000. Sementara siswa yang kurang mampu dikenai pungutan Rp 100 perbulan atau Rp 1,2 juta setahun. AH juga menahan ijazah dan surat keterangan lulus siswa bagi yang belum melunasi.

Atas tindakan yang dilakukan pihak sekolah membuat orang tua murid merasa keberatan dan membuat laporan pengaduan. Total pungutan mencapai Rp911,3 juta, uang tersebut digunakan oleh pihak sekolah untuk membayar tunjungan Kepsek dan pegawai laiinnya sebanyak 692,3 juta. “Dan kita amankan sebesar Rp. 219 juta,” cetus kopolres.

Lalu, Barang bukti lainnya rekening Bank atas nama Komite Sekolah, buku kas peminjaman uang dan uang tunai Rp219 juta. Petugas polisi yang memperoleh keluhan dari orang tua, langsung menindaklanjuti dan juga memeriksa 15 orang tua lainnya yang anaknya telah lulus dari sekolah tersebut.

Modus yang dilakukan tersangka, yaitu iuaran seolah-olah ditetapkan sebagai hasil rapat komite. Padahal rapat yang dilakukan Februari 2018, tapi iuaran dimulai sejak Juli 2017. Menurutnya, iuaran pendidikan itu dijadikan syarat untuk boleh ikut ujian nasional, yang belum membayar siswa disuruh membuat surat pengakuan utang.

Tersangka AH mengaku bahwa dia meminta iuaran perbulan dari siswa untuk mendukung proses belajar mengajar sesuai Pergub yang beredar beberapa waktu yang lalu. “Padahal dalam peraturan disebutkan masyarakat boleh berpartisipasi untuk mendukung dengan sumbangan suka rela. Tersangka akan dijerat dengan Pasal 12 huruf e dengan hukuman minimal satu hingga lima tahun,” tutu Dony.

Kronologis penangkapan, Dony menjelaskan bahwa OTT dilaksanakan saat ada dua orang siswa yang membayar langsung kepada guru secara tunai. Selain itu, pembayaran juga dilakukan transfer pembayaran ke rekening komite sekolah. Pada pemeriksaan, ditemukan bahwa total pungutan pendidikan yang telah diterima oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp 911.342.279. Dari total pungutan ini, yang sudah digunakan oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp. 692.003.756,- dan yang belum digunakan adalah sebesar Rp 219.338.523.

“Pungutan tersebut berasal dari total 890 orang siswa kelas X, XI dan XII yang dibagi menjadi kategori mampu sebanyak 660 orang dan yang tidak mampu tapi tetap dikenakan pungutan meski dikurangi jumlahnya yaitu sebanyak 217 orang,” ungkap Dony.

Ditetapkan dalam rapat komite seolah-olah sudah disepakati oleh orang tua/wali murid. Padahal komplain dari orang tua pada saat rapat diabaikan, tidak semua orang tua murid hadir dan komunikasi dalam rapat cenderung satu arah serta tidak ditemukan keterangan atau bukti yang menunjukkan kesukarelaan dari orang tua murid bahkan saat dilakukan pemeriksaan, orang tua murid semuanya merasa keberatan.

Seolah-olah untuk mendukung program sekolah padahal digunakan juga untuk pribadi, misalnya ada penambahan honor untuk Kepala Sekolah sebanyak Rp.1.250.000,-/bulan, Wakil Kepsek Rp.900.000,-/bulan dan guru-guru lainnya.

Berlindung pada Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 31 Tahun 2018 Tanggal 5 Juni 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, yang memperbolehkan komite sekolah untuk menggalang dana dalam bentuk sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali peserta didik, tetapi mengabaikan batasan-batasan bahwa sumbangan sifatnya sukarela dan tidak mengikat atau tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik.

Dony menguraikan bahwa dalam Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah sudah sangat jelas diatur perbedaan antara bantuan pendidikan, sumbangan pendidikan dan pungutan pendidikan. Iuran pendidikan atau apapun istilahnya akan masuk dalam kategori pungutan pendidikan bila bersifat wajib dan mengikat serta jumlah dan waktunya ditentukan.

“Sifat “wajib” terlihat dari ditetapkannya pungutan pendidikan ini bagi seluruh siswa kelas X, XI dan XII. Siswa atau orang tua tidak diperbolehkan membayar secara sukarela, bahkan bagi orang tua yang tidak membayar maka akan dipanggil oleh pihak sekolah lalu diminta untuk membuat Surat Pengakuan Hutang.

Kemudian kategori “mengikat” terlihat dari dikaitkannya pungutan ini dengan persyaratan akademis dimana siswa kelas XII yang belum membayar iuran baik sebagian maupun secara keseluruhan (12 bulan). Tidak dapat mendapatkan nomor ujian akhir dan Surat Keterangan Lulus (SKL) sebagai pengganti ijazah,” ujarnya

Kemudian di kategori “jumlah” dan “waktu” ditentukan, juga terlihat jelas bahwa pungutan ditetapkan pada rapat komite tanggal 5 s/d 7 Februari 2018 dan diberlakukan mundur selama 12 bulan (Juli 2017 s/d Juni 2018), dan paling lambat dibayar setiap tanggal 10 tiap-tap bulannya. Bagi siswa yang mampu dikenakan sebesar Rp.160.000 perbulan atau Rp 1.920.000 pertahun sedangkan yang tidak mampu dikenakan pungutan sebesar Rp.100.000 perbulan atau Rp 1.200.000 pertahun.

Dari hasil pemeriksaan, bendahara komite, guru, honor dan komite sekolah menyatakan bahwa penetapan pungutan pendidikan tersebut merupakan kebijakan kepala sekolah dan penggunaannya juga harus atas perintah kepala sekolah, sehingga penyidik mentetapkan kepala sekolah SMKN 2 Kota Solok Abdul Hadi (57) sebagai tersangka.

“Tersangka tidak ditahan. Proses penyidikan berlangsung panjang. Kita tidak mau penyidikan ini dibatasi oleh masa penahanan. Pasal yang dilanggar adalah pasal 12 huruf e Undang-undang tindak pidana pemberantasan tindakan korupsi dengan ancaman hukuman 1 sampai 5 tahun penjara,” beber Dony.

Sementara itu, Wakil Walikota Solok, Reinier Dt Intan Batuah yang juga ikut dalam konferensi pers di Polres Solok Kota menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan pendidikan ini.

Reinier mengatakan, Pihak Pemko Solok sebagai pembina komite sekolah menghimbau agar pihak sekolah dan komite sekolah yang selama ini salah dalam prosedur penggalangan dana kepada siswa atau orang tua siswa agar mengembalikan uang yang sudah diterima kepada orang tua siswa, memperbaiki mekanismenya agar bantuan yang diberikan kepada pihak sekolah sifatnya benar-benar sumbangan.

“Mengenai aturan memperbolehkan adanya sumbangan dari murid atau orang tua murid. Tapi sumbangan harus diberikan atas dasar sukarela dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlahnya, bebas mau memberi sumbangan berapa banyak, boleh menyumbang boleh juga tidak,” papar Wawako Sokok Reinier..(Roni).

 

 

 

This will close in 8 seconds