Soal Eksekusi Tanah di Tanah Sirah, Keadilan Nyaris Tak Ada

Tanah yang berperkara itu bukan tanah saya, tapi tanah yang berbatas sepadan dengan tanah saya. Kenapa tanah saya yang dieksekusi oleh pengadilan. Ini sama saja dengan merampas dan mengambil tanah kami.

EkspresNews.com – Nasrul, pria tua berusia 73 tahun, mencari keadilan bersama kemenakannya, Armidas. Pemilik sah tanah yang telah memiliki keputusan tetap dengan nomor perkara 52/1969/Pdg tanggal 3 Februari 1971 silam. “Namun tanah kami dieksekusi saja tanpa ada pembatalan putusan yang telah inkrah dan putusan itu masih berlaku sampai sekarang,” ujar Nasrul kepada Indonesia Raya, Senin 20 Maret 2017 di Padang.

Dikatakan Nasrul, bahwa di tanahnya yang telah dieksekusi tersebut pernah dilakukan pemeriksaan setempat perkara nomor 21/Pdt-G/2016/PN Pdg, yang dilaksanaka pada tanggal 9 Agustus 2016 oleh hakim ketua Sutejo SH MH, hakim anggota Sri Hartati SH MH dan Yose Ana Roslinda SH MH, serta panitera pengganti Musinah SH.

Pada saat itu, lebih lanjut disampaikan Nasrul, bahwa telah dibuatkan sket gambar objek perkara atau tanah kaum H Nawar dengan batas barat dengan tanah kaum H Muslim, sebelah timur dengan tanah kaum Muis, sebelah utara perumahan Astek dan Wisma Indah VII, dan sebelah selatan berbatasan dengan tanah kaum Johari, Syofyan Jidin, Safri Uyun.

“Selanjutnya objek perkara nomor 107/Pdt-G/2003/PN Pdg, adalah tanah yang di pagang gadaikan pada tanggal 9 November 1946, yaitu 96 piring sawah dan 5 bidang tanah gurun. Semua bukti-bukti saya punya, bahkan surat pagang gadai tahun 1946 itu masih saya simpan sehingga akan memperkuat bahwa tanah yang dieksekusi tersebut adalah milik kaum kami, ditambah lagi dengan pendirian Masjid Baitul Mu’minin pada tahun 1981 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud dan jalan manunggal yang melintasi tanah kaum kami adalah tanah wakaf dari kaum kami, kenapa tidak diperkarakan waktu itu,” ungkap Nasrul.

Bahkan, menurut Nasrul, dengan adanya bukti fisik berupa pandam pakuburan kaum di tanahnya sangat kuat bahwa tanah tersebut adalah milik kaumnya. “Disana telah dikubur anggota kaum kami sejak lama, itu adalah bukti nalar dan bukti logika bahwa tanah itu milik kami, siapa pula dia yang mengguggat tanah kami,” tambahnya.

Sementara itu, Armidas menjelaskan bahwa putusan ini adalah putusan yang tidak adil karena kaumnya memiliki kekuatan hukum atas tanah tersebut. Vonis inkrah lebih 45 tahun silam, yaitu putusan perkara nomor 52/1969/Pdg tanggal 3 Februari 1971. “Tanahnya adalah objek perkara sekarang dan putusan ini tidak digugat oleh Zainuddin Husien Dt Rajo Lenggang Cs selaku tergugat A, ditambah lagi si Hakim yang terhormat tidak memedomaninya. Sehingga seharusnya putusan perkara nomor 107/Pdt-G/2003/PN Pdg adalah putusan yang tidak bisa dieksekusi,” jelas Armidas saat bertandang ke redaksi Indonesia Raya.

Armidas yang saat ini berusia 62 tahun, mengatakan bahwa didalam tanahnya tersebut ada tower telekomunikasi yang berdiri dengan sistem sewa lahan. Armidas memiliki bukti sewa menyewa tower tersebut selama 10 tahun sejak tahun 2008. “Iya, sewanya habis ditahun 2018 nanti, pihak provider telekomunikasi itu menyewa dengan kaum kami, kalau tanah ini adalah milik mereka, kenapa tidak mereka permasalahkan sewaktu pihak provider menyewa, kan lucu,” tambahnya.

Armidas berharap ada titik terang persoalan tanah ini. Ia berharap kepada pihak-pihak yang bisa membantu seperti Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, DPR, Komnas HAM bisa membantu. “Demi tegakknya keadilan, mohon kami dibantu, sudah lebih 2 tahun kami teraniaya, kami cuma rakyat kecil, rumah-rumah kami dirobohkan, tempat mencari makan bagi kami telah dirampas. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya sendu.

Lebih lanjut dikatakan Armidas bahwa dirinya sampai saat ini masih memegang bukti surat tahun 1929 dengan tulisan Arab Melayu. Surat tersebut sudah dialihkan ke bahasa Indonesia. “Saya pegang bukti itu, tidak ada lagi sebenarnya celah untuk orang lain agar mengaku-ngaku bahwa tanah ini milik dia. Walau mereka menang di tingkat Mahkamah Agung, perlu juga diingat bahwa Mahkamah Allah nantinya lebih berarti,” tandasnya.

Lahan tersebut berada di Tanah Sirah, Kelurahan Kalumbuk, Kecamatan Kuranji. Eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan berlangsung pada Kamis 2 Oktober 2014 silam, namun dari 7,3 hektare lahan yang ada hanya 5,4 hektare yang dilakukan eksekusi pada waktu itu. Sementara itu, pihak Zainuddin Husien Dt Rajo Lenggang untuk upaya konfirmasi, sampai berita ini naik cetak tidak dapat dihubungi. (Abdi)