EkspresNews.com – Pertemuan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) se-Kecamatan Batipuh Selatan bertajuk penyelamatan hutan dan danau Singkarak sebagai identitas masyarakat hukum adat salingka danau sukses digelar pada Senin (2/4). Kegiatan yang diinisiasi dari keresahan terkait keseimbangan ekosistem ini mampu membuka pemikiran pengambil kebijakan dari rekomendasi dan aspirasi yang disampaikan petani. Para peserta yang terdiri dari petani satu kecamatan ini tegas mengatakan bahwa hutan penting bagi petani, pada saat hutan rusak maka akan berdampak pada keseimbangan ekosistem seperti air untuk lahan pertanian, yang tentu akan mengganggu aktifitas harian dan perekonomian masyarakat. Sarasehan ini juga menyuarakan peran petani dan nelayan dalam menjaga dan merawat hutan dan danau singkarak yang sangat signifikan.
Novizar Can Amalo Ketua Kelompok Tani Ulayat Lestari Nagari Guguak Malalo mengatakan Ekosistem Batipuh Selatan merupakan salah satu ekosistem yang terlengkap didunia, ada hutan, ladang, sawah, pemukiman dan dibawahnya ada danau singkarak, untuk menjaga dan merawat keseimbangan ekosistem tersebut dibutuhkan peranan dari petani dengan kearifan dalam mengelola lahan pertanian,mengelola sumber daya alam karena petani sejatinya berasal dari masyarakat hukum adat. Hutan dan Danau Singkarak adalah identitas kita masyarakat hukum adat Salingka Danau pada Luhak Nan Tuo ini,” tambah Can Amalo.
Sarasehan ini juga dihadiri oleh Perwakilan Anggota DPRD Kab. Tanah Datar, Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Pemda Tanah Datar, BPP Kec. Batipuh Selatan, Camat Batipuh Selatan, Pemerintahan Nagari se-Batipuh Selatan dan perwakilan kelompok tani yang ada di Batipuh Selatan. Kasmir Gindo Sutan, Ketua KTNA Batipuh Selatan, menyatakan “Sarasehan kali ini adalah yang pertama kali dilakukan dilapangan, saat ini petani yang menyampaikan dan menjadi narasumbernya, selanjutnya pemerintah daerah dan undangan yang menanggapi dan memberikan rekomendasi, dalam diskusi tadi, perwakilan pemerintah daerah meminta agar pelaksanaan sarasehan berikutnya dipercepat agar dapat menjadi masukan juga dalam musrembang kabupaten, sarasehan ini memfokuskan diskusi pada ekosistem Batipuh Selatan dan kaitannya dengan peningkatan kesejahteran petani” ujar Kasmir.
Selain permasalahan hutan, petani juga memaparkan kondisi Danau Singkarak yang saat ini sangat mengkhawatirkan, begitu banyak sampah, ikan bilih endemik singkarak sudah sangat langka, air danau tidak jernih lagi, tentu persoalan ini sangat penting disikapi oleh Pemerintah Daerah Kab. Tanah Datar.
Menanggapi permasalahan danau tersebut, Ir. Yulfiardi, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan, dalam sesi diskusi setelah makan bajamba menyampaikan bahwa saat ini ada sekitar 500an bagan yang tersebar di Danau Singkarak, “bagan-bagan, pemancingan yang menggunakan pestisida akan ditertibkan, dan bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan akan diganti, saat ini juga sudah dibentuk Tim Pengawasan danau, tapi memang belum berjalan, selanjutnya sedang disiapkan Rancangan Peraturan Daerah Kab. Tanah Datar tentang tata ruang dan zonasi Danau Singkarak, terakhir Pemda Tanah Datar meminta ada aturan ditingkat nagari terkait danau, akhir Yulfiardi.”
Sarasehan ditutup dengan penyerahan rekomendasi dan Surat Balasan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) kepada Masyarakat Hukum Adat Malalo Tigo Jurai terkait dengan penolakan Hutan Adat Malalo Tigo Jurai, kepada Anggota DPRD Kab, Tanah Datar Herman Sugiarto dan Dekminil. Surat KLHK tersebut pada intinya menyatakan bahwa Perda Kab. Tanah Datar No. 4 Tahun 2008 tentang Nagari tidak dapat dijadikan legal standing dalam pengusulan karena Perda tersebut bersifat umum. Diakhir sesi, Herman Sugiarto dan Dekminil, menyatakan bahwa akan menindaklanjuti pembuatan Ranperda pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Tanah Datar, karena ini terkait dengan identitas dan kepastian kelola Masyarakat Hukum Adat diatas Ulayatnya. (Relis/Sanfirst)