EkpresNews.com – Saya melihat, harusnya dengan adanya temuan perpajakan berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Built Operasional Transfer (BOT) Revitalisasi Pertokoan Pasar Raya Barat Padang Tahun 2005-2013 pada Pemko Padang tentang penunggakan pajak yang dilakukan oleh PT Cahaya Sumbar Raya (PT CSR) sebagai pengelola Sentral Pasar Raya (SPR), PPNS (penyidik pajak) dapat melakukan proses tindak pidana perpajakan. Apalagi saya melihat dari temuan BPK RI itu bukan hanya terjadi penunggakan pajak, tapi juga kehilangan kesempatan pemerintah pusat menerima PPh pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan minimal sebesar Rp 3 Milyar lebih. Pertanyaan sederhananya, kenapa kok kesempatan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2) pemerintah pusat bisa menjadi hilang ? Inilah misteri yang harus diungkapkan.
Oleh karena itu, menurut saya,BPK RI harus mengumumkan hasil temuan itu kepada aparat penegak hukum. Kalau seandainya terjadi ada kesalahan administrasi, maka pihak pemerintah setempat harus memperbaiki dalam rentang waktu 60 hari. Akan tetapi, jika seandainya itu tidak bisa diperbaiki secara administrasi, maka aparat penegak hukum akan memproses secara hukum. Sekalipun begitu, harusnya kalau ada indikasi pajak yang tidak disetorkan, maka PPNS (Penyidik Pajak) sudah dapat melakukan proses tindak pidana perpajakan.
Kalau kita melihat alur proses izin yang mana harusnya ketika proses izin belum dilakukan, tentu harus diselesaika terlebih dahulu administrasi maupun kewajiban-kewajiban termasuk membayar pajak. Kalau seandainya dugaan kasus seperti ini tidak ada penyetoran pajak, ini memungkinkan aparat penegak hukum mengembangkan kasus ini untuk melihat pihak-pihak mana saja yang terlibat. Tapi kalau seandainya ada indikasi korupsi, maka kejaksaan atau kepolisian sudah bisa untuk melakukan penyelidikan dalam kasus ini. Dasarnya temuan perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI.
Sekali lagi, seharusnya jaksa sudah dapat melakukan penyelidikan karena dasarnya sudah ada temuan perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI yang merugikan keuangan negara. Salah satu unsur korupsi itu tadi adalah merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, sekali lagi, ini sangat memungkinkan bagi kejaksaan untuk mengembangkan kasus ini guna melihat ada apa kok PPh pasal 4 bisa tidak disetorkan dan PPN bisa berkurangnya penerimaan negara dari PPN yang seharusnya disetorkan setiap penjualan.
Ke depan, agar tidak ada lagi temuan perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI, maka pengawasan dari pihak-pihak yang terkait khususnya petugas pajak harus ditingkatkan. Jadi tidak ada lagi penerimaan negara yang berkurang karena PPh pasal 4 ayat (2) tidak disetorkan, dan ada lagi berkurangnya penerimaan negara dari PPN yang seharusnya setiap penjualan harus disetorkan. Kalau ada oknum-oknum yang terlibat bermain-main dengan wajib pajak, maka instansi harus menindak tegas oknum-oknum tersebut dengan tidak pandang bulu.
Di samping itu, DPRD harus meminta klarifikasi kepada Pemko Padang berkaitan dengan temuan perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI ini. Kalau seandainya ada indikasi pengemplangan pajak, DPRD harus mendorong proses secara administrasi. Kalau seandainya proses secara administrasi tidak bisa, DPRD harus mendorong proses hukum dengan tetap mengawal kasus tersebut,” ujar Rianda Seprasia SH MH, Advokat & Aktivis Anti Korupsi, dalam sebuah wawancara dengan Indonesia Raya (Affiliasi EkspresNews), Kamis (21/7) pagi, di Padang.
(Harianof)