EkspresNews.com – Sebagai pelayanan publik baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), ataupun swasta harus mempertimbangkan kesehatan masyarakat yang berada di sekelilingnya.
Beberapa waktu lalu, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) melakukan peninjauan terhadap beberapa institusi pemerintah mengenai pengelolaan lingkungan atau penilaian kepatuhan terhadap lingkungan pada instansi tersebut. Hasilnya, ada beberapa instansi yang mendapat rapor merah dan hitam pada kategori pengelolaan limbah.
Penilaian tersebut dilakukan terhadap hotel, industri agro, rumah sakit. Di antaranya, PT Semen Padang, Rumah Sakit Semen Padang (SPH), Rumah Sakit Siti Rahmah, Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda, Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi, TP Ombilin Sawah Lunto, Hotel Basko, Pusako, Pangeran, dan lain-lainnya.
Bagi PT Semen Padang rapor merah tersebut didapatkan karena adanya tuntutan dari mantan pekerja pada institusi tersebut bahwa debunya merusak kesehatan dan mengenai rumahnya. Dalam tuntutan tersebut, penuntut menyatakan bahwa PT Semen Padang dengan sengaja membuka corongnya pada malam hari. Sehingga debu yang keluar lebih banyak dari biasanya.
Bahkan menurut data yang dimiliki oleh Indonesia Raya, dampak debu tersebut sudah menimbulkan korban jiwa dikawasan Ranah Cubadak Indarung, Padang. Penyengajaan pembukaan corong asap tersebut ditenggarai membawa debu yang berdampak tidak hanya pada rumah warga, namun juga pada jalan.
“Jalanan kami kalau hujan pasti licin karena terdampak debu itu, lebih parah lagi, sudah berbilang kendaraan roda dua yang terjatuh dan beberapa korban meninggal akibat jalanan yang licin,” ujar salah seorang warga Ranah Cubadak kepada Indonesia Raya, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa perkara tersebut sejatinya sudah ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yang menyatakan bahwa PT Semen Padang bertanggungjawab penuh atas masalah yang timbul akibat debu tersebut. Masyarakat meminta ganti rugi atas rumah mereka yang hancur. “Salah satunya atap ya, kami minta PT Semen Padang mengganti kerugian kami pada waktu itu,” tambahnya lebih jauh menceritakan.
Namun, masyarakat merasa heran, penilaian yang berikan oleh KLH juga menginstruksikan PT Semen Padang untuk memberikan ganti rugi, tapi pihak perusahaan meminta waktu tambah. “Padahal jeda waktu yang ada waktu itu sudah mencapai 4 bulanan,” tambahnya lagi.
Kendati demikian, PT Semen Padang menolak dan tidak mengakui kalau mereka dengan sengaja membuka corong asapnya. Perwakilan PT Semen Padang menyatakan bahwa membuka corong tersebut juga merugikan perusahaan. “Tidak mungkin PT Semen Padang melakukan itu. Karena akan merugikan perusahaan,” katanya.
Tidak hanya PT Semen Padang, tetapi juga Rumah Sakit Semen Padang (SPH). Akan tetapi, mereka mengatakan saat ini Rumah Sakit Semen Padang dalam mengelola limbah bekerja sama dengan biodeteknika. Sementara itu, katanya, sampai saat ini sedang mengurus izin terkait Tempat Pengolahan Sampah.
Selain itu, Rumah Sakit Siti Rahmah menyatakan bahwa mereka akan membangun tempat pengelolaan sampah baru setelah lebaran ini. Saat ini, terkait hal itu Rumah sakit tersebut sedang bekerja sama dengan pihak lain.
Mursidah (49) warga Muaro Lasak kepada Indonesia Raya mengatakan limbah hasil produksi hotel Pangeran memang butuh perhatian yang lebih, pasalnya aliran air yang mengarah ke pembuang tentu akan bermuara kembali ke laut dan akan menyebabkan polusi di laut.
Limbah tersebut dapat mengandung bahan yang bersifat racun dan berbahaya karena isinya mengandung anorganik atau organik yang bersifat racun. “Tentu berbahaya tidak hanya bagi organisme yang ada di air, bisa juga kepada manusia,” ujar ibu dua anak tersebut, Kamis (23/6) di Padang.
Menurutnya rata-rata hotel di Padang seperti itu semua, belum memiliki kesadaran atas limbah mereka sendiri. “Hotel Pangeran, Hotel Basko, Hotel Pusako sama saja. Seharusnya mereka belajar untuk mengembalikan air ke bumi untuk kelangsungan hidup, bukan untuk meracuni bumi,” terang alumni angkatan 98 Universitas Indonesia ini.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Sumetera Barat Marlis menyayangkan bahwa masih kurangnya antisipasi isntitusi tersebut dalam mengelola limbah.
Meski begitu, kata Marlis, tidak menampik adanya persoalan-persoalan dalam pengolahan limbah. Namun, kalau pihak tersebut tidak dapat menanganinya secara baik, maka pelaku bisa saja dipidanakan.
“Untuk mencegah itu, kita mengundang mereka. Berharap rapor merah tersebut dapat berubah menjadi biru. Sehingga kita terbebas dari persoalan-persoalan limbah itu,” tutur Marlis.
Di samping itu, Marlis juga mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti ke lapangan. Ia berkomitmen untuk mengawasi dan melihat perkembangannya. “Kita tidak bisa percaya saja dengan apa yang mereka katakan. Kita harus melihat langsung ke lapangan. Jadi tidak bisa percaya saja dengan informasi yang mereka katakan. Ini bisa saja, karena kita tidak punya data,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Marlis juga mengancam kalau pihak yang memiliki persoalan limbah tersebut tidak memperbaikinya, ia akan mengekspos ke masyarakat bahwa hal itu adalah sebuah sanksi sosial.
Hal itu terungkap dalam hearing Komisi IV DPRD Sumatera Barat bersama Bapedalda dan perwakilan hotel, industry agro, dan Rumah Sakit di kantor DPRD pada Senin (20/6) lalu. Dalam diskusi tersebut juga dihadiri oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
(Asra/Abdi)