Oleh: Lanyalla Mahmud Mattalitti (*)
EkspresNews.com – Saya perlu menjelaskan secara lebih mendalam dan komprehensif atas penyataan saya yang menyatakan saya menarik diri dan tidak mau terlibat dalam Kongres pemilihan komite eksekutif yang dihelat PSSI pada 2 November 2019 mendatang.
Bagi saya, PSSI saat ini dalam situasi krisis kepemimpinan. Oleh karenanya, FIFA/AFC datang ke Jakarta April lalu, dan memberikan rekomendasi road map bagi PSSI. Salah satunya kongres pemilihan dijadwalkan pada Januari 2020.
Januari 2020, ideal karena:
- Voter Kongres adalah hasil kompetisi 2019 yang akan selesai pada Desember nanti. Jika KLB 2 November 2019, maka PSSI menetapkan voter dari kompetisi 2018. Sangat naif, dan mengabaikan kondisi riil.
- Jika kongres di Januari 2020, maka program 2018 tuntas semuanya: kompetisi, pengembangan, termasuk keuangan tahunan. Sehingga cut-off kepengurusan sebelumnya menjadi jelas.
- PSSI, memiliki waktu yang cukup dan sangat ideal mempersiapkan pelaksanaan kongres. Termasuk anggota/voter juga diberi kesempatan memilih para calon yang juga punya waktu cukup untuk mengampanyekan visi-misinya. PSSI butuh new leader yang terpilih melalui proses yang sempurna.
Masalah dan potensi masalah yang dihadapi saat ini:
- PSSI pada 27 Juli 2019, Exco telah menetapkan kongres pemilihan menjadi KLB bukan di Januari 2020, tetapi maju di 2 November 2019. Melalui meeting yang saya pikir patut dipertanyakan. Apakah ada undangan yang sesuai statuta? Ingat, statuta, harus ada undangan 7 hari sebelumnya. Jika disebut sebagai emergency meeting, maka yang meeting harus Komite Emergency bukan Exco. Sehingga patut dipertanyakan. Apakah ada notulensinya? Hasil meeting tiba-tiba dimintakan persetujuan di kongres, lalu diumumkan.
- Apa yang terjadi kemudian? FIFA membalas inisiatif PSSI ini. Melalui surat resmi tanggal 7 Agustus 2019, FIFA meminta PSSI tetap mengikuti road map yang sudah disepakati, yaitu 25 Januari 2020.
- Tapi dengan semua alasannya. PSSI lalu berkeras, untuk tetap menggelar kongres di 2 November 2019. Misterius. FIFA pun “membiarkan” dan akan menerjunkan observer.
- Yang lebih mengundang pertanyaan, sampai saat ini member, voter belum menerima salinan yang sah, tentang Kode Pemilihan. Padahal merujuk ke pasal 2 ayat 5 Kode Pemilihan, yang intinya paling lambat 30 hari menjelang kongres pemilihan, salinan Kode Pemilihan yang sah harus sudah terkirim ke FIFA. Apakah ini sudah dilakukan? Coba dijawab pertanyaan ini. Termasuk tentu saja kepada member.
- Pemberitahuan secara terbuka tentang voter sampai saat ini belum diketahui. Sebagaimana statuta PSSI, KLB sekurangnya 30 hari sebelumnya terbit undangan kepada voter, tetapi yang ada PSSI menerbitkan undangan kepada Anggota PSSI. (voter adalah anggota, tetapi tidak semua anggota menjadi voter). Jadi secara legal dan administrasi ini bias disebut cacat.
- Inkonsisten. 2 Mei: Kongres 25 Januari 2020. 27 Juli: KLB 2 November 2019. Mengabaikan rekomendasi FIFA (atas kunjungan penting 10-11 April, menyikapi kondisi PSSI, krisis kepemimpinan).
- Integritas. Benarkah kandidat komite eksekutif yang lolos, benar-benar memenuhi persyaratan. Beranikah dilakukan uji publik secara terbuka? Keabsahan calon yang dipertanyakan itu artinya manipulatif. Terlebih, pantaskah para Exco yang ada sekarang maju kembali? Kredibilitas kalian sudah hilang. Kredibilitas dan integritas itu tegak di atas etika dan moral organisasi.
Sekarang beberapa calon menarik diri, memahami ada yang tidak beres dalam proses ini. PSSI berpotensi mengalami turbulensi lagi, untuk yang kesekian kalinya.
Semua harus mengambil keputusan untuk memproteksi sepakbola Indonesia. Jadwalkan kembali Kongres Pemilihan pada 25 Januari 2020.
(*) Mantan Ketua Umum PSSI