EkspresNews.com – The Second Great Depression, dunia mengalami krisis ekonomi serius yang berakibat tumbangnya negara besar di Eropa dan Amerika pada tahun 2008. Kondisi tersebut membawa Indonesia menjadi pusat perhatian dunia Internasional. Disinyalir, Indonesia akan menjadi poros perdagangan internasional berikutnya, artinya pusat ekonomi dunia akan berubah dari Barat menuju Timur.
Organisasi-organisasi Internasional kian santer mengadakan pertemuan, membahas bagaimana kelanjutan dan perkembangan perekonomian global. Respon pertama dari krisis yang terjadi tahun 2008 itu dengan diadakannya pertemuan G-20 di Washinton, artinya Indonesia memiliki peranan dalam perkembangan perekonomian dunia sebagai anggota.
Pada pertemuan 2008 tersebut dibahas mengenai solusi bagi perbaikan ekonomi dunia, saat itu Indonesia berpandangan bahwa negara-negara berkembang harus menjadi solusi dalam penanganan krisis global. Pertemuan G-20 tersebut menghasilkan skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur dalam rangka menolong krisis. Pasca pertemuan G-20 diadakan KTT APEC 2008 di Peru, dalam pertemuan ini membahas tindak lanjut dari hasil G-20, pembenahan regulasi dan pemberian paket stimulus serta kebijakan structural jangka panjang yang mendorong perdagangan bebas. KTT APEC 2009 menghasilkan Free Trade Area on the Asia-Pacific (FTAAP), perdagangan bebas Negara-negara Asia Pasifik. Hal ini sejalan dengan Declaration on ASEAN Economic Community Blueprint tahun 2007 yakni pedoman bagi Negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai Asean Economic Community 2015. Selanjutnya, KTT ASEAN 2010 di Hanoi Vietnam yang kemudian menghasilkan Master Plan on Asean Connectivity yakni dokumen serta rencana aksi 2011-2015 guna menghubungkan ASEAN melalui pembangunan infrastruktur fisik, konektivitas institusional dan konektivitas orang.
MEMBACA WACANA MP3EI
Lampiran Perpres No. 37 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Dengan kekayaan sumber daya alam, jumlah penduduk yang besar dan produktif, serta akses yang strategis ke jaringan mobilitas global, Indonesia mempunyai aset dan akses yang mendukung terwujudnya bangsa ini sebagai kekuatan yang diperhitungkan dalam pergaulan antara bangsa. Perspektif ini didukung oleh banyak lembaga internasional dan oleh karenanya kita harus mampu membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa Indonesia memang layak dan berkemampuan untuk menjadi big player dalam perekonomian global. Artinya, MP3EI jadi modal utama, model pembangunan besar-besaran dengan akses pendanaan asing yang besar.
Sebuah Pertarungan & Pertaruhan Dibalik MP3EI
MP3EI bukan hanya pembangunan infrastruktur besar-besaran, bukan sekedar masterplan perluasan dan percepatan ekonomi Indonesia. Ada pertarungan besar dalam megaproyek ini. Ibarat sebuah pertaruhan, pertama, jika proyek ini berjalan lancar maka investasi besar-besaran akan bergelontoran, masyarakat Indonesia sudah siap memasuki babak baru, babak persaingan global, dengan harapan pertumbuhan ekonomi akan mengeliat dan menguat. Kemungkinan kedua, proyek ini berjalan lancar, investasi besar-besaran masuk, tapi masyarakat Indonesia tidak siap untuk bersaing dipasar bebas, maka kita bersiap memasuki babak penjajahan pelaku pasar secara massif.
Kemungkinan ketiga, proyek ini gagal, investasi enggan untuk masuk, serta masyarakat Indonesia dipaksa (tidak siap) untuk bersaing dipasar bebas, maka kita bersiap memasuki babak krisis berkepanjangan, karena hutang berlipat ganda akibat pembiayaan asing yang tidak tepat guna. Kemungkinan keempat, proyek dipaksa berjalan, dengan pertaruhan hak, nyawa, lingkungan, dan segalanya. Investasi siap masuk, rakyat Indonesia tidak siap untuk bersaing dipasar bebas, maka kita bersiap memasuki babak ironi. Babak dimana bencana datang bertubi-tubi, konflik sosial dimana, kemiskinan dan penyakit merajalela dan pengusaha tertawa bersenang-senang dengan dagangannya. Begitu banyak kemungkinan, dan kita harus bersiap.
MP3EI menjadi fakta bahwa telah terjadi pergeseran pembangunan sebagai kebijakan ekonomi. Ia mencoba memberikan paradigma baru bagi masyarakat bahwa pembangunan bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah tetapi juga tangung jawab pihak swasta dan pelaku usaha.
Selama ini negara justru menimbulkan permasalahan biaya sosial dan politik dalam konteks pengambilan kebijakan. Dengan kata lain, terjadi pertarungan ideologi terhadap capaian MP3EI, untuk apa, mengapa dan kepada siapa sebenarnya megaproyek ini diciptakan.
kondisi Indonesia kekinian ternyata merangsek menuju sistem ekonomi yang dikenal dengan ekonomi neoliberal, Revrisond Baswir juga memaparkan bahwa ada 6 kriteria ekonomi neoliberal yakni mengatur dan menjaga mekanisme pasar, “mencegah monopoli”; mengembangkan sektor swasta dan melakukan privatisasi BUMN; memacu laju pertumbuhan ekonomi, termasuk dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi masuknya ivestasi asing; melaksanakan kebijakan anggaran yang ketat, termasuk menghapuskan subsidi; menjaga stabilitas moneter; melindungi pekerja perempuan, pekerja anak dan bila perlu menetapkan upah minimum.
Bukan justifikasi, tapi lihat realita dan fenomena yang terjadi saat ini. Indonesia berusaha meninggalkan sistem ekonomi kerakyaatan dan berlari kearah sistem ekonomi neoliberal. MP3EI menjadi serpihan besar yang diikuti serpihan-serpihan regulasi yang mendukung investasi asing, penghapusan subsidi, privatisasi BUMN serta kebijakan upah minimum.
Konsolidasi Gerakan Sipil, Menjawab Tantangan Arus
Bukan permasalahan dikotomi gerakan sipil gaya lama (old social movement) atau gerakan sipil gaya baru (new social movement). Bukan, tapi bagaimana menyatukan semua elemen gerakan sipil yang selama ini berjalan sektoral, bergerak pada isu masing-masing menjadi satu gerakan membumi. Pencerdasan terhadap masyarakat, penguatan terhadap petani, buruh, masyarakat adat dalam melihat kondisi negeri ini.
Pendidikan dan transfer wacana bukanlah hal tabu, masyarakat harus sadar dengan kondisi saat ini. Potensi konflik sosial, potensi ancaman kerusakan lingkungan, potensi kemiskinan struktural, potensi distorsi kepercayaan terhadap penguasa semua elemen harus sadar dengan potensi dan tantangan tersebut. Gerakan pendidikan menjadi sangat penting, walaupun saat ini juga berjalan sektoral isu. MP3EI menjadi tantangan bersama, bukan hanya masyarakat sipil, organisasi non pemerintahan tapi juga kaum intelektual yang dilahirkan dari rahim-rahim universitas.
Akan tetapi belum tentu negara mampu melakukannya, lain halnya jika dengan kekuatan besar dibalik gerakan sipil semua bisa saja terwujud. Mari wujudkan pembangunan yang berkeadilan, pembangunan yang peka terhadap pemenuhan hak masyarakat. Sudah saat nya semua elemen bersatu, bersatu dengan satu semangat, satu tujuan, yakni kedaulatan ekonomi Indonesia.
(*/Tim)