Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menjatuhkan vonis bersalah terhadap Yayang Suryana Direktur III PT Delima Agung Utama atas penyimpangan RAB serta spesifikasi teknis dalam pelaksanaan proyek yang didanai dari pajak rakyat itu.
EkspresNews.com – Sebagai pembayar pajak dan pemilik kedaulatan yang sah di negeri ini, kita harus mengapresiasi putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menjatuhkan vonis bersalah terhadap Direktur III PT Delima Agung Utama Yayang Suryana sebagai pelaksana proyek yang bernilai Rp 6.317.243.000 dengan masa pelaksanaan 150 hari kalender dan konsultan pengawas CV Alviza Limko Konsultan, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta spesifikasi teknis yang merugikan keuangan negara.
Pertanyaan yang menggelinding bak bola salju di benak masyarakat adalah, kenapa bisa terjadi penyimpangan dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta spesifikasi teknis dalam pelaksanaan Proyek Normalisasi Batang Lunto dengan Item Pekerjaan Rehabilitasi/Rekonstruksi Bendungan, Cek Dam, dan Dinding Penahan Tebing ? Padahal, secara logika akal sehat, di proyek ada pengelola teknis dari PU, ada pengawas dari konsultan pengawas, ada kontraktor pelaksana, ada konsultan perencana yang bertanggung jawab secara berkala terhadap pelaksanaan fisik proyek. Artinya, ia juga ikut mengurus.
That question any more, kenapa hanya kontraktor pelaksana saja yang kena bukankah pengawas yang tahu setiap hari tentang kemajuan pekerjaan pada sebuah proyek yang didanai dari pajak rakyat ini ? Logika sederhananya, tak mungkin pengawas sebagai ujung tombak dari PPK tidak mengetahui tentang adanya praktek mengurangi volume proyek. Sebab, apa pun alasannya, tak mungkin PPK tidak tahu karena setiap hari PPK yang tahu tentang kemajuan pekerjaan di proyek tersebut. Ini dapat diduga ada perselingkuhan antara pemilik proyek atau pengawas sebagai ujung tombak dari pemilik proyek dengan kontraktor pelaksana. Dan, ini sudah menjadi rahasia umum di sektor pelaksanaan proyek.
Putusan Majelis Hkim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menjatuhkan vonis pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subside 6 bulan penjara ini memperlihatkan kepada kita semua tentang adanya praktek kongkalingkong yang diduga kuat dilakukan pengawas dengan kontraktor pelaksana untuk mengurang volume proyek. Ini, bisa jadi puncak dari fenomena gunung es dalam tindak pidana korupsi dengan modus mengurangi volume proyek.
Karena itu, kejahatan dengan modus mengurangi volume proyek yang potensial merugikan keuangan negara dan rakyat sebagai penikmat hasil pekerjaan proyek tersebut harus disecagah dengan membongkar dugaan kolaborasi antara pemilik proyek dalam hal ini pengawas dengan kontraktor pelaksana sampai ke akar-akarnya. Wibawa hukum harus ditegakan dalam kasus korupsi pelaksanaan proyek pemerintah. Siapa pun yang terlibat, apa pun jabatan mereka, harus dimintai pertanggung jawaban hukumnya.
Secara logika awam, penyimpangan dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta spesifikasi teknis atau malbestek, pasti akan berdampak terhadap kualitas hasil pekerjaan, artinya kualitas dari hasil pekerjaan pasti tidak akan maksimal. Pertanyaannya lagi, kenapa ini bisa terjadi ? Jawaban yang sangat sederhana dari pertanyaan yang sederhana itu adalah, karena ada permainan antara kontraktor pelaksana dengan pengawas. Atau, memang, pengawas yang lalai dengan pekerjaanya (unprofessional).
Oleh karena itu, sekali lagi, kita harus mengapresiasi putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta terhadap kontraktor pelaksana Proyek Normalisasi Batang Lunto tersebut. Tentunya, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menunggu eksekusi dari kejaksaan kita yang konon katanya professional. Sekali lagi, putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) ini adalah warning bagi kontraktor yang doyan bermain dengan modus mengurangi volume proyek untuk memperbanyak untung.
Dengan putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar ini, seharusnya kontraktor bekerja lebih hati-hati lagi sesuai dengan perjanjian kontrak dan prosedur hukum yang berlaku. Sebagai rakyat, kita sangat berharap kepada pengawas proyek untuk mengawasi proyek-prpyek yang didanai dari pajak rakyat dengan menjauhi praktek perselingkuhan dengan kontraktor pelaksana. Tujuannya, agar ke depan kasus seperti ini tidak terjadi lagi di Sumbar, khususnya di Sawahlunto.
Tapi yang terpenting sekali yang harus dilakukan untuk mencegah praktek perselingkuhan antara pemilik proyek dengan kontraktor pelaksana adalah melibatkan peran serta masyarakat. Artinya, masyarakat harus berperan aktif melakukan monitoring terhadap pelaksanaan proyek-proyek milik pemerintah yang didanai dari pajak rakyat. Kalau masyarakat menemukan adanya indikasi praktek mengurangi volume proyek yang berpotensi besar merugikan keuangan negara dan rakyat sendiri sebagai penikmati proyek, maka masyarakat harus melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan atau menindaklanjuti indikasi korupsi dalam pelaksanaan proyek itu.
Karena itu, sekali lagi, ini adalah warning bagi kontraktor yang ingion cepat kaya dengan menghalalkan segala cara. Ingat, NO CRIME IS PERFECT, tidak ada kejahatan yang sempurna. Setiap kejahatan pasti meninggalkan bekas. (Harianof – Wartawan Utama)