PADANG, EKSPRESNEWS.COM – Beberapa pekan terakhir ini ruang public kita dipenuhi berita tentang Penyakit Gagal Ginjal Akut “Acute Kidney Injury” (AKI) misterius yang menyerang anak-anak usia 6 bulan – 18 tahun. Berdasarkan Hasil Rekap Laporan Kemenkes RI hingga tanggal 21 Oktober 2022 tercatat sebanyak 241 anak pada 22 Provinsi di Indonesia teridentifikasi mengalami AKI, dan sebanyak 133 atau 55 % dari yang teridentifikasi tersebut dinyatakan meninggal dunia.
Provinsi Sumatera Barat disebut-sebut sebagai Provinsi kedua tertinggi terserang AKI. Berdasarkan hasil identifikasi Satgas yang dibentuk Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat terdapat 22 kasus anak terjangkit AKI dan 12 diantaranya meninggal dunia.
Kondisi ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan belum ditemukannya penyebab pasti dari AKI tersebut. Pada sisi lain berbagai macam spekulasi isu penyebab AKI terus bermunculan, diantaranya karena obat sirup yang mengandung bahan “Ethylene Glycol (EG), Diethylene Glycol (DEG), dan Ethylene Glycol Butyl Ether (EGBE)” yang diadopsi dari kasus AKI di Gambia Afrika Tengah. Bahkan juga ada yang mengaitkan penyebabnya dengan infeksi virus bakteri “Leptospira dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C)” atau Sindrom Peradangan Multi Sistem pasca Covid 19, meski hal itu telah diklarifikasi kembali oleh Kemenkes RI. Pastinya sampai saat ini kita masih diminta oleh pemerintah menunggu hasil investigasi seluruh pihak terkait berkenaan penyebab AKI tersebut.
Sejauh ini tindakan dari Pemerintah melalui Kemenkes RI, BPOM, dan pihak terkait lainnya baru sebatas imbauan untuk meningkatkan Faskes sebagaimana Surat Keputusan Kemenkes RI Nomor: HK.02.02/I/3305/2022 tanggal 28 September 2022, himbauan kepada orang tua agar memperhatikan gejala AKI, himbauan BPOM terhadap perusahaan obat agar segera menyampaikan hasil uji keamanan, mutu, dan khasiat obat, adanya rencana pemerintah membeli obat Antidotum dari Sigapura. Terakhir ada imbauan agar apotek-apotek menghentikan penjualan obat bebas ataupun obat sirup untuk sementara waktu sebagaimana Surat Edaran Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022, sembari menyampaikan Daftar 102 obat yang dilarang. Pihak Dinkes Provinsi Sumatera Barat telah membentuk Tim Satgas Gagal Ginjal Akut.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Peradi Padang Miko Kamal, S.H., L.L.M., P.hD menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Kemenkes RI, BPOM, dan pihak terkait harus segera menyampaikan penyebab AKI sebagai bentuk pertanggungjawaban pada publik dalam rangka pemenuhan atas Jaminan Kesehatan bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat tidak dibingungkan oleh berbagai isu atau pemberitaan yang tidak benar;
2. Kemenkes RI, termasuk Dinkes Provinsi Sumatera Barat harus segera melengkapi alat cuci darah terutama “Hemodialisa anak” dan alat kesehatan penunjang lainnya pada tiap-tiap Faskes apalagi di daerah yang akses ke kota jauh dan sulit dijangkau. Sehingga pasien betul-betul memperoleh hak layanan kesehatan terbaik dari Faskes sebagai bentuk penunaian kewajiban Pemerintah atas pemenuhan jaminan kesehatan bagi warganya sesuai dengan amanat Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 Jo Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat tidak mampu tetap memperoleh layanan kesehatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, atau tidak ada perlakukan diskriminatif layanan kesehatan sebagaimana yang diamanatkan Pasal 5 ayat (1) dan (2), serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. BPOM Sumbar agar segera secara aktif melakukan uji keamanan, mutu, dan khasiat obat yang diproduksi oleh perusahaan obat sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam industri farmasi;
5. BPOM Sumbar secepatnya bersinergi dengan instansi terkait dan pihak berwenang untuk melakukan penertiban langsung ke apotek-apotek yang masih menyimpan dan menjual obat dan atau sirup yang dilarang oleh Pemerintah;
6. Kemenkes RI dan atau Dinkes Provinsi Sumatera Barat serta BPOM harus segera memberi sanksi tegas apotek-apotek dan perusahaan obat yang masih menyediakan, memproduksi, dan menjual obat-obatan yang dilarang oleh Pemerintah tersebut;
7. Dinkes dan BPOM Provinsi Sumatera Barat serta perusahaan obat bertanggungjawab terhadap timbulnya dampak konsumsi obat yang menimbulkan AKI bagi anak-anak dikarenakan obat yang telah dilarang tersebut masih belum ditertibkan. Perbuatan tersebut dapat dituntut secara perdata dan pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo KUHP, serta beberapa peraturan perundang-undangan lainnya.
Berdasarkan hal-hal ersebut di atas, DPC Peradi Padang melalui Pusat Bantuan Hukum (PBH) DPC Peradi Padang yang diketuai oleh Poniman A, S.HI., M.H. memberitahukan kepada masyarakat Sumbar yang anaknya terjangkit AKI yang tidak memperoleh akses layanan kesehatan oleh Faskes untuk menyampaikan pengaduan ke Kantor DPC Peradi Padang Jl. Gajah Mada No. 2F Gunung Pangilun Kecamatan Nanggalo Kota Padang.
Selanjutnya Pengaduan masyarakat tersebut akan ditindaklanjuti dengan advokasi secara perdata ataupun pidana oleh Advokat Anggota DPC Peradi Padang baik di luar Pengadilan (Non Litigasi) maupun di dalam Pengadilan (Litigasi). (Rel/Abdi)