Praktek memanipulasi volume proyek ibarat fenomena gunung es, sedikit saja yang diketahui rakyat sebagai pembayar pajak. Sisanya tersembunyi di kedalaman lautan. That question, kenapa praktek memanipulasi volume proyek ini bisa terjadi ?
EkspresNews.com – JAWABAN sederhana dari pertanyaan di atas, pasti karena ada kolaborasi antara PPK dengan kontraktor pelaksana. Sebab, kejahatan itu terjadi bukan karena niatan, tapi karena ada kesempatan (N+K). Logika sederhananya, tak mungkin kontraktor pelaksana pekerjaan WINRIP Ruas Lubuk Alung-Sicincin PT NINDYA KARYA berani memanipulasi volume proyek atau mengurangi volume proyek atau mengurangi anggaran pelaksanaan tanpa sepengetahuan PPK.
Dengan mata telanjang kita melihat pekerjaan WINRIP Ruas Lubuk Alung-Sicincin dengan dana Rp 147 Milyar dari pinjaman Bank Dunia (World Bank) yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT NINDYA KARYA banyak volume yang dimainkan. Sebagian dari beton PRECAST penutup saluran drainase ada pabrikan, dan sebagian lagi ada yang dicetak di lokasi. Logikanya, jika speknya minta pabrikan itu tidak ada alasan bagi kontraktor untuk mencetak sendiri. Artinya, beton PRECAST penutup saluran drainase pabrikan mutu yang diminta pasti sesuai spek. Sebab, pengawasan dan pengujian beton-nya ada SOP-nya. Sebaliknya, jika dicetak sendiri oleh kontraktor dilokasi siapa yang mengawasi, bagaimana cara pengujiannya, dan bagaimana menempa kekuatan beton atau mutunya.
Permainan pelaksanaan pekerjaan saluran terlihat pada pemakaian besi yang tidak memakai PRECAST pabrikan, besi diduga tidak sesuai ukuran besi yang di dalam spek. Ironisnya lagi, jarak begol pasangan besi untuk PRECAST tersebut diduga kuat juga tidak sesuai dengan spek. Malah informasi yang dihimpun, ada temuan material bodong split untuk beton, setelah ketahuan baru ditukar dengan split asli. That question anymore, mungkinkah ini terjadi tanpa pembiaran oleh PPK ?
Apa pun jawaban dari pertanyaan di atas, pekerjaan yang telah selesai dikerjakan PT NINDYA KARYA ini harus dibongkar kembali. Bukankah teori kejahatan mengatakan, NO CRIME IS PERFECT, tidak ada kejahatan yang sempurna. Artinya, setiap kejahatan pasti meninggalkan bekas. persoalannya sekarang lagi, terletak antara kemauan dan kemampuan aparat hukum kita yang konon katanya profesional.
Kita tidak ingin, pekerjaan WINRIP Ruas Lubuk Alung-Sicincin yang sumber dananya hutang dari Bank Dunia ini seperti apa yang dikatakan ilmu korupsi, bahwa proyek-proyek mercusuar itu perlu muncul setiap tahun, sehingga selalu ada rupiah yang akan dikuras, ditutupi pertanggung jawaban yang cantik dan mulus, hasilnya bisa ditimbun untuk 7 turunan. Dari perspektif ilmu korupsi itu, maka proyek-proyek mercusuar justeru bisa menimbulkan sumber kebocoran anggaran dan karena itu harus dipelihara.
Yang perlu diketahui, pinjaman Bank Dunia itu masuk hutang negara dalam APBN, yang nota bene juga hutang rakyat. Karena itu, pemeriksaan pekerjaan saluran yang telah tertutup dari beton PRECAST harus dilakukan. Yang kita herankan, kenapa di dalam pengawasan pelaksanaan proyek ini tidak ada evaluasi dari pengguna anggaran. Kemungkinan ada penyimpangan dari kontrak proyek yang potensial menimbulkan kerugian keuangan negara.
Secara logika sederhana, seharusnya di dalam pengerjaan proyek oleh kontraktor pelaksana pengawas atau PPK harus melakukan pengawasan pada pihak ke tiga, dalam hal ini kontraktor pelaksana PT NINDYA KARYA, apa bila kinerja PT NINDYA KARYA menyimpang dari kontrak atau terjadi pengurangan volume proyek yang tidak sesuai spek, PPK harus melakukan pembongkaran terhadap pekerjaan itu, sehingga tidak menimbulkan kerugian negara yang banyak.
Pinjaman Bank Dunia (Wolrd Bank) untuk pelaksanaan proyek WINRIP Ruas LA-SCC senilai Rp 147 Milyar ini harus dipertanggung jawabkan oleh negara-dalam hal ini kontraktor pelaksana PT NINDYA KARYA dan Balai pelaksana Jalan Nasional III Sumbar-Bengkulu yaitu, PPK 06 Proyek WINRIP LA-SCC ANDI MULYA RUSLI ST MT. Karena itu, seharusnya, PPK 06 mengevaluasi PT NINDYA KARYA dalam pelaksanaan proyek, sehingga dugaan kerugian dari dana pinjaman Bank Dunia ini tidak terjadi. Yang terpenting sekali, kerja yang sudah tertutup atau yang sudah siap harus dibongkar.
Pekerjaan sebagian sudah ada yang selesai, kita minta Kepala BPJN III Sumbar-Bengkulu Syaiful Anwar untuk melakukan oudit investigasi, karena potensial mengakibatkan kerugian bagi kepentingan publik. Kita juga minta BPK RI melakukan oudit investigasi terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut. Apa bila ada indikasi mengurangi volume proyek atau memanipulasi volume proyek yang tidak sesuai spek, kita minta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Last but not least, karena proyek WINRIP yang didanai dari pinjaman Bank Dunia ini berada di Sumbar, kita minta anggota DPR RI termasuk DPD RI yang berasal dari Sumbar untuk pro aktif mendesak kejaksaan melalui Kejaksaan Agung agar melakukan penyelidikan terhadap dugaan permainan pelaksanaan pekerjaan ini, sehingga anggaran negara yang bersumber dari pinjaman Bank Dunia dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Karena itu, pekerjaan yang telah selesai atau yang sudah tertutup yang dikerjakan PT NINDYA KARYA harus dibongkar. Ingat, NO CRIME IS PERFECT, tidak ada kejahatan yang sempurna. Artinya, setiap kejahatan pasti meninggalkan bekas. (Harianof)