Fokus  

Pasien Jantung Di SPH Belum Bisa Dicover BPJS

PADANG, EKSPRESNEWS.COM – Beredarnya informasi bahwa Cathlab tidak bisa dicover oleh BPJS Kesehatan pada RS tipe C, harus tipe B keatas tidak ada 1 bab atau pasal apapun yang mengharuskan Laboratorium Kateterisasi atau Cathlab dimiliki oleh RS Tipe B keatas adalah kekeliruan yang menyesatkan.

Apalagi didalam Undang-Undang Cipta Kerja, proses kerja yang diatur lebih memudahkan siapapun untuk menjalin relasi ataupun kerjasama dengan pihak pemerintah/swasta. “Tidak ada sejauh ini kami temukan didalam UU tersebut yang menghambat proses kerja ataupun investasi disana,” ujar Bambang Heru Priawanto, pegiat sosial kesehatan di Padang, 15 Oktober 2022.

Dia menilai, jika UU Cipta Kerja menjadi penghalang sebuah rumah sakit bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah sebuah kekeliruan yang sangat fatal. “Ya, jika informasi itu dari pihak Semen Padang Hospital, fasilitas kateterisasi tidak bisa dicover BPJS karena tipe rumah sakit masih C, itu jelas keliru dan menyesatkan,” tambahnya saat ditemui dikawasan Pecinan “Pondok” Padang.

Diuraikannya, berdasarkan Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Perpres 82 Tahun 2018, UU Ciptaker Nomor 1 Tahun 2020, PP RS, Inpres JKN, malah mengamanatkan untuk mempermudah semua urusan. “Gini loh ya, ketentuan di negara Indonesia ini, layanan kesehatan itu nomor 1. Perbandingannya contoh, ketika covid sedang besar-besarnya, pemerintah bisa melakukan refokusing terhadap APBN hingga APBD 50 persen dialihkan ke penanganan kesehatan, itu tanda apa?” tanyanya serius.

Jika ada pihak rumah sakit katanya lebih jauh, terutama Semen Padang Hospital, khusus persoalan jantung sangat tidak masuk akal. “Jantung itu termasuk penyakit yang mematikan, sehingga pelayanannya akan didahulukan. Lantas, alasan apa yang membuat rumah sakit sebesar SPH tidak mau mengurus kembali kerjasama dengan BPJS,” ucapnya rada heran.

Menurutnya, secara hitungan bisnis kesehatan, SPH bisa diuntungkan jika kembali membuka kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk layanan jantung. “Tentu akan cuan, tapi info yang saya baca dan dengar sampai saat ini, karena ada kegaduhan dan ketidaksamaan persepsi antara SPH dan vendor-vendor, sehingga kemudian SPH memiliki utang terhadap vendor. Itu titik poin yang saya sesalkan,” ungkapnya.

Namun alumni Universitas Indonesia ini memprediksi, rumah sakit setingkat Semen Padang Hospital jika memang pernah memiliki catatan upcoding sehingga berujung pada markup klaim sebesar Rp. 7,4 miliar lebih tentu punya alasan. “Maksudnya begini, contoh saja pabrik semen itu tidak ada kuasa penuh Semen Padang lagi, karena sudah nge-holding ke Semen Indonesia. Bisa jadi, ini dugaan saya, SPH juga sudah mendapatkan instruksi dalam tanda kutip dari Semen Padang,” ujarnya.
“Ditambah, setiap bulan SPH ada kewajiban membayar cicilan pembangunan kepada Semen Padang,” ungkapnya lebih jauh.

Diberitakan sebelumnya, sejak adanya temuan markup klaim Semen Padang Hospital (SPH) kepada BPJS Kesehatan senilai Rp 7,4 miliar lebih pelayanan kesehatan pasien jantung di rumah sakit kebanggaan PT Semen Padang itu hingga saat ini masih belum bisa dicover oleh BPJS. Tindak lanjut Temuan Audit Klaim Prosedur PCI sejak April 2019 BPJS Kesehatan telah menyurati SPH. Tarik ulur mempersiapkan persyaratan diberikan BPJS Kesehatan untuk kembalinya pasien jantung berobat di Semen Padang Hospital tak kunjung mendapat kepastian.

Ketua Yayasan Semen Padang saat terjadinya “fraud”, Ampri Setyawan mengatakan hasil audit BPJS pada waktu itu lebih kepada ketidaksesuaian klaim dengan kategori yang ditetapkan BPJS sehingga SPH rugi atau gagal klaim. “Ketika mengajukan keberatan, BPJS memutuskan hubungan dengan SPH dan SPH menerima gagal klaim tersebut sehingga tahun berikutnya BPJS mau bekerjasama lagi dengan SPH. Seingat saya itu kejadiannya,” ujar Ampri Setyawan melalui pesan WA.

Ampri menambahkan, hasil audit Rp. 7,4 miliar lebih itu tidak dikembalikan melainkan dipotong oleh BPJS dari tagihan klaim berikutnya. Pengakuan “gagal klaim” tersebut menegaskan bahwa benar telah terjadi KECURANGAN atau FRAUD yang dimaksud didalam Permenkes nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) Serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. (Tim)

Artikel ini sudah tayang di Tabloid Indonesia Raya. Afiliasi media online EkspresNews yang tergabung dalam jaringan INDONESIA RAYA MEDIA GROUP.




Cawako & Cawawako


This will close in 8 seconds