EkspresNews.com – Kepemimpinan Hendra Irwan Rahim di DPD Partai Golkar Sumbar mulai dipertanyakan. Selain mosi tak percaya 16 dari 19 DPD II, DPP pun menginstruksikan Ketua DPD Partai Golkar Sumbar untuk segera melaksanakan Musdalub paling lambat akhir bulan ini. Mampukah DPP mengarifi aspirasi 16 dari 19 DPD II Partai Golkar di Sumbar ini ?
Leader Are Born And Not Made, seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan. That’s why, seorang pemimpin akan berperan dan tampil dalam menghadapi titik-titik kritis dalam kehidupan organisasi yang dipimpinnya. Ia lebih banyak mendengar dan memperhatikan penderitaan, kepentingan, aspirasi, dan keluh kesah orang-orang yang dipimpinnya dari pada memperhatikan kepentingan dirinya sendiri, kelompok, dan golongan. Baginya, kepentingan organisasi itu harus berdiri di atas kepentingan apa pun, karena organisasi itu adalah kumpulan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama yaitu, tujuan organisasi. Tapi bagi kebanyakan pemimpin organisasi hari ini, biar orang-orang yang dipimpinnya tenggelam dalam berbagai kesusahan, mereka bisa tetap selamat, sebab mereka menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai objek mainan kekuasaan belaka. Khulafa Al-Rasyidin, pernah menegaskan bahwa seorang pemimpin itu bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dipimpinnya dan tidak boleh memimpin secara otoriter.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Sumbar Hendra Irwan Rahim yang dimosi tak percaya oleh 16 dari 19 DPD II Partai Golkar yang ada di Sumbar ini ? Jawabnya, kata Ebiet G. Ade, jangan Tanya pada rumput yang bergoyang. Tapi yang perlu untuk dijadikan bahan renungan bagi para pemimpin organisasi adalah, sekuat apa pun tembok kekuasaan dalam sebuah organisasi dibangun, saat ia harus roboh, tak ada yang bisa menjaganya. Buktinya, betapa kuatnya tembok kekuasaan yang dibangun pemerintahan rezim otoriter Soeharto, saatnya tembok kekuasaan itu harus roboh, tak seorang pun yang bisa menjaganya. Nah, sekarang pilih yang mana, dirobohkan atau mundur dengan bermartabat dan terhormat.
Apa pun alasannya, mosi tak percaya yang dilayangkan oleh 16 dari 19 DPD II Partai Golkar di Sumbar dan ditindaklanjuti oleh DPP dengan menginstruksikan kepada Ketua DPD Partai Golkar Sumbar Hendra Irwan rahim untuk melaksanakan Musdalub DPD Partai Golkar Sumbar paling lambat akhir bulan ini adalah bukti tidak berjalannya demokrasi di DPD Partai Golkar Sumbar. Seharusnya pimpinan DPD Partai Golkar Sumbar belajar tentang rasa malu pada Gubernur Tokyo Yoichi Masuzoe yang mundur dari jabatannya karena menganggap tidak disukai lagi oleh orang-orang yang dipimpinnya. Memang kita akui dengan telanjang, budaya mundur bagi pimpinan organisasi politik di negeri ini ibaratnya sama dengan mencari perawan di rumah bordil. Artinya, amat langka. Kalau ada pimpinan organisasi yang mundur dari jabatan, mlangkah itu lebih untuk memuaskan kepentingan pribadi bukan semata sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Kembali pada instruksi DPP Partai Golkar kepada ketua DPD Partai Golkar Sumbar Hendra Irwan rahim untuk segera melaksanakan Musdalub sebagai tindaklanjut atas surat pernyataan mosi tak percaya 16 dari 19 DPD II Partai Golkar yang ada di Sumbar menunjukan bahwa mayoritas DPD II Partai Golkar sudah tidak percaya lagi terhadap bentuk kepemimpinan Hendra Irwan rahim di DPD Partai Golkar Sumbar. Tindakan DPP menindaklanjuti mosi tak percaya itu, sudah tepat dan menunjukan bahwa demokrasi sudah berjalan dengan baik di Partai Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto.
Di lain sisi, bagi Ketua DPD Partai Golkar Sumbar Hendra Irwan Rahim yang sudah tidak dipercaya lagi oleh mayoritas DPD II yang ada di Sumbar ini adalah pelajaran yang berharga. Disinilah etika dan komitmen moral seorang pemimpin diuji, apakah dia benar-benar seorang pemimpin yang meletakan kepentingan organisasi di atas segala-galanya, atau hanya dia mengedepankan kepentingan pribadi dengan memperkaya diri sendiri ? Yang jelas, kematian sudah mengancam organisasi kalau tidak ada lagi kepercayaan terhadap pimpinannya. Sosok pemimpin yang dibutuhkan oleh suatu organisasi politik ditentukan oleh tingkat perkembangan organisasi itu sendiri.
Pemimpin, kata Che Guevara, adalah orang yang harus menjadi sosok panutan bagi yang dipimpinnya. Dalam teori kepemimpinan, ajakan dan pelibatan orang-orang yang dipimpin untuk mengekploirasi ide-ide akan memberikan rasa saling percaya dalam sebuah organisasi. Pertanyaannya sekarang, kenapa ketua DPD Partai Golkar Sumbar Hendra Irwan Rahim tidak bisa menjadi sosok panutan bagi sebagian besar DPD II Golkar di Sumbar ? Jawaban sederhananya, bentuk kepemimpinnya sudah gagal. Dalam teori kepemimpinan, untuk mengevaluasi keberhasilan seorang dalam kepemimpinannya, harus dipertanyakan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Kalau mayoritas orang-orang yang dipimpinnya menyukai bentuk kepemimpinnanya, itu berarti kepemimpinannya berhasil. Sebaliknya kalau mayoritas orang yang dipimpinnya tidak menyukai, itu berarti ia sudah gagal memimpin.
Di penghujung ulasan ini, kita patut mengapresiasi keberanian 16 dari 19 DPD II Partai Golkar yang berani berbeda pendapat dengan pimpinan. Sebelum ini, apa yang dikatakan pimpinan dianggap benar dan tidak bisa dibantah. Persoalan mental budaya inilah yang telah diperbaiki oleh 16 dari 19 DPD II Partai Golkar Sumbar ini. Mereka berani mempertanyakan kepemimpinan Hendra Irwan Rahim, dengan membuat surat pernyataan mosi tak percaya lagi terhadap bentuk kepemimpinan Hendra Irwan rahim. Ini adalah revolusi mental, berani mengatakan yang benar itu sekalipun pahit.
(Harianof)