Jakarta – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, membuka wacana untuk kembali mengizinkan pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah.
Sejak 2015, pemerintah telah menerapkan moratorium (penghentian sementara) bagi warga negara Indonesia yang bekerja di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga di kawasan Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, menegaskan bahwa Menteri P2MI belum memiliki wewenang untuk mencabut moratorium yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.
“Beliau ini masih baru dalam dunia ketenagakerjaan migran. Meski memiliki kewenangan sebagai menteri, sejauh mana beliau memahami persoalan ini? Selain itu, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 juga belum direvisi, sehingga beliau belum memiliki kapasitas untuk mencabut moratorium, karena hal itu masih berada dalam ranah Kemnaker,” ujar Aznil Tan kepada media, Jumat (15/11/2024).
Aznil, aktivis ’98 yang konsen pada isu ketenagakerjaan dalam dan luar negeri, juga menduga adanya kepentingan pihak tertentu di balik wacana yang dilemparkan oleh Menteri Karding terkait pencabutan moratorium.
“Kami di NGO terkejut mengapa beliau begitu cepat melemparkan wacana pencabutan moratorium. Apakah ada titipan di balik rencana tersebut?” tanya Aznil Tan.
Aznil menambahkan bahwa Migrant Watch bersama masyarakat pencari kerja pernah melakukan aksi selama tiga hari berturut-turut di depan Istana, menuntut presiden untuk mencabut moratorium. Meskipun pemerintah telah membuka opsi pencabutan, masih terdapat hambatan dalam implementasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
“Kami sepakat agar moratorium dicabut. Tahun lalu kami mengadakan aksi tiga hari untuk menuntut pencabutan moratorium ke Timur Tengah ini. Pemerintah sebenarnya sudah setuju, tetapi sampai sekarang belum terealisasi karena ada sistem SPSK. Sekarang penguasanya beda, dimana ada perubahan nomenklatur kementerian. Maka butuh pendekatan baru untuk membuka kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aznil mengingatkan pemerintah agar tidak tergesa-gesa dan waspada terhadap godaan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Kawasan Timur Tengah masih kental dengan budaya perbudakan. Di sisi lain, para pelaku P3MI cenderung memiliki watak kartel dan monopoli, yang dapat merusak perlindungan bagi pekerja migran kita. Menteri harus memahami hal ini agar jangan terpeleset,” tambahnya. (Rel)