EKSPRESNEWS.COM – Tanah bukit Cambai adalah tanah ulayat Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek Kecamatan Danau Kembar Kab. Solok. Tahun 2013 tanah tersebut diserahkan masyarakat kepada pemerintah daerah untuk lokasi program Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Ekowisata Berbasis Masyarakat (PPKE – BM). Tahun 2016 mulai dibangun Jenjang 1000 dan 5 Gazebo serta areal parkir dengan anggaran sekitar Rp 5 Miliar bantuan dari Bangda Depdagri. Tanah tersebut sekarang menjadi Kawasan Wisata Cambai Hill milik pengusaha Ashila Haura Ardi anak Bupati Solok Epyardi Asda. Bagaimanakah proses tanah ulayat nagari yang diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai peruntukannya kemudian menjadi milik pribadi ?
Sejarah Bukit Cambai.
Surat Keputusan Bupati Solok Nomor : 544.3/08/Kp-Eksplr/Bup-2005 Tentang Perubahan Keputusan Bupati Solok Nomor 544.3/01/Kp-Eksplr/Bup-2005 Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi A/n PT Karya Usaha Aneka Tambang Solok Selatan Indonesia. Hal tersebut tertuang didalam surat Kerapatan Adat Nagari (KAN) Simpang Tanjung Nan Ampek Nomor IST/PM-XI-2022.
Prasasti Pencanangan Bukit Cambai sebagai Destinasi Ekowisata Unggulan Sumatera Barat yang ditanda tangani oleh Gubernur Irwan Prayitno 28 Agustus 2016 Bukit Cambai terletak di Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Surat Wali Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek tanggal 13 September 2016 Nomor 400/ /NSPT/2016 perihal Hasil Inventarisasi Lahan Lokasi Ekowisata Bukit Cambai.
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.304/Menhut-11/2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 96.904 Hektare, Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan Seluas 147.213 Hektare dan penunjukan Bukan Kawasan Hutan seluas 9.906 Hektare di Provinsi Sumatera Barat.
Surat silih rugi tanah yang menjual Parizal, tempat tanggal lahir KDB 13 Juni 1966 alamat Jorong Kapalo Danau Bawah Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok. Pihak Kedua atau yang membeli Ashila Haura. Surat pernyataan silih rugi, Kampung Batu Dalam 22 Maret 2022 yang ditandatangani oleh pihak pertama, ahli waris, saksi pihak pertama da kedua, Kepala Jorong Aie Rarak diketahui Wali Nagari Kampung Batu Dalam, KAN Kampung Batu Dalam, semenjak tahun 2001, nagari Kampung Batu Dalam dan Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek berada dalam wilayah Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.
Surat Kerapatan Adat Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek Nomor 010/HMM-KAN/NSPT/V/2022 yang dialamatkan kepada Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Solok, Walinagari Kampung Batu Dalam, KAN Kampung Batu Dalam, tembusan disampaikan kepada Bapak Gubernur Sumatera Barat, Kepala Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Barat di Padang. Untuk menangguhkan proses pembuatan sertifikatnya, karena masyarakat yang menjual tanahnya kepada Ashila Haura Ardi lokasinya berada dalam nagari Simpang Tanjung Nan Ampek.
Keterlibatan Walinagari Kampung Batu Dalam dan KAN dalam mafia tanah terlihat jelas, dengan ikut serta mengintimidasi masyarakat yang tidak mau menjual tanah dengan berbagai cara. Berdasarkan surat KAN Kampung Batu Dalam No. 22/KAN/KBD/VII-2022 tanggal 11 Juli 2022 perihal Undangan Penting. Yang ditujukan kepada Jamaris penduduk Jorong Aka Gadang Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, dasarnya laporan dari Dayat bahwa lahannya berada di Bukit Alang telah dikelola oleh Jamaris.
Fakta dan kenyataannya di lapangan jauh bertolak belakang. Berbagai cara dilakukan oleh kelompok-kelompok mafia tanah untuk mendapatkan keuntungan dari lahan masyarakat untuk dijual kepada penguasaha dan penguasa. Dengan mendatangi rumah Jamaris beberapa kali dengan orang-orang yang berbeda, bahkan lahan/tanah Jamaris sudah di bediang-bediang (dibatas-batasi/dipetak-petak) oleh orang yang tidak dikenal.
Dugaan Keterlibatan Penguasa
Pemerhati Hukum Adat pada Yayasan Peduli Lingkungan Adat, Ramon Firmansyah mengatakan aktor dibalik sengkarut tanah cambai adalah pemerintah daerah Kabupaten Solok. Mengapa ? Sebab dengan mudahnya melakukan klaim lokasi atau lahan.
“Pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu,” ujarnya saat diskusi bersama Indonesia Raya dikawasan Kota Tua “Pondok Pecinan” Jumat 21 Juni 2024, Kota Padang.
Yang menarik bagi Ramon yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa program Magister Ilmu Kependudukan di Universitas Gadjah Mada itu adalah adanya penyerahan tanah di bukit Cambai dari masyarakat kepada pemerintah untuk pengelolaan ekowisata berbasis kemasyarakatan namun setelahnya dikuasai oleh pengusaha.
“Oleh karena itu, diawal dugaan saya yang menjadi aktor sengkarut bukit Cambai adalah pemerintah daerah dalam hal ini tentu kepala daerahnya atau bupati. Sebab sudah ada serah terima kepada pemerintah daerah untuk ekowisata berbasis masyarakat sehingga kemudian jika ada tempat wisata disana harusnya dikelola oleh masyarakat bukan pengusaha itu,” terang Ramon.
Lebih jauh dikatakan Ramon, upaya merevisi RTRW diduga untuk mengkondisikan bukit Cambai sebagai kawasan wisata yang menguntungkan anak Bupati Solok melakukan pembangunan terhadap bisnisnya.
“Perda nomor 1 tahun 2013 pada paragraf 5-6 tercantum kawasan permukiman dan pariwisata. Jika sebelumnya Bukit Cambai sebagai kawasan ekowisata berbasis masyarakat, besar kemungkinan setelah diubah menjadikan Bukit Cambai peruntukan wisata. Dugaannya kan bisa saja dikondisikan ini semua oleh penguasa. Sebab substansi dari Perda tersebut adalah RTRW Kabupaten Solok tahun 2012-2031. Saya kira mereka bermainnya disini,” terang Ramon dalam analisanya.
“Sehingga miris menyaksikannya sebab sudah ada serah terima dari masyarakat kepada pemerintah daerah untuk kawasan ekowisata berbasis masyarakat dan sudah ada beberapa pembangunan yang merupakan aset daerah. Lantas kemudian berubah menjadi kawasan milik pribadi. Jadi antara lucu atas dahaga penguasa untuk menguasai lahan secara pribadi karena sifat rakus dan kasihan karena terlihat kaya diatas penderitaan masyarakat Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek,” ungkapnya lebih tegas.
Ramon meminta kepada masyarakat untuk terus berjuang dijalan kebenaran dan berharap mendapatkan perhatian dari Menteri ATR BPN sehingga ada perintah dari kementerian kepada BPN didaerah untuk turun melakukan pembuktian terbalik atas dokumen-dokumen ataupun batas-batas nagari.
“Mungkin sederhana, tapi sering terlupakan. Hebatnya Minangkabau ini adalah tanah ulayat yang memiliki batas sepadan artinya memiliki pengakuan yang saling terkait. Kementerian bisa meluruskan dengan memerintah BPN untuk melakukan pembuktian dengan menghadirkan panghulu ulayat. Ini pekerjaan rumah tersendiri bagi Kementerian ART/BPN untuk menyelesaikan sengkarut di Bukit Cambai,” tuturnya.
Terakhir Ramon mengatakan BPN yang melakukan pembuktian terbalik dengan hadirnya Panghulu Ulayat harus berlaku adil dan tanpa intimidasi pihak manapun. “Terkadang berurusan dengan penguasa dan pengusaha dengan gaya-gaya koboi, ya sama-sama kita tahu lah, apalagi di negara yang seperti ini sekarang. Sangat sedikit sesuatu yang benar itu benar, tapi sangat banyak yang salah menjadi benar, semoga tuhan pemilik alam semesta ini mengampuni kita semua,” tutup Ramon mengakhiri perbincangan.
Sementara itu, pengamat politik pemerintahan Budi Suryadi menilai sengkarut Bukit Cambai yang sudah dikuasai oleh putri Bupati Kabupaten Solok harus sesegera mungkin untuk diselesaikan. Pasalnya, dirinya pernah melihat postingan Epyardi Asda yang akrab dengan panggilan Captain ini di Pesisir Selatan menyebut bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama.
“Itu pernah saya lihat disosmed, begitu kata Bupati Epyardi saat berkunjung ke daerah lain yang kebetulan terdampak bencana. Tapi ini kenapa di daerah kekuasaannya sendiri ada sekelompok masyarakat dari Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek mengatakan keberatan dengan polemik di Bukit Cambai serta Cambai Hill. Kan lucu dan aneh,” ungkapnya saat bertemu Indonesia Raya dikawasan Masjid Raya Sumatera Barat, Sabtu malam 22 Juni 2024.
prinsip, menurut Budi Suryadi, peran bupati di daerah kekuasaannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh. Katanya, jalan roda pemerintahan di kabupaten kota manapun akan berbeda. Khusus untuk Kabupaten Solok jika mengacu kepada Perda RTRW nya itu bisa kelihatan jelas.
“Bukit Cambai dan lokasi wisata Cambai Hill yang ada saat ini perlu dipertegas kembali posisinya. Jangan sampai ada yang tertukar dan terbalik. Bukit Cambai ya tentu itu Bukit Cambai sendiri, akan tetapi Cambai Hill itu berada di puncak Bukit Cambai, itu yang saat ini dikuasai dan dikelola oleh anak Bupati,” ujarnya.
Lebih jauh, Budi menyampaikan, persoalan perda RTRW jika tidak dipatuhi oleh semua pihak akan memberikan dampak negatif yang sangat besar. “Ini sudah jadi contoh, oleh karena itu, sebagai pengamat saya meminta anggota DPRD Kabupaten Solok lebih tegas kepada Bupati untuk membicarakan hal ini. Sebab anggota dewan adalah wakil rakyat yang harus memperjuangkan hak-hak rakyat. Bukan menjadi pengikut dari penguasa. Kalau tidak sanggup anggota dewan disana, mundur saja,” tegasnya.
“Masyarakat Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, setelah saya baca sudah memperjuangkan Bukit Cambai ini sejak lama. Tapi seperti berjalan sendiri, tidak ada action konkret dari wakil rakyat di DPRD untuk berjuang. Apalagi ketua DPRD yang dulunya melaporkan persoalan korupsi Bupati, malah menyebutkan bupati tidak bersalah tanpa ada proses hukum. Ketua DPRD macam apa itu, yang hanya mementingkan hasrat politik sesaat saja, nggak cocok dia jadi ketua dari wakil rakyat jika hanya bisa angguk-angguk kepala saja,” tutur Budi berharap sengkarut Bukit Cambai bisa cepat terselesaikan.
Konfirmasi
Beberapa waktu lalu, Indonesia Raya menghubungi Kepala Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Solok periode 2012-2016, Taufik Effendi mengatakan memang ada program Ekowisata berbasis masyarakat. Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang memberikan bantuan pembagunan, setelah selesai diserahkan kepada masyarakat. “Tidak ada program jenjang 1000 dan gazebo itu, yang ada program ekowisata berbasis masyarakat,” katanya melalui pesan WA.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Solok Teta Midra saat dikonfirmasi melalui pesan WA hingga berita ini naik cetak tidak memberikan keterangan ataupun komentar apapun kendati pesan WA yang terkirim sudah dibaca. Begitu juga dengan Bupati Solok Epyardi Asda yang dikonfirmasi melalui pesan WA, tidak ada tanggapan ataupun komentar dari orang nomor satu di Kabupaten Solok yang akan OTEWE Sumbar itu. (Tim Red)