JAKARTA, EKSPRESNEWS.COM – Partai Golkar diterpa isu panas. Musyawarah Luar Biasa alias Munaslub untuk melengserkan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto yang juga Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Maju. Indikasi koalisi partai pendukung Jokowi-Ma’ruf mulai pecah.
Isu “kudeta” Partai Golkar telah berhembus sepuluh hari terakhir. Kabar yang beredar, isu “kudeta” terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto mencuat akhir bulan lalu pasca Partai Golkar diisukan akan mendeklarasikan dukungannya terhadap calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan.
Hal ini diperkuat setelah Ridwan Hisjam, anggota Dewan Pakar Partai Golkar mendesak Munaslub Partai Golkar untuk mengganti Airlangga Hartarto. Pada saat yang sama, Ridwan Hisjam memuji-muji Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai sosok super hebat.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono menyebut pihak yang menghembuskan Munaslub Golkar sebagai penumpang liar. Demikian pula dengan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi menegaskan pernyataan usulan munaslub oleh anggota Dewan Pakar merupakan pendapat pribadi. Ia mengatakan pendapat tersebut bukan sikap resmi Dewan Pakar.
Pertarungan “panas” di internal Partai Golkar mulai bergejolak. Faksi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) versus faksi para mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar. Ini merupakan pertarungan “hidup mati” bagi LBP setelah gagal “melunakkan” Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Yang cukup aneh adalah Ridwan Hisjam yang dikenal dekat dengan salah satu faksi mantan Ketua Umum Partai Golkar. Ia menghembuskan isu Munaslub untuk melengserkan Airlangga Hartarto.
Manuver politik Ridwan Hisjam ini dinilai sebagai cek sound faksi LBP di Partai Golkar. Mungkinkah Ridwan Hisyam telah pindak “sekoci” LBP? Bisa jadi sekadar cek gelombang sejauh mana kekuatan LBP di Partai Golkar. Isu Munaslub menguat atau melemah.
LBP memiliki resistensi bila memaksakan diri mengambil alih Partai Golkar dari Airlangga Hartarto. Selain jaringan faksi LBP tidak mengakar juga faktor “tertentu” yang membuat LBP sulit untuk mengambil alih Partai Golkar dari Airlangga Hartarto yang didukung oleh faksi para mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Tidak mudah bagi faksi LBP untuk mengambil alih Partai Golkar. Sesuai AD/ART Partai Golkar, syarat Munaslub diusulkan minimal dua pertiga dari 38 pengurus DPD I tingkat provinsi. Berat bagi LBP maupun Bambang Soesatyo (Bamsoet) bila berambisi mengambil alih Partai Golkar dari Airlangga Hartarto.
Kecuali melalui jalur “tak biasa” dengan mengkriminalisasi Airlangga Hartarto yang tentu saja akan menambah daftar partai koalisi pemerintah “membelot” pasca Partai NasDem mendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden.
Partai Golkar dan Partai NasDem punya nilai sejarah yang sama. Ketua Umum NasDem, Surya Paloh adalah mantan politisi Partai Golkar. Mereka punya “hubungan darah” yang sama, Golkar.
Diprediksi Partai Golkar dan Partai NasDem akan bersatu bila upaya kriminalisasi terhadap Airlangga Hartarto dilakukan oleh faksi LBP. Bila ini terjadi, risiko politik bagi LBP amat besar. Tak menutup kemungkinan pihak oposisi yang selama ini dinilai kritis terhadap pemerintah akan bersatu menggoyang LBP.
Politik jelang Pilpres 2024 semakin panas. Partai Demokrat berupaya dibegal. Partai NasDem dikucilkan dan “kudeta” terhadap Partai Golkar mengancam.
Pertarungan politik “hidup mati” mulai terbuka. Status quo versus perubahan. Siapa pemenangnya? Kita tunggu dengan sedikit bersabar dengan detak jantung lebih cepat dari biasanya.
Bandung, 25 Dzulhijjah 1444/14 Juli 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis