Oleh : Eki Butman
EkspresNews.com – Rivalitas politik jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Provinsi Sumatera Barat antara partai politik (Parpol) dengan calon perseorangan atau Independen sudah mulai terasa. Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa spanduk, baliho dan iklan pengenalan diri beberapa tokoh Sumbar untuk maju sebagai kepala daerah dari jalur perseorangan. Disamping itu, saat ini tidak heran ditemukan banyak orang ataupun kelompok pendukung dan relawan yang gencar mengumpulkan KTP untuk bakal calon tertentu.
Melihat peta persebaran tokoh potensial untuk maju berdasarkan basis Parpol dengan yang belum mempunyai kendaraan Politik, sangat dimungkinkan bakal adanya calon Gubernur independen. Apalagi saat ini tren perpolitikan kita dalam pengajuan bakal calon selalu berdasarkan rekomendasi pimpinan pusat Parpol yang terkadang kurang memperhatikan potensi yang ada ditingkat daerah maupun elektoral, ditambah dengan rekomendasi yang sering keluar di hari-hari terakhir sebelum tahapan pencalonan di KPU.
Persyaratan untuk menjadi calon independen cukup hanya dengan merebut dukungan ditingkat basis elektoral meskipun juga dengan perkara yang tidak gampang. Mengumpulkan dukungan publik berbentuk KTP disertai dengan pernyataan dukungan tentu bukan hal sepele dalam konteks skeptisme public atas kualitas demokrasi electoral di negeri ini. Memang Sumatera Barat dikenal dengan sistem kekerabatan yang kental dibalut dengan ikatan perimodial yang cukup tinggi, namun calon independen harus berjibaku meyakinkan dukungan awal dari publik agar mereka bisa melangkah menuju gelanggang pertarungan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, syarat dukungan calon perseorangan yang maju pada Pilkada, yaitu 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih (DPT pilkada terakhir). Rinciannya, yaitu 10 persen untuk DPT 2 juta; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 2 juta-6 juta; 7,5 persen untuk jumlah DPT 6 juta -12 juta; dan 6,5 persen untuk jumlah DPT lebih dari 12 juta.
Sedangkan syarat minimal dukungan calon perseorangan untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat adalah 316.051 dukungan, dengan sebaran tersebar di 10 kabupaten /kota. Apabila ada dukungannya tidak memenuhi syarat, atau karena terdapat kegandaan, maka perbaikan yang disetor sebanyak dua kali lipat. Misalnya, dukungan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 100 KTP, maka perbaikan yang harus disetor sebanyak 200 KTP.
Membaca arah peluang dari pasangan calon perorangan dalam kontek dinamika per politikan saat ini, pasangan calon perorangan sangat diminati oleh electoral dari pada calon partai politik. Hal ini disebabkan partai politik hingga saat ini belum memberi impresi yang memadai sebagai institusi yang mau dan mampu mengagregasi kepentingan politik rakyat. Bahkan ada kecendrungan menguatnya gejala ketidak percayaan publik atas peran dan fungsionalisasi parpol itu sendiri.
Kecendrungan pemilih di Sumatera Barat yang heterogen dan cair serta kecendrungan pemilih lebih rasional menyediakan cukup banyak peluang untuk masa mengambang. Kecendrungan ini menjadi peluang untuk calon independen mengingat ikatan pemilih dengan parpol sangat cair dan tidak bersifat fanatik.
Sentimen negatif dari publik atas kinerja partai politik secara umum di level nasional maupun daerah seharunya bisa dimanfaatkan oleh calon independen dengan menawarkan platform, program-program dan kinerja yang berbeda sekaligus membawa perubahan. Sebab untuk pencitraan ditingkat elektoral calon independen memiliki modal, yaitu terbebas dari kepentingan politik.
Calon independen bukan tanpa hambatan atau rintangan, salah satu tantangan bagi calon independen antara lain dukungan biaya yang tinggi dan desain strategi yang belum mengakar. Untuk urusan biaya dan strategi, calon independen mesti berusaha sendiri. Mesin pendanaan beserta strategi calon independen akan ditentukan langsung oleh kandidat yang bertarung.
Calon independen mesti memiliki sokongan dana yang sangat besar untuk membiayai seluruh partisipasi mereka dalam setiap tahapan pelaksanaan Pilkada. Proses awal mengumpulkan dukungan KTP beserta pengenalan diri ke publik sampai dengan proses tahapan kampanye sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Puncaknya adalah ketika mengawal proses pencoblosan dan penghitungan suara dengan membiayai para saksi yang akan ditugaskan dimasing-masing TPS.
Kesulitan untuk melakukan desain strategi untuk meyakinkan electoral sampai ke akar rumput merupakan tantangan nyata yang akan dihadapi oleh calon independen. Hal ini sangat berbeda dengan pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sebab, jaringan partai politik disertai dengan organisasi sayap parpol yang telah mengakar dan terstruktur sampai ke tingkat paling rendah (dusun/RT/RW) akan mempermudah untuk meyakinkan calon yang diusung kepada masyarakat. Mesin Parpol akan mudah digerakkan, sebab Parpol atau gabungan Parpol telah memiliki kader dan simpatisan sampai ketingkat basis pemilih.
Menakar peluang munculnya calon independen pada Pilkada Sumbar tahun 2020 sangatlah tipis, catatan sejarah Pilkada Sumbar belum ada calon perseorangan yang maju sebagai calon Gubernur. Disamping kesulitan dalam legitimasi mengumpulkan KTP dukungan, calon perseorangan mesti membentuk tim pemenangan sendiri. Proses tahapan yang akan dilalui tersebut akan menimbulkan biaya politik yang tidak sedikit, butuh perhitungan dan strategi yang matang untuk maju sebagai calon independen atau perseorangan pada Pilkada Sumbar tahun 2020. (*)