BUKITTINGGI – Berdasarkan Laporan Hasil Keuangan (LHK) BPK Sumbar 2023, BPI KPN PA RI Sumbar memandang kerja Sama Operasional (KSO) Laboratorium Kateterisasi (cathlab) PT. Selaras Media Utama (SMU) healthcare dengan RSUD Achmad Mochtar (RSAM) tidak memberikan kontribusi optimal dan berpotensi merugikan pihak RSAM.
RSAM menggandeng PT. SMU sebagai mitra penyedia alat laboratorium kateterisasi terhitung sejak 2018 hingga 2031, dengan skema bagi hasil yang sumber dananya berasal dari klaim dana BPJS pada setiap periode tertentu. Total presentase profit sharing yang telah dibayarkan kepada PT. SMU (2018-2023) sebesar Rp 31.186.079.309,00.
Sedangkan, hasil penghitungan ulang BPK Sumbar jika RSAM mengambil dana melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan suku bunga 11,05% waktu pinjaman 5 tahun, maka diperoleh total pinjaman daerah serta bunganya hanya Rp 24.555.616.396,63. Dengan kata lain, pada 2023 RSAM sudah bisa mempunyai alat cathlab sendiri (harga unit tersebut diperkirakan 9 Milyar).
Ketua BPI KPNPA RI Sumbar, Drs. H. Marlis, M.M., menduga KSO ini berpotensi merugikan Negara. “BPI memandang ini adalah sebuah celah yang menimbulkan kerugian Keuangan Negara. BPI menghimbau dan menyarankan kepada Direktur RSAM agar dapat mengkaji ulang Kerja Sama Operasi tersebut, dengan skema yang saling menguntungkan,” tutur Marlis, (Jumat, 20/09/2024).
Berdasarkan LHP BPK RI tahun 2023 ditemukan tidak adanya koordinasi Direktur RSAM dengan Kepala Daerah (Gubernur Sumatera Barat) atas KSO ini. Permintaan keterangan dengan Direktur RSAM tanggal 19 Februari 2024, diketahui bahwa proses KSO pada 2018 bukan merupakan inisiasi dari Kepala Daerah, melainkan kebijakan Direktur RSAM pada saat itu.
“berdasarkan permendagri Nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk teknis tata cara kerja sama daerah disebutkan bahwa perjanjian kerja sama daerah dengan Badan Hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Pimpinan Badan Hukum. Dengan demikian, Direktur RSAM tidak punya kewenangan untuk menandatangani KSO tersebut. Tentu dapat diartikan bahwa kerja sama tersebut berlangsung tanpa adanya dasar hukum,” pungkas Marlis.
Hasil pemeriksaan BPK, diketahui juga terdapat permasalahan adendum III tidak mempunyai dasar perikatan yang sah. Berdasarkan analisa diketahui bahwa dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh Direktur RSAM sampai dengan pemeriksaan berakhir.
Direktur RSAM menyatakan bahwa alasan tidak disahkannya dokumen adendum III adalah karena Direktur RSAM tidak bersedia untuk menandatangani dan mengarahkan agar pihak kedua dalam perjanjian adalah Ketua Tim MoU.
Maka, BPI KPNPA RI Sumbar mengasumsikan bahwa dasar hukum atas KSO itu tidak terpenuhi. Selain di atas, terdapat permasalahan lain, seperti bussines plan KSO tidak disusun secara memadai, PT SMU belum melaksanakan kewajiban pengembangan SDM, pembagian skema profit sharing membebani keuangan BLUD RSAM, hingga RSAM belum memedomani ketentuan terkait evaluasi dan pelaporan pelaksanaan KSO.
Menurut Marlis, penerapan pola KSO serupa juga berpotensi terjadi di Rumah Sakit Daerah dibawah kewenangan Provinsi Sumatera Barat lainnya, seperti RSUD Pariaman, RSUD Mohammad Natsir Solok, RSJ HB Saanin Padang, RS Paru Lubuk Alung, serta RSUD yang menjadi kewenangan kabupaten/kota lainnya di Sumbar.
“Maka untuk itu, BPI akan coba mempelajari kasus yang sama pada RSUD lainnya. Demi mengurangi potensi kerugian keuangan Negara, dan selanjutnya diharapkan Pemerintah Daerah dapat mempelajari kembali pola-pola KSO yang telah dan akan dilaksanakan di masing-masing daerah.” tutupnya. (Rel)