KontraS Desak Kompolnas Turun Tangani Kematian Afif Maulana

PADANG – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya mendesak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk turun tangan dan memanggil Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat (Sumbar) dalam kasus kematian seorang remaja bernama Afif Maulana (13) pada Minggu (9/6/2024) lalu.

“Kami mendesak Kompolnas untuk proaktif untuk mengawasi, termasuk memanggil dan memeriksa Kapolda Sumbar,” kata Dimas, Selasa (25/6/2024).

Kompolnas, katanya, memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 17 tahun 2011 pasal 8 ayat 1 tentang Komisi Kepolisian Nasional.

“Kami juga mendesak agar kasus penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ini perlu dilakukan dan diberitahu kepada publik sebagai upaya menghadirkan rasa keadilan bagi keluarga korban,” katanya.

Sebelumnya, Anggota Kompolnas, Poengky Indarti mengeklaim telah menyurati Polda Sumbar untuk memberikan klarifikasi terkait kasus kematian Afif Maulana.

“Kami mendorong adanya pemeriksaan yang profesional dan komprehensif, dengan dukungan scientific crime investigation. Kompolnas juga mendorong hasil pemeriksaan dapat disampaikan kepada keluarga korban dan publik secara transparan. Jika diperlukan, kami akan turun langsung melakukan klarifikasi ke Polda Sumbar,” katanya.

Beredar informasi, sejatinya, Kompolnas sudah akan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau lokasi penemuan jasad Afif Maulana yang ditemukan meninggal pada 9 Juni 2024 di hari Selasa (25/6/2024).

Namun, sejumlah awak media yang telah menunggu tak melihat adanya pihak kepolisian atau anggota Kompolnas yang datang.

Pelaku Tawuran

Dalam setiap wawancaranya, Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono selalu mengatakan bahwa Afif Maulana meninggal dunia akibat menjatuhkan diri ke Sungai Kuranji yang memiliki ketinggian 65 meter.

Langkah tersebut, kata Kapolda, diambil Afif Maulana demi menghindari kejaran polisi yang hendak mengamankannya karena diduga hendak melakukan tawuran.

Irjen Suharyono menyebut bahwa pada dini hari sebelum Afif Maulana ditemukan meninggal dunia, korban sudah berkomunikasi melalui telepon hingga mendatangi seorang rekannya bernama Aditya.

“Rencananya mereka berkumpul dengan empat geng yang ada di situ untuk berangkat menyerang geng lain. Geng ini kami sudah kantongi identitasnya, kami punya data akurat (kelompok geng tawuran tersebut),” katanya.

“Namun apapun, sampai saat ini penyelidikan dan pendalaman terkait 39 saksi yang kami dalami masih kami periksa, dari Polsek Kuranji, Polresta Padang, Sabhara Polda Sumbar, 39 totalnya, kalau kemarin 34, sekarang sudah 39,” sambungnya.

Irjen Suharyono juga kembali ‘pasang badan’ untuk personelnya dengan menyebut jika seandainya personelnya tidak turun ke lapangan, maka akan banyak korban lain yang berjatuhan dengan aksi tawuran yang terjadi pada malam tersebut.

“Kami tetap meyakini bahwa hal ini in shaa Allah sesuai dengan prosedur yang sudah dilakukan, karena andai kata 50-an geng ini menyerang geng lain tak dihambat kepolisian, korban yang berjatuhan bisa lebih banyak karena senjata tajam (sajam) yang dipakai itu. Sajam itu dibikin sendiri, tajamnya minta ampun. Kalau sudah membawa sajam, maka akan mendatangkan korban lebih banyak. Kami juga mengimbau agar lebih mencermati kegiatan dan aktivitas anak-anak kita di malam libur, malam minggu atau libur panjang,” katanya.

Melukai Hati

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang meragukan dan menolak pernyataan Irjen Suharyono yang dengan sangat yakin menyebut bahwa kematian Afif Maulana bukan karena disiksa oleh oknum polisi.

Berbanding terbalik dengan pernyataan Kapolda Sumbar, LBH Padang menemukan adanya tanda-tanda kekerasan yang ada di tubuh Afif Maulana dan sejumlah anak-anak melalui foto dan keterangan rekan dari korban.

“Lalu bagaimana kami bisa percaya tidak ada penyiksaan itu? Ketika foto dan dokumentasi menunjukkan bekas penyiksaan itu (apa bisa dibantah)? Setahu kami, dalam proses penegakan hukum, tidak ada prosedur yang bisa melakukan penyiksaan baik ke orang dewasa maupun anak-anak. Bahkan hukum mengharamkan adanya tindakan penyiksaan dan kekerasan terhadap siapapun. Kami meminta Kapolda Sumbar setia kepada fakta-fakta tersebut,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani via keterangan tertulis, Senin (24/6/2024) malam.

Dalam keterangannya, kata Indira, Kapolda Sumbar juga mengungkapkan akan menindak mereka yang memviralkan kasus.

LBH menilai pernyataan Irjen Suharyono sangat janggal dan semakin menguatkan kecurigaan lembaga bantuan hukum itu serta melihat ada yang salah dengan situasi tersebut.

“Bukannya fokus untuk mencari pelaku yang diduga anak buahnya, namun malah ingin melakukan kriminalisasi dan membungkam keadilan bagi korban dan keluarganya,” katanya.

LBH Padang melihat tindakan intimidasi, pengancaman dan pembungkaman sudah diduga dilakukan oleh kepolisian untuk berupaya menutup kasus ini.

“Atas pernyataan Kapolda Sumbar, ibu korban merasa kecewa dan hancur karena menyadari jalan yang terjal untuk memberikan keadilan bagi kematian tragis anaknya. Ibu korban menyatakan hatinya bisa terobati jikalau pelaku yang diduga melakukan penyiksaan dihukum berat dan dipecat,” katanya.

Bahkan demi meyakinkan publik, LBH Padang merilis dokumentasi penyiksaan dan menegaskan bahwa ada penyiksaan terhadap Afif Maulana.

“Berhenti membuat pembohongan publik, proses anak buah anda Pak Kapolda Sumbar. Berhenti lindungi pelaku, proses mereka semua. Tugas polisi mencari kebenaran atas tanda-tanda penyiksaan yang muncul ditubuh korban dan kawan-kawannya. Berikan keadilan bagi korban Afif Maulana dan kawan-kawannya segera,” katanya.

LBH Padang mendorong Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil alih kasus Afif Maulana karena terindikasi banyak konflik kepentingan.

“Jujur kami merasa tidak percaya dan terlalu banyak konflik kepentingannya atas kasus ini. Melaporkan polisi, ke teman polisi dan ada atasan polisi serta diproses di rumah sakit polisi rasanya sepeti hal yang mustahil. Kami sangat meragukan independensi dan integritas kasus ini di jajaran kepolisian Sumbar apalagi dengan pernyataan Kapolda Sumbar tersebut,” tuturnya. (rdr)

 

 

 

This will close in 8 seconds