DPD RI  

Komite III DPD RI Kaji Usulan Pembentukan Konsorsium Perbankan Sebagai Pembayar Klaim

Kisruh Lambatnya Pembayaran Klaim Rumah Sakit Oleh BPJS.

EkspresNews.com – Komite III DPD RI menyelengarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan dr. Exsenveny Lalopua dari Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), Fajaruddin Sihombing Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI), dan Hasbullah Thabrany Pakar Jaminan Sosial. Rapat tersebut berlangsung di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (15/01).

Wakil Ketua Komite III DPD RI Muhammad Gazali menyatakan, selama reses anggota Komite III DPD RI banyak menerima keluhan dan aspirasi masyarakat terkait penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan khususnya perihal kualitas layanan kesehatan. Keluhan tersebut berpusat pada tidak adanya standardisasi layanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan, sistem rujukan berjenjang online yang dianggap merepotkan, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% yang sangat memberatkan.

“Khusus iuran BPJS, terdapat potensi penurunan kelas dari peserta yang jumlahnya sangat besar, sehingga berdampak pada kegagalan pencapaian Universal Health Coverage (UHC),” ucap Gazali didampingi Wakil Ketua Komite III DPD RI Muhammad Rakhman.

Hasbullah menjelaskan belum optimalnya kerja BPJS, menurutnya disebabkan tiga akar persoalan yang hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Pertama, perihal iuran, berapa besar iuran yang layak. Kedua, tata kelola belum konsisten bahkan ada kekhawatiran penyalahgunaan wewenang. Selanjutnya ketiga, prinsip keterbukaan yang belum dilaksanakan oleh BPJS. “Pemerintah seharusnya fokus pada tiga hal ini,” tegasnya.

Sementara itu, Exsenveny Lalopua mengungkapkan tidak adanya sinkronisasi regulasi di tingkat pusat dan daerah menghambat layanan kesehatan yang diberikan rumah sakit daerah. Selain itu, fungsi rumah sakit daerah tidak hanya pelayanan tetapi juga pendidikan dan penelitian.

“Sistem rujukan yang diatur oleh BPJS, menyebabkan fungsi rumah sakit daerah sebagai rumah sakit pendidikan dan penelitian tidak terlaksana. Hal ini disebabkan berbagai jenis penyakit tertentu harus dirujuk pada fasilitas kesehatan lanjutan di atas rumah sakit daerah,” kata Exsenveny.

Fajaruddin Sihombing menegaskan defisit keuangan yang melanda BPJS seharusnya tidak berdampak pada klaim pembayaran kepada fasilitas kesehatan. Terlambatnya pemenuhan klaim rumah sakit oleh BPJS akan mempengaruhi operasional rumah sakit. “ARSSI mengusulkan dibentuknya Konsorsium Perbankan sebagai pembayar klaim rumah sakit,” paparnya.

Senator asal Provinsi Banten Abdi Sumaithi mengkritisi konsep jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS. Menurutnya perlu diperjelas, apakah BPJS sebagai institusi yang menyelenggarakan jaminan sosial atau menyelenggarakan asuransi sosial. “Jika sebagai penyelenggara jaminan sosial, tidak ada peserta mandiri dan seluruh penduduk Indonesia adalah peserta PBI yang preminya dibayar negara,” terangnya.

Senator asal Sulawesi Tengah Shaleh Muhamad Aldjufri menyoroti persyaratan sebagai warga miskin bagi peserta PBI, yang menurut Aldjufri sering dipermaikan oleh oknum tertentu. “Oleh karena itu perlu perlu adanya definisi yang jelas dan tegas perihal warga miskin,” katanya.

Di kesempatan yang sama, senator asal Provinsi Bali Anak Agung Gde Agung menegaskan pentingnya political will dan komiten melaksanakan konstitusi dari pemerintah dan kepala daerah dalam pencapaian UHC. “Saat ini Kabupaten Badung telah mencapai 100% UHC. Melalui APBD, Pemerintah Kabupaten Badung membayarkan premi penduduk yang tidak dibayarkan oleh pemerintah pusat,” ujar dia.

Menanggapi berbagai pernyataan senator, Hasbullah mengungkap bahwa konsep jaminan sosial bukan berarti gratis atau tanpa berbayar. Negara-negara yang menyelenggarakan jaminan sosial, menurutnya juga membebankan pembayaran premi kepada warga negaranya, meski tidak melalui pembayaran langsung (pembayaran premi) tapi melalui pajak yang dibayarkan oleh warga negara. “Karena sumber keuangan negara juga dari uang yang dipungut dari warga negara,” ucapnya.

Kedua narasumber lainnya yang mewakili ARSADA dan ARSSI pada closing statement-nya, menekankan kurangnya sosialisasi terhadap berbagai kebijakan yang diterbitkan oleh BPJS baik kepada masyarakat maupun fasilitas kesehatan. Perihal cepat berubahnya regulasi yang diterbitkan sehingga membuat fasilitas kesehatan kepayahan juga menjadi persoalan.

Pada closing statement-nya, pimpinan rapat Muhammad Ghazali senator asal Provinsi Riau menyatakan bahwa berbagai pandangan dan pendapat dari narasumber dan senator menjadi bahan pembahasan pada rapat-rapat selanjutnya dengan pemerintah maupun BPJS. “Komite III DPD RI juga akan mengkaji usulan pembentukan konsorsium perbankan sebagai pembayar klaim,” imbuhnya. (Abdi)