Fokus  

Komisi Informasi Harus Mencabut Kembali Penghargaan Yang Diterima UNP

KIP memberikan penghargaan rangking pertama keterbukaan informasi publik dengan kategori PTN sebagai badan publik yang informatif kepada UNP, padahal UNP sangat tertutup terhadap konfirmasi wartawan tentang adanya indikasi-indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan yang sedang gencar-gencarnya di UNP. Penghargaan KIP tak berwibawa lagi ?

EkspresNews.com – Wajah wartawan muda itu terlihat heran berbaur kaget, Prof Ganefri PhD selaku Rektor di Universitas Negeri Padang (UNP) yang baru saja dianugerahi penghargaan rangking pertama dengan kategori perguruan tinggi negeri sebagai badan publik yang informatif oleh Komisi Informasi Publik (KIP), Kamis (21/11/2009) tahun kemaren, sangat tertutup dengan data-data yang dibutuhkan wartawan dalam sebuah konfirmasi tentang adanya indikasi penyimpangan seperti, penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan Labor Pariwisata di kampus V Bukittinggi, pengalihan fungsi kolam loncat indah menjadi gedung Labor Olahraga yang diduga kuat tidak sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku di wilayah Republik Indonesia, pembangunan rumah rektor di Desa Koto Panjang yang setelah siap memasuki dua periodesasi kepemimpinan Prof Ganefri PhD selaku rektor di UNP tidak ditempati, penyaluran dana gempa Palu, indikasi markup dalam pembangunan GOR Basket Lubuk Buaya yang telah menelan dana Rp 58 miliar belum juga dapat dimanfaatkan, dan masih banyak lagi.

“Penghargaan yang dianugerahkan KIP ini sangat kontraproduktif dengan kenyataan yang ada,” ketus si-wartawan sembari membalik dan memutar berirama sebatang rokok kretek di antara jari jemarinya dalam sebuah perbincangan dengan Indonesia Raya (Afiliasi EkspresNews), Rabu (8/7) pagi, di DPRD Sumbar.

Berdasarkan pengamatan Indonesia Raya, memang ditemukan banyak kejanggalan. Betapa tidak ? Sebagai penerima penghargaan rangking pertama keterbukaan informasi publik dengan kategori Perguruan Tinggi Negeri sebagai badan publik yang informatif oleh KIP seharusnya UNP tidak antipati terhadap konfirmasi wartawan tentang adanya indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang potensial merugikan keuangan negara. “Masyarakat melalui wartawan memiliki hak untuk mengetahui seluruh proses pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang ada di UNP,” ujar salah seorang warga Padang yang mengaku bernama Ujang dalam pembicaraan dengan Indonesia Raya, Kamis (9/7) pagi, di Air Tawar Padang.

Dr Jhon Farlis MSC, Pengamat Politik, Hukum, dan Pemerintahan, memberikan pendapat yang berbeda. Malah ia mengatakan, penghargaan rangking pertama keterbukaan informasi publik dengan kategori Perguruan Tinggi Negeri sebagai badan publik yang informatif tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kalau seorang wartawan yang membutuhkan informasi diabaikan,  katanya, wartawan bisa juga memberikan penghargaan terhadap UNP dengan rangking pertama ketertutupan informasi publik terhadap wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya. “KI perlu diberitahukan oleh wartawan lewat pemberitaan tentang kontraproduktif pengharagaan KI dengan kenyataan yang ada sekalipun soal cabut mencabut penghargaan itu adalah urusan prerogatif KI, tapi wartawan berhak juga memberikan gelar tentang kemunafikan. Sebenarnya yang salah itu bukan UNP, tapi rezim yang memimpin institusi itu,” ujar Dr Jhon Farlis MSC dalam sebuah perbincangan dengan Indonesia Raya, Kamis (9/7) pagi, di Padang.

Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI), Samaratul Fuad, mengatakan, bahwa pertama yang mengakses informasi ke UNP tentu harus mengikuti prosedur. Dalam prosedur itu, katanya lagi, dijelaskan siapa yang membutuhkan informasi, apa informasi yang diminta, gunanya untuk apa, ini prosedur secara umum. Yang meminta informasi, katanya menambahkan, tentu harus memenuhi prosedur itu. “Jika prosedur sudah dipenuhi ditolak dengan alasan tertentu, sangketanya ke KIP,” kata Samaratul Fuad dalam sebuah pembicaraan telepon dengan Indonesia Raya, Kamis (9/7) siang.

Dikatakan Samaratul Fuad,  jika kebutuhan informasi itu untuk kerja jurnalistik tentu prosedur itu tidak bisa diberlakukan kepada rekan-rekan wartawan karena mereka bekerja diatur UU NO : 40 Tahun 1999 tentang Pers. Maka menjadi kewajiban para pihak yang dikonfirmasi untuk memberikan informasi. “Jika wartawan yang membutuhkan informasi tidak dilayani, sudah dapat dimasukan kepada kategori menghalang-halangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Itu, merupakan suatu tindak pidana yang bisa dilaporkan kepada polisi. Tentang penghargaan yang diberikan KI terhadap UNP, pihak yang merasa dirugikan bisa mengkomunikasikan kepada pihak KI atas terhalangnya kerja-kerja wartawan,” ujar pengagum berat pahlawan revolusioner dan ahli strategi militer “Che Guevara” ini.

Rianda Seprasia SH MH, Advokat & Aktivis Anti Korupsi, mengatakan, pemberi informasi wajib memberikan informasi yang diminta wartawan terkait dengan penghargaan yang diberikan oleh KI kepada UNP. “Penghargaan rangking pertama keterbukaan informasi publik dengan kategori Perguruan Tinggi Negeri sebagai badan publik yang informatif yang diberikan KI kepada UNP, sangat kontraproduktif dengan tidak dijawab-jawabnya konfirmasi berita yang diajukan wartawan. Seharusnya diberikan penjelasan tentang informasi yang dibutuhkan wartawan, setidaknya no coment,” ujar Rianda Seprasia SH MH dalam sebuah pembicaraan telepon dengan Indonesia Raya, Kamis (9/7) siang, di kantornya.

Dikatakan Rianda Seprasia SH MH, wartawan mencari berita dilindungi UU NO:40 Tahun 1999 tentang Pers. Yang menjadi persoalan, katanya, dengan tertutupnya UNP maka KI perlu mengklarifikasi atau meninjau kembali penghargaan yang telah diberikan kepada UNP ini. “Klarifikasi ini penting diminta oleh KI, apa yang menjadi keberatan pihak UNP memberikan informasi yang dibutuhkan wartawan dalam konfirmasinya,” kata pengagum berat kederhanaan mantan proklamator kemerdekaan RI “Bung Hatta” ini.

Menurut mantan aktivis YLBHI ini, apabila secara UU Keterbukaan Informasi Publik pihak UNP mempunyai alasan yang kuat tidak memberikan apa yang diminta wartawan dan itu beralasan hukum mungkin KI dapat menerimanya, tapi kalau itu tidak beralasan hukum KI harus meninjau kembali penghargaan yang telah diberikan kepada UNP.

Saat Indonesia Raya kembali mencoba menghubungi Rektor UNP Prof Ganefri PhD ternyata hal serupa juga kembali terjadi. Rektor masih tetap memblokir nomor telefon yang digunakan untuk keperluan konfirmasi. Begitu juga dengan Humas UNP Novi yang dihubungi, kendati WAnya online, tetap saja tidak mendapatkan balasan terhadap persoalan ini.

Nah..,kini ketertutupan Prof Ganefri PhD selaku Rektor UNP dalam menjawab konfirmasi wartawan sangat kontraproduktif dengan penghargaan rangking pertama keterbukaan informasi publik dengan kategori Perguruan Tinggi Negeri sebagai badan publik yang informatif yang diberikan KI. Akankah KI meninjau kembali atau mencabut penghargaan tersebut ? Hanya waktulah yang dapat menjawab ! (Harianof)