EKSPRESNEWS – Hak Jawab adalah hak seseorang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya. Hak jawab digunakan ketika pemberitaan di media, bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 4, dan pasal 5. Akan Tetapi Bagaimana Jadinya Jika Hak Jawab Sekaligus Digunakan Untuk Memfitnah?
Berita Tabloid Indonesia Raya halaman 8 edisi 521 memuat hak jawab dari Pemerintah Kabupaten Solok selaku terberita yang disampaikan oleh Dinas Kominfo lewat Pdf ke redaksi media ini adalah bentuk tanggung jawab media sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Dalam hal memuat hak jawab yang disampaikan, berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab, media punya hak untuk menyunting hak jawab sesuai dengan prinsip pemberitaan atau karya junalistik. Setelah diterbitkan, e-paper 521 dikirimkan kepada Kadis Kominfo Teta Midra.
Namun pada 2 paragraf terakhir ditulis didalam hak jawab tersebut adalah :
1. Pihak media juga melakukan pengancaman sebelum menerbitkan berita dengan cara mengirim WA berisi ringkasan berita yang akan di muat dan mengaitkan dengan kecilnya jumlah eksemplar berlangganan serta sedikitnya jumlah nominal pariwara yang terima oleh media tersebut.
2. Media ini juga meminta direkomendasikan dan dipertemukan dengan kontraktor karena tidak disanggupi mereka memuat berita yang menyudutkan tersebut.
Tuduhan yang disampaikan tertulis dalam hak jawab itu Redaksi Tabloid Indonesia Raya sudah melakukan klarifikasi langsung terkait 2 paragraf terakhir dalam hak jawab, lewat telpon ke Kadis Kominfo Kabupaten Solok, Teta Midra, Sabtu sore 26 Oktober 2024.
Teta mengatakan bahwa nanti Kabidnya yang bernama Deby akan mengonfirmasikan persoalan isi hak jawab. Namun setelah Indonesia Raya mencoba menghubungi Deby sekitar pukul 7 malam, Sabtu 26 Oktober tidak berhasil terhubung. Indonesia Raya kembali menghubungi Teta memberitahukan perihal tersebut diatas, namun Teta mengatakan nanti akan dihubungi lagi.
Pada keesokannya, Minggu pagi 27 Oktober 2024, Indonesia Raya menghubungi Deby dan mempertanyakan persoalan diatas. (Semua percakapan Deby direkam).
Selirih, Deby mengeluhkan kenapa Kadis mengoper persoalan Hak Jawab kepada dirinya, tapi Deby tetap menjelaskan semampunya saja. Yang pada dasarnya Hak Jawab dikonsep dan ditulis oleh Kadis Kominfo Teta Midra. Namun untuk persoalan 1 dan 2 Deby hanya bisa menjawab pernyataan nomor 1 yaitu jumlah eksemplar yang ditawarkan oleh Kominfo Kabupaten Solok hanya sesuai dengan kemampuan ketersediaan anggaran.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia Raya tidak pernah mengharapkan dengan sebuah pemberitaan akan memberikan dampak kenaikan oplah langganan kerjasama di Pemerintah Kabupaten Solok. Bahkan ketika Kadis Kominfo Teta Midra mengeluarkan surat pemberhentian kerjasama atau pemutusan kontrak langganan, Indonesia Raya tidak mempermasalahkannya.
Akan tetapi, masih dalam pembicaraan telefon dengan Deby, untuk poin pernyataan kedua, Deby tidak bisa memberikan keterangan apapun. Kepada Indonesia Raya, Deby meminta untuk mengonfirmasikannya kepada Sekretaris Kominfo Syafriwal atau Sekdakab Solok Medison.
Indonesia Raya menghubungi Sekretaris Kominfo Syafriwal (percakapan juga direkam sebagai alat bukti). Didalam percakapan dengan Syafriwal dikatakan bahwa konsep Hak Jawab dibuatkan oleh Kadis Kominfo Teta Midra. Sehingga persoalan Indonesia Raya meminta direkomendasikan dan dipertemukan dengan kontraktor seperti yang dituliskan didalam Hak Jawab tersebut Syafriwal mengatakan bersumber dari seliweran orang yang berkata.
Akan tetapi, Syafriwal akhirnya buka suara dan mengatakan bahwa hal tersebut bersumber dari pembicaraan Sekda Medison dengan Pimpinan Umum Indonesia Raya. Artinya sumber yang mengatakan bahwa Indonesia Raya “bermain proyek” adalah Sekda Medison.
Pemimpin Umum media ini langsung berkomunikasi dengan Sekdakab Solok Medison. Sekda tersebut membantah dan menceritakan bahwa permasalahan hak jawab baru dia ketahui, Senin 28 Oktober 2024 dari laporan Kominfo kepadanya. Dalam komunikasi lewat telpon Selasa pagi 29 Oktober 2024 itu Medison mengatakan akan menindak tegas bawahannya dimaksud.
Sementara itu, pada Selasa 29 Oktober 2024, Kadis Kominfo Teta Midra mengirimkan ralat hak jawab kepada Indonesia Raya, dengan menyatakan bahwa paragraf terakhir tersebut memang tidak ada kaitannya dengan substansi berita dan Teta mengakui terdapat kesalahan serta tidak pernah terjadi. “Untuk itu kami cabut dan minta maaf atas kesalahan tersebut,” tulis Teta dalam ralat Hak Jawabnya.
Lantas bagaimana menurut hukum terkait Fitnah yang disampaikan secara tertulis dalam menggunakan hak jawab dari Kominfo Pemerintah Kabupaten Solok kepada media Tabloid Indonesia Raya?
Direktur LBH Pers Padang, Aulia Rizal kepada Indonesia Raya mengatakan bahwa persoalan hak jawab dan persoalan yang ditimbulkan dari hak jawab adalah 2 hal yang berbeda. Dikatakannya Indonesia Raya sudah memenuhi permintaan hak jawab sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Namun muncul persoalan kedua, yaitu adanya Fitnah atau tuduhan yang tidak berdasar itu jelas ada unsur pidana jika dilihat dari KUHP. Hak jawab sudah dimuat secara proporsional, tapi didalamnya ada fitnah yang dituliskan, kewenangan Pers adalah menyuntingnya dan menerbitkannya,” ungkap Aulia Rizal yang saat ini bergiat di YLBHI Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024.
Aulia juga mengatakan bahwa unsur pidana yang muncul dari fitnah tersebut jelas tertuang didalam Pasal 311 KUHP. “Sekalipun diralat dan mereka meminta maaf, tapi dasar dari Hak Jawab yang pertama dikirim sudah diterbitkan, sehingga jika dikirim kembali, itu tidak ada gunanya sebenarnya,” tambah Aulia Rizal yang pernah menjadi aktivis di LAM&PK Unand.
“Dalam KUHP itu jelas, jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis tidak membuktikan, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang seharusnya, maka diancam melakukan Fitnah dengan pidana penjara paling lama Empat tahun, begitu seingat saya isi Pasal 311 itu,” tuturnya.
Sementara itu, Advokat dan pemerhati Pers, Armanda Fransiska mengatakan hak jawab tersebut mutlak dan ada mekanismenya didalam UU 40/1999, sudah menjadi keharusan media untuk memuat hak jawab. “Tapi, pemberi hak jawab harus memahami bahwa Hak Jawab hanya untuk persoalan pemberitaan yang telah terbit, lalu bagian mana yang perlu diluruskan atau dikoreksi. Adanya Fitnah yang kemudian juga telah ditelusuri oleh media, ternyata ada tuduhan yang tidak berdasar, tentu ranahnya adalah UU ITE atau Pidana didalam KUHP,” tambah Armanda, Selasa 29 Oktober 2024.
Menurutnya, sesuatu hal yang bukan Fakta dan disebarkan baik dalam bentuk tulisan, obrolan dari mulut ke mulut, itu ranahnya ITE. Lanjutnya, sesuatu hal yang kemudian membuat rusaknya reputasi merupakan pencemaran nama baik, ada Pidananya.
“Somasi dan Tuntutan adalah langkah tepat untuk memberikan pelajaran agar kemudian modus-modus pembegalan Pers oleh instansi pemerintahan bisa dihentikan. Pers adalah pilar demokrasi yang wajib dijaga dan diayomi seperti 3 pilar lainnya,” tutur Armanda. (Abdi)