Pendiri perguruan Adabiah yang saat ini bernama Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) Adabiah adalah Abdullah Ahmad yang lahir pada tahun 1878 di Padang Panjang dan wafat tahun 1933. Rekam jejak historikal pendiri Adabiah tidak akan pernah berubah. Terbitnya SK Kemenkumham 2014 berdasarkan Akta No 1 Tahun 2014 patut diduga cacat hukum karena yang tertulis sebagai pendiri adalah (alm) Muchlis Muchtar yang meninggal pada tahun 2013.
EKSPRESNEWS.COM – Kelahiran Perguruan Adabiah tidak bisa dipisahkan dari nama H Abdullah Ahmad. Dikenal luas sebagai pendiri perguruan Adabiah adalah seorang tokoh ulama Kaum Muda yang giat melancarkan gerakan modernisasi Islam di Sumatera Barat pada awal abad ke 20. Lahir pada tahun 1878 dari seorang ayah saudagar dan alim ulama. Pamannya seorang alim ulama yang dikenal dengan nama Syekh Gapuak adalah imam Masjid Raya Ganting Padang.
Abdullah Ahmad pada tahun 1909 mendirikan Adabiah School yang merupakan cikal bakal Adabiah saat ini. Pada tahun 1915 bersama para pengusaha dan cendikiawan mendirikan Sjarikat Oesaha yang kemudian menjadi Yayasan Syarikat Oesaha.
Abdullah Ahmad memimpin YSO Adabiah sampai akhir hayatnya pada tahun 1933. Sepeninggal Abdullah Ahmad, YSO dipimpin oleh Marah Tetek sampai tahun 1940. Dan dilanjutkan oleh Zainuddin PS selama 4 tahun.
Usai dipimpin oleh Zainuddin PS, YSO Adabiah dikomandoi oleh Anas Sutan Masabumi sampai tahun 1966 dan Muhammad Izin sampai tahun 1968. Selanjutnya YSO Adabiah dipimpin oleh Zaidir Sutan Majolelo dari tahun 1968 sampai 1990.
Pertengahan April 1990 sampai 2002 Adabiah dipimpin oleh Hasrul Kahar. Setelah itu, jabatan pengurus beralih ke Muchlis Muchtar sampai ia meninggal tahun 2013.
“Tapi pada tahun 2014 didalam Akta Perubahan YSO Adabiah terdapat suatu keganjilan, dimana Pendiri Adabiah yang dituliskan didalam SK Kemenkumham Tahun 2014 adalah Muchlis Muchtar yang sudah meninggal. Akan akta notaris no. 1 Tahun 2014 itu, tidak ada nama Muchlis Muchtar, karena tahun 2013, ia telah meninggal dunia. Menariknya Adabiah ini sesuai sejarah lahir pada tahun 1915, sedangkan Muchlis Muchtar saja belum lahir saat itu, kenapa bisa ia sebagai pendiri?” ujar salah seorang alumni yang enggan disebutkan namanya kepada Indonesia Raya, Jumat 16 Agustus di kawasan Sawahan Padang.
Akta notaris yang disahkan oleh SK Kemenkumham 2014 patut diduga cacat hukum. Sementara itu perlakuan orang-orang yang berada dalam pengurusan Adabiah saat ini sesuka hati mereka saja.
“Terlebih Moulina Muchlis alias Mona anak dari Muchlis Muchtar dengan sesuka hatinya menjadi bendahara pengurus YSO. Banyak sekali uang yayasan dikeluarkannya pada hal-hal yang tidak semestinya. Padahal uang itu adalah uang sekolah hasil jerih payah walimurid menyekolahkan anaknya di Adabiah,” tandasnya.
Tercatat sebagai Alumni, sumber tersebut mengatakan bahwa Mona dengan status anak “pendiri” yang diduga cacat hukum itu, menjabat sebagai Bendahara, wajar saja suka menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang bukan kepentingan pendidikan.
“Biaya kedatangan Bachtiar Chamsyah dari Jakarta ke Padang, biaya menginap di hotel, uang perjalanannya, uang makan pembina yang sebenarnya tidak peduli dengan Adabiah, tapi menginginkan uangnya saja. Semua beban biaya itu ditanggung oleh YSO. Mantan Menteri Sosial tapi seperti tidak punya rasa sosial terhadap yayasan pendidikan ini, khususnya Adabiah,” tambahnya.
Masih dengan sumber yang sama, menyebutkan bahkan Mona dengan suka rela mengeluarkan biaya perjalanan Bachtiar Chamsyah ke kampung halamannya di Maninjau. “Itu biaya perjalanan pulang kampung dibayarkan oleh Mona selaku bendahara YSO Adabiah, lalu belanja oleh-oleh untuk balik ke Jakarta pun tidak tanggung-tanggung banyaknya,” ungkap sumber tersebut.
Tidak sampai disitu saja, sumber Indonesia Raya memperlihatkan akta notaris YSO Adabiah dari periode ke periode yang menyatakan adanya pelanggaran UU Yayasan. “Bisa dilihat orang-orangnya itu-itu saja sejak dahulu. Dalam UU Yayasan jelas mengatakan hanya boleh menjabat kepengurusan hanya 2 periode saja, tapi ini ada yang melebihi dari ketentuan,” tandasnya.
“Bahkan yang paling fatal munculnya nama Muchlis Muchtar sebagai pendiri adalah sebuah rekayasa dan perampasan Adabiah yang publik harus mengetahui. Sejarah tidak bisa dibelokkan seperti itu, jika hanya untuk memenuhi hasrat dan nafsu materi. Kita ingin publik luas mengetahui dan alumni bisa menilai seperti apa Adabiah saat ini dan bantuan seperti apa yang dibutuhkan oleh Adabiah sebagai lembaga pendidikan,” tegasnya.
Ia mengimbau kepada seluruh alumni untuk memberikan bantuan kepada Adabiah yang saat ini diduga sedang dihancurkan perlahan dari dalam oleh pembina, pengurus, dan pengawas yayasan. “Kita perlu mengimbau alumni-alumni yang peduli. Masih banyak alumni yang peduli, jika bersatu akan menjadikan alumni itu kuat. Perkumpulan Alumni Adabiah itu sama saja tidak berguna jika tidak menyikapi permasalahan yang terjadi pada almamaternya. Kita butuh alumni yang berpikir positif dan rasional sehingga Adabiah bisa kembali sesuai dengan jalan pemikiran pendirinya Abdullah Ahmad yang sesungguhnya,” tambahnya.
Upaya konfirmasi yang dikirimkan kepada Bachtiar Chamsyah selaku pembina tidak mendapatkan respon karena WA sudah diblokir oleh Bachtiar Chamsyah.
Pada lain kesempatan, Bachtiar Chamsyah menempatkan bekas Sekretaris Yayasan, Rustam, yang seharusnya ikut bertanggungjawab terhadap kebangkrutan Yayasan pada masa ia menjabat. Rustam yang sebelumnya sempat menjabat sebagai anggota pengawas saat ini diberi jabatan sebagai Ketua Pengawas. Menariknya, Bachtiar Chamsyah pernah mengatakan bahwa Rustam diletakkan pada posisi pengawas agar dikemudian hari bisa mendapatkan data-data dan tidak lari dari tanggungjawabnya. “Pernyataan tersebut saat diungkapkan oleh Bachtiar Chamsyah sangat membingungkan pengurus terlebih sekarang Rustam adalah Ketua Pengawas,” tandasnya
Begitu juga dengan pesan WA yang dikirimkan kepada Moulina Muchlis alias Mona. WA juga diblokir karena tidak ingin memberikan keterangan apapun kepada media yang mempertanyakan persoalan sengkarut di Adabiah Padang.
Pemerhati Pendidikan Sumbar, Andri Chaniago kepada Indonesia Raya mengatakan bahwa sengkarut Adabiah bisa diselesaikan dengan cara melakukan kudeta terhadap pembina yayasan saat ini yang sudah sakit-sakitan. “Sudah sangat kuat alasan para alumni untuk mengambil alih Pembina YSO Adabiah, Bachtiar Chamsyah itu sudah tua dan sakit-sakitan, kapan lagi dia ada waktu untuk mengurus Adabiah, yang ada malah nantinya menguras dana Adabiah,” ujar Andri Chaniago pegiat Pendidikan Alam Minangkabau, Minggu 18 Agustus 2024 dikawasan Muaro, Padang.
Andri menjelaskan polemik Adabiah tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pengurus saat ini, katanya, adalah pamong senior Aristo Munandar jika tidak berbuat apapun lebih baik mundur dan fokus bekerja di PMI saja. “Rangkap jabatan ketua pengurus YSO Adabiah dan juga ketua PMI Sumbar adalah langkah mundur berpikir pemimpin yang tidak fokus. Uang di PMI dicairkan, dana YSO Adabiah juga diembat, mana bisa begitu, kalau pamong senior harusnya sadar diri, pamong senior itu tidak bosan-bosannya menikmati meja besar dan kursi empuk dari jabatannya saat ini,” tandasnya menyikapi kisruh Adabiah.
Dikatakan Andri yang memiliki perguruan silat itu, Adabiah lahir tahun 1915 lalu ada rekayasa kependirian YSO oleh orang yang sudah meninggal. “Alumni harus bersatu untuk mengusut tuntas karena jika dibiarkan sejarah kesuksesan Adabiah sejak masa Abdullah Ahmad akan berubah menjadi sejarah kehancuran Adabiah, saya kira orang-orang di Adabiah saat ini punya hati dan otak yang masih bisa digunakan secara baik,” tegasnya.
Saat diperlihatkan data-data YSO Adabiah dari periode ke periode, Andri menyesalkan orang-orang yang tidak punya hati nurani berada didalam sebuah lembaga pendidikan. Tidak satu atau dua orang saja, kata Andri, bahkan ada yang sudah pernah terjerat korupsi seperti ketua pembina Bachtiar Chamsyah, lalu ada pengurus yang juga sudah pernah dipecat dari sekolah karena kasus korupsi dan asusila juga.
Terlebih lagi, ketua pembina, ketua yayasan, wakil ketua bidang pendidikan dan sekretaris saat ini tidak alumni Adabiah alias orang luar, sehingga, katanya, tidak memiliki rasa cinta dan keinginan untuk memajukan Adabiah tersebut.
“Semua dikumpulkan di YSO Adabiah, sebuah lembaga pendidikan yang memiliki nilai moral untuk anak bangsa. Tapi sayangnya orang-orang disana bertolak belakang dengan nilai luhur pendidikan itu sendiri. Nauzubillah,” ucapnya.
Prahara munculnya nama Muchlis Muchtar sebagai pendiri Adabiah dalam SK KemenkumHAM berdasarkan Akta No 1 Tahun 2014 dimana Muchlis Muchtar saja meninggal dunia pada tahun 2013 yang juga mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua Pengurus YSO Adabiah berdasarkan Akta Notaris tahun 2010.
Namun, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Ketua Pengurus YSO Adabiah tahun 2014 Ali Asmar yang juga mantan orang nomor satu di pemerintahan provinsi Sumatera Barat saat itu tidak memberikan keterangan apapun hingga berita ini naik cetak. Ali Asmar sebagai Ketua Pengurus YSO Adabiah tahun itu tidak membalas pesan WA yang sudah dikirimkan ke nomor pribadinya.
Tabloid Indonesia Raya dalam investigasinya telah mengetahui garis keturunan sang pendiri Abdullah Ahmad, mulai dari cucu hingga cicitnya sebagai pewaris sah YSO Adabiah sesuai aturan perundang-undangan yang mengatur tentang yayasan. Namun karena lain hal, untuk edisi kali ini Tabloid Indonesia Raya belum bisa menuliskan tentang garis keturunan pewaris sah YSO Adabiah Padang.
Penyelewengan Bantuan Dana BOS
Update perkembangan kasus dugaaan penyelewengan bantuan dana BOS untuk sekolah di Adabiah yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat sudah dimulai.
Saat ini proses hukum tengah ditangani oleh Kepala Seksi (Kasi) Penyelidikan (Dik) Kejati Sumbar. Saat ini tengah mempersiapkan Jaksa Pidsus untuk menetapkan penanganan dugaan penyelewengan bantuan dana BOS di SMA Adabiah, Padang.
Tugu Adabiah Representasi Perjuangan Abdullah Ahmad
Tugu Adabiah terletak di Simpang Kandang, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Tugu ini didirikan oleh Pemerintah Kota Padang untuk mengenang bekas lokasi Perguruan Adabiah yang pernah ada sebelum dipindahkan ke lokasi baru di Jati sejak 1980. Letaknya berada dalam kawasan Pasar Raya Padang, bersebelahan dengan gedung Bioskop Raya Padang.
Adabiah merujuk pada madrasah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada 1909 di Padang. Sekolah tersebut tercatat sebagai perguruan Islam terawal yang didirikan di Indonesia. Setelah 1915, Adabiah School berubah menjadi HIS Adabiah sebagai sekolah berbahasa Belanda, tetapi belum menempati gedung tetap dan masih berpindah-pindah lokasi.
Tugu Adabiah berbentuk seperti bambu runcing silinder terpotong, meruncing bagian atasnya, dan diapit seperti huruf S yang saling berhadap-hadapan. Tapak tugu berbentuk bidang segi empat yang bertumpuk empat yang disusun saling menyilang. Tugu ini disangga oleh bidang berbentuk balok yang dilapisi marmer dan berdiri di atas tanah.
Selain itu didalam lingkungan Adabiah juga terdapat patung Abdullah Ahmad itu sendiri yang menyatakan bahwa pendiri Adabiah adalah dirinya, bukan Muchlis Muchtar seperti yang tertuang didalam SK Kemenkumham berdasarkan Akta No 1 Tahun 2014. (Tim Red)