EkspresNews.com – Dinamika informasi dan perkembangan pembangunan Kota Bukittinggi setahun terakhir hingga terlaksananya sidang paripurna DPRD Kota Bukittinggi pada tanggal 11 Januari 2017. Turut dihadiri oleh Walikota Bukittinggi dan jajarannya berkaitan dengan penyampaian usulan revisi dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) atas Perda nomor 06 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bukittinggi tahun 2010-2030.
Ikatan Keluarga Kurai Limo Jorong Bukittinggi menyampaikan beberapa pandangan, pemikiran, dan sikap organisasi berkaitan dengan inisiatif Pemerintah Kota Bukittinggi untuk merevisi Perda nomor 06 tahun 2011.
Dalam surat tertulisnya nomor 2021/IKKB/II/2017 yang diterima Indonesia Raya, Jumat (3/3/2017), memiliki beberapa pandangan dan pemikiran dasar untuk menolak usulan perubahan Perda tersebut. Seperti, Kota Bukittinggi yang memiliki luas wilayah sangat terbatas, yaitu hanya sekitar 25.239 Km persegi dan jumlah penduduk hasil sensus 2014 sudah mencapai angka 120.491 orang dengan kepadatan rata-rata 4.773 orang/Km persegi. Namun, berbeda dengan jumlah penduduk saat siang hari yang mencapai 350.000 orang, karena banyaknya para pendatang yang berkunjung, bekerja, dan berusaha di kota ini.
Pandangan selanjutnya adalah sejarah panjang kota yang diawali dengan keberadaan Nagari Kurai yang diurus oleh Pemerintahan Adat Nagari Kurai Limo Jorong, sampai kepada era reformasi dan demokratisasi saat ini. Selanjutnya, dalam surat tersebut juga mengambil dasar asal usul tanah pusako tinggi milik adat dan luas nagari yang masih sama dengan luas kota Bukittinggi didalam Naskah Kayu Kubu tanggal 29 Mei 1947 dan SK Gubernur Sumatera No 391 tanggal 9 Juni 1947.
Selanjutnya, potensi alam yang luar biasa dengan letak geografis yang strategis menjadikan kota Bukittinggi tumbuh sebagai kota transit dan wisata terpenting di kawasan Sumatera bagian tengah. Pada saat yang sama pengurus kota, dalam surat tersebut tertulis, agar berhati-hati dalam pelaksanaan pembangunan karena dari luas yang ada hanya 87 persen saja yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pembangunan efektif, sedangkan sisanya tidak bisa dimanfaatkan karena bersifat cagar alam.
Kendati pun demikian, masih dalam surat penolakan Ikatan Keluarga Kurai Limo Jorong Bukittinggi, mengatakan bahwa ruang terbuka hijau kota hanya 61.357 meter persegi. Artinya hanya 0,243 persen dari luas Kota Wisata ini.
Ditinjau secara yuridis dan politis, kota Bukittinggi pernah mendapatkan legalitas untuk perluasan melalui PP No. 84 tahun 1999 namun hingga saat ini masih belum jelas kedudukan PP tersebut. Apakah masih berlaku atau sudah dicabut, bahkan tidak ada yang tahu.
Sementara itu, kebijakan Tata Ruang Nasional, Kota Bukittinggi ditetapkan sebagai Wilayah Perkebunan, Pariwisata, dan Pertanian sehingga pengembangan Tata Ruang Kota ini sepatutnya berjalan dengan Rencana Tata Ruang Nasional.
Adapun dalam surat penolakan itu, Ikatan Keluarga Kurai Limo Jorong Bukittinggi menyatakan sikap bahwa menolak sebagian inisiatif pengajuan Ranperda Walikota Bukittinggi dan hasil pembahasan sidang tanggal 11 Januar 2017 yang lalu. “Khusus terkait dengan usulan garis sepadan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Tambuo dari 0-10 m menjadi 0-3 m, serta pembahasan fungsi dan peruntukan ruang disekitar kawasan Tambuo dari Pertanian, pelayanan umum menjadi kawasan perdagangan dan jasa, serta perubahan ketetapan terkait koefisien dasar bangunan (KDB)) dan koefisien lantai bangunan (KLB) terhadap bangunan dengan sejumlah alasan, yaitu yang terkait dengan kepatuhan Pemko Bukittinggi dalam pelaksanaan /penerapan berbagai ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku,” tulis surat yang ditanda tangani oleh Ketua Ikatan Keluarga Kurai Limo Jorong Bukittinggi, Drs. H. Amri Zamzam, MPAc Dt. Sampono Intan bersama Sekretaris Umum Ir. Joni G. Agus, MM St. Rajo Alam.
Adapun dasar peraturan dan perundangan tersebut adalah UU No 51 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar, Pokok-Pokok Agraria berserta PP dan Permen Terkait, UU No 11 tahun 1974 tentang Pengairan, beserta PP dan Permen terkait, UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, beserta PP dan Permen terkait. Selanjutnya, UU No 32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta PP dan Permen terkait dan UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan beserta PP dan Permen terkait, serta UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perda, PP dan Permen terkait.
Dari tujuh UU tersebut juga diatur fungsi, peran dan hak warga/masyarakat yang merupakan salah satu stakeholder Kota. Disamping itu, dituliskannya, setiap penyimpangan/pelanggaran atas UU tidak saja menyalahi kaidah administratif melainkan memiliki implikasi hukum, baik secara pidana maupun perdata.
“Kami menghimbau agar pihak terkait untuk bertindak objektif, benar, dan profesional sesuai dengan ketentuan, peraturan, dan perundangan yang berlaku di NKRI. Khusus kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Bukittingi, Walikota Bukittinggi beserta jajaran pemerintah terkait kami minta untuk berkenan meninjau kembali Ranperda dimaksud dan menolak sebagian isi Ranperda tersebut khususnya usulan garis sepadan DAS Batang Tambuo,” tulis surat tersebut.
Selanjutnya, diminta juga untuk menolak pembahasan fungsi dan peruntukan ruang disekitar kawasan Tambuo dari Pertanian, Pelayanan Umum menjadi kawasan Perdagangan dan Jasa. “Selain itu, juga menolak perubahan ketetapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB) terhadap bangunan dengan sejumlah alasan yang terkait dengan kepatuhan Pemko Bukittinggi dalam pelaksanaan/penerapan berbagai ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku di NKRI,” tulisnya.
Dalam surat tersebut, Ikatan Keluarga Kurai Limo Jorong Bukittinggi juga memberikan usulan untuk memenuhi kebutuhan ruang bagi pembangunan Kota Bukittinggi agar Pemko Bukittinggi dan DPRD memanfaatkan/berusaha untuk merealisasikan pelaksanaan PP 84 tahun 1999, Lembaran Negara RI tahun 1999 No 189 tentang Perubahan batas wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam dan/atau bekerjasama dengan Kabupaten Agam membangun pusat layanan jasa dan perdagangan Bukittinggi yang berlokasi di wilayah Kabupaten Agam.
“Kami selaku bagian dari masyarakat Kurai Limo Jorong Bukittinggi yang berada di perantauan akan tetap mengamati, memerhatikan serta mengawal proses dan hasil akhir dari Ranperda atas Perda No 16 tahun 2011 dimaksud. Diharapkan pandangan dan pernyataan sikap ini bisa menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang terkait mengambil keputusan untuk menerima atau menolak usulan Ranperda tersebut,” tulisnya. (tim)