Endrizal, SE, M.Si, Kadis Pasar Kota Padang : “Kita Tunggu Itikad Baiknya”

EkspresNews.com – Apapun alasannya, yang jelas Pemerintah Kota Padang sudah dirugikan. Seharusnya sudah ada pendapatan lebih Rp. 1 milyar, namun apa daya, Bilyet Giro PT Cahaya Sumbar Raya (CSR) tidak cair.

Untuk itu, Tabloid Indonesia Raya (Affiliasi EkspresNews.com) melakukan wawancara bersama Kepala Dinas (Kadis) Pasar Kota Padang, H. Endrizal, SE, M.Si., Padang. Berikut petikannya.

Kewajiban PT CSR kepada Pemko Padang apakah sudah dibayarkan?

Semestinya mereka bayar bulan Desember 2015, dengan berbagai alasan belum sempat mereka bayar, konfirmasi akan bayar tanggal 20 Juli 2016, dibayarkan sebagiannya dulu. Itu dikatakan satu minggu yang lalu. Sebelum puasa saya tanya kapan dibayar? dia jawab habis lebaran. Alasannya, ini baru mulai bangkit lagi, jadi baru bisa dibayarkan selepas lebaran.

Terkait dengan 2 lembar Bilyet Giro yang pernah diberikan, No. GFR662736 tanggal 30 Maret 2016 dan No. GFR662737 tanggal 30 Juni 2016 dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) masing-masing senilai Rp. 540.246.000,  bagaimana realisasinya?

Sebelum jatuh tempo, ia mendatangi saya kantor, dia memohon untuk ditangguhkan dulu. Karena transisi manajemen, itu alasannya. Sehingga tidak jadi dibayarkan.

Apakah sebelumnya ada yang sudah dibayarkan?

Sejak tahun 2007, 2008 dan 2009 belum ada dibayarkan. Namun 2009 terjadi gempa dan setelah itu ada kasusnya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar. Yaitu adanya beda pandangan dimana versi Badan Periksa Keuangan (BPK) mendapati temuan bahwa PT CSR memiliki kewajiban membayar pada tahun 2012 karena adanya beberapa konter yang telah dibuka. Sehingga BPK beranggapan bahwa pada tahun tersebut adalah start operasional Sentra Pasar Raya itu.

Kewajiban PT CSR yang lahir akibat perjanjiannya dengan Pemko Padang No 183.422/HUK-PDG/2010, setelah diadendum, berarti belum ada yang dibayarkan?

Iya, belum. Kami sudah memberikan teguran, sudah kami tegur. Akhirnya kasus ini berkembang ke Kejati Sumbar. Kami tentu hanya menagih sebagaimana mestinya.

Kasus pembayaran ini, ada temuan BPK, ada dua pandangan yang berbeda, BPK beranggapan bahwa pada tahun 2012 telah dimulai, namun PT CSR mengatakan baru beberapa konter yang buka. Sedangkan, launchingnya tahun 2014, kalau versi Pemko tentu menunggu hasil Kejati Sumbar.

Secara pribadi saya melihat start operasional SPR adalah versi peluncurannya ditahun 2014. Namun, sekali lagi, karena ada temuan BPK, makanya saya mengacu kepada temuan BPPK dulu yang kami jadikan dasar hukumnya untuk melakukan penagihan royalti tersebut.

Menariknya, PT CSR meminta dan memohon kepada BPK untuk dihapuskan temuan tahun 2012-2013 dan 2013-2014. Tapi, hingga saat ini belum ada jawaban dari BPK, yang jelas untuk memohon penghapusan tersebut tidak gampang.

Bagi saya, silahkan PT CSR memohon penghapusan, minimal ia bayarkan dari tahun 2014. Seharusnya dia memperlihatkan itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini terlebih dahulu. Ini kewajiban dia, itu sebabnya kita menagih terus.

Sekali lagi, bagi kami yang penting PT CSR membayarkan, urusan BPK dan Kejaksaan itu urusan mereka. Seharusnya Bliyet Giro itu dia serahkan ke Kejaksaan bukan ke saya. Itu yang seharusnya, namun diakan sudah diperiksa oleh Kejaksaan, bahwa ada beberapa temuan yang harus ia klarifikasi dan ditindaklanjuti.

Persoalan Bilyet Giro itu kenapa harus ke Kejaksaan?

Karena inikan sudah jadi temuan BPK, ditindaklanjuti dan diperiksa oleh Kejati. Kejati normatif dulu kan, bagaimana kedepannya, maka, karena ia tidak ada uang, ia serahkanlah Bilyet Giro dulu. Kita tunggu bagaimana realisasinya tanggal 20 Juli untuk Bilyet Giro yang bulan Maret.

(tjr)