Dituding Markup Rp 7,4 M Lebih Pihak SPH Bungkam

Tudingan BPJS Kesehatan kepada Semen Padang Hospital (SPH) yang telah melakukan markup klaim BPJS Kesehatan senilai Rp 7,4 miliar lebih hingga saat ini pihak Rumah Sakit kebanggaan PT Semen Padang itu tidak berkomentar. Ketua Yayasan Semen Padang saat dikonfirmasi memblokir pesan WhatsApp Indonesia Raya. Ada apa yang tersembunyi dibalik kasus tudingan markup ini ?

PADANG, EKSPRESNEWS.COM – Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia (RI) Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional, terang benderang menyatakan ada potensi kecurangan (fraud) yang dapat menimbulkan kerugian bagi dana jaminan sosial nasional. Sehingga perlu dicegah dengan kebijakan nasional sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Berdasarkan Permenkes tersebut, kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Di Semen Padang Hospital didapatkan temuan dari tindak lanjut temuan audit klaim prosedur PCI. Surat BPJS Kesehatan Nomor 1501/II-04/0419 menyebutkan telah terjadi kecurangan dalam klaim SPH kepada BPJS Kesehatan. Hal tersebut berdasarkan telaah utilisasi lebih lanjut kasus prosedur PCI severity level 2 (keadaan sedang) dan 3 (keadaan berat) dengan LOS 2 hari dan 3 hari di Semen Padang Hospital terlihat adanya data anomali, dimana hanya satu pasien dengan cara pulang meninggal dan seluruh pasien lainnya pulang dengan status sehat.

BPJS menyatakan adanya keanehan terhadap sebaran data yang ditelusuri lebih lanjut dalam hal kesesuaian pengentrian diagnosa sekunder yang memang diberikan terapi dengan adekuat dalam episode rawat inap atau hanya sebagai terapi kronis stabil yang memang sudah merupakan bagian terapi dari poliklinik.

BPJS juga telah melakukan 2 kali pertemuan dengan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) terkait PCI Semen Padang Hospital. Pertama disepakati bahwa kode diagnosa Hypertensive Heart Disease dan Congestive Heart Failure yang dientri sebagai diagnosa sekunder akan ditelaah kembali oleh SPH, apakah layak entri atau tidak dalam waktu 1 minggu setelah pertemuan tanggal 19 November 2018, karena secara umum kondisi pasien di SPH yang mendapatkan tindakan cathlab (PCI) sudah dengan kondisi stabil dan sudah mendapat terapi sebelumnya di poli rawat jalan. Namun, SPH menyerahkan hasil telaah kembali itu lebih dari 1 minggu sesuai kesepakatan, yaitu pada tanggal 19 Februari 2019.

Pada tanggal 4 April 2019 dilakukan  pembahasan kembali oleh Ketua dan Anggota TKMKB dalam rapat triwulan I dengan kesimpulan bahwa untuk kasus PCI pada pasien yang sudah mendapatkan terapi di poliklinik, tidak perlu diinput lagi diagnosa sekunder saat rawat inap. Sehingga dilakukan penelusuran terhadap seluruh klaim Semen Padang Hospital sebanyak 373 kasus, dimana 323 kasus terindikasi klaim upcoding yang berarti penulisan kode diagnosis yang berlebihan dengan cara mengubah kode diagnosis dan atau prosedur menjadi kode yang memiliki tariff lebih tinggi dari yang seharusnya.

Didalam surat tersebut, tercantum table rekapitulasi hasil audit PCI per bulan di Semen Padang Hospital rentang bulan Januari 2017 hingga Desember 2018. Secara keseluruhan, terdapat upcoding claim dengan nominal Rp. 7.408.726.900.

Tim investigas Indonesia Raya hingga saat ini masih belum bisa mendapatkan klarifikasi dari pihak-pihak yang terkait dengan fenomena “memperkaya diri” ala SPH ini. Seperti Direktur SPH waktu kejadian dr Abdi Setia Putra MARS yang memilih bungkam.

Sedangkan pada pekan lalu, Ketua Yayasan Semen Padang Hospital, Iskandar Zulkarnain Lubis yang mengatakan untuk menghubungi Corporate Communication SPH, dr Dewi. “Agar satu pintu sebaiknya konfirmasi ke Corporate Communication SPH (dr Dewi) ya Pak,” tulis Iskandar. Tapi malah memblokir pesan WA Indonesia Raya saat ingin melanjutkan konfirmasi ke Iskandar.

Hal tersebut membuat banyak pihak bertanya, salah satunya Analis Kebijakan Publik Dr Ristapawa Indra yang kembali menyebutkan bahwa uang BPJS adalah milik masyarakat bukan untuk dipermainkan oleh segelintir orang. “Masyarakat membayar gotong royong, lalu mereka disana juga gotong royong untuk memperkaya diri, ini jelas pidana,” ungkapnya kepada Indonesia Raya, Minggu 26 Juni 2022 di kawasan Pesisir Selatan.

Ia menyayangkan sikap memblokir nomor WA yang dilakukan Ketua Yayasan Semen Padang Hospital Iskandar Zulkarnain Lubis. “Bisa diduga ada udang dibalik batu, karena mau lempar batu sembunyi tangan. Bahkan cuci tangan, kira-kira begitu ungkapannya yang patut menurut saya. Kalau merasa tidak ada persoalan, berilah keterangan, jangan bungkam, konfirmasi itu adalah hak yang terberita, kali ini SPH dan jajarannya juga malah mengurung diri didalam gedung mewah itu. Keluar lah, berikan kepada masyarakat jawabannya,” katanya.

Lebih lanjut, Pak In juga mengatakan bahwa orang Minang pada dasarnya memiliki jiwa patriotisme yang bagus. Mau mengakui kekalahan, itu adalah prinsip dasar orang yang benar, katanya. “Atau apakah perlu aparat hukum turun tangan terlebih dahulu? Kalau iya, siap-siap saja, karena berseliweran info bahwa orang di Polda sudah mulai mengumpulkan data juga soal SPH markup Klaim ini,” tuturnya.

Sementara itu, selain persoalan markup klaim yang dilakukan oleh SPH kepada BPJS, beberapa pasien yang pernah mendapatkan penanganan medis pasang cincin di Jantung, menyesalkan hingga saat ini akses pasien BPJS untuk berobat jantung tidak tersedia. “Dulu saya pasang cincin itu tahun 2017, ya bisa jadi yang di markup itu penanganan saya salah satunya, tapi masa orang sebagai dokter yang disumpah untuk menjunjung tinggi etika dokter malah maling uang BPJS dan rumah sakit SPH tidak mau pula mengurus syarat yang diberikan BPJS agar pasien jantung yang pakai BPJS bisa kembali berobat,” ujar salah seorang pasien yang meminta namanya tidak disebutkan kepada Indonesia Raya, Sabtu 25 Juni 2022.

Dirinya mengakui mendapatkan pelayanan yang baik saat berobat hingga pasang cincin di SPH. Namun katanya, tidak habis pikir pihak Semen Padang Hospital berbuat yang melawan norma kemanusiaan. “Rumah sakit SPH atau seluruh rumah sakit saya rasa lebih mendahulukan norma-norma manusia. Tapi, SPH ini sampai hati tidak mau mengurus lagi kerjasamanya dengan BPJS untuk pasien seperti saya. Saya baca Indonesia Raya edisi 406, katanya ada persoalan lain yang lebih besar dibandingkan 7,4 miliar ini, bisa jadi itu alasan mereka tidak mau mengurusnya. Tapi sampai hati kah?” tuturnya sembari pamit melanjutkan pekerjaannya di sudut kota Padang. (Abdi)




Cawako & Cawawako


This will close in 8 seconds