EKSPRESNEWS.COM – Negara mestinya tetap mempertahankan anggaran pendidikan yang dialokasikan didalam APBN setiap tahunnya. Jika boleh diminta, setiap tahun diharapkan bisa naik. Sebab uang sekolah kian hari makin mahal, terutama sekolah swasta yang bernaung dibawah yayasan.
Hematnya, pendidikan menjadi sektor penting bagi negara Indonesia. Memang benar, pemerintah telah hadir memberikan dukungan penuh dengan sekolah tingkatan SD, SMP, dan SMA. Akan tetapi hal tersebut berlaku di sekolah negeri saja, tidak berlaku disekolah swasta yang merupakan tanggungjawab yayasan.
Akan tetapi, pemerintah sudah mengimbau kepada yayasan disamping memperbolehkan melakukan pungutan namun tidak boleh terlalu mahal. Nah, prahara memperbolehkan ini menjadi pintu masuk bagi sekolah negeri untuk meminta pungutan-pungutan yang semestinya sudah bisa dicover oleh Bantuan Operasional Sekolah atau BOS yang sering kita dengar.
Pengalaman pribadi seorang walimurid dimana perannya sebagai kakak sudah harus membiayai adiknya bersekolah di swasta. Ia merasakan susahnya mencari uang untuk adiknya agar tidak putus sekolah, akan tetapi dirinya masih merasakan uang sekolah swasta itu berat. Apalagi penghasilannya saat itu masih jauh dari standar upah minimum provinsi.
“Adik saya sekolah di SMA Adabiah kala itu. Sama-sama tahu sajalah, uang sekolah disana. Total untuk biaya pendaftaran ulang saja mencapai 970 ribu sampai 1 juta,” ujar salah seorang yang meminta identitasnya disamarkan, Senin 8 Juli 2024.
Walimurid itu memperlihatkan secarik kertas Pendaftaran Ulang Siswa Kelas XI & XII T.P 2024-2025 dan Tahun Ajaran Baru. Ada uang Reparasi sebesar Rp. 250.000 (tahunan), SPP Rp. 350.000 (bulanan), uang Progul Rp. 50.000 (bulanan), Uang TI/Komputer Rp. 20.000 (bulanan), dan uang Sosial Rp. 100.000 (tahunan) total untuk mendaftar ulang siswa XI reguler sebesar Rp. 770.000.
Lalu ada pula siswa XI Penguatan Rp. 1.000.000 dan untuk siswa XII reguler totalnya Rp. 770.000 sedangkan penguatan sebesar Rp. 970.000. Didalam surat tersebut dituliskan bahwa siswa yang tidak mendaftar ulang sampai batas waktunya, dianggap mengundurkan diri. Artinya siapa yang tidak bayar, mundur.
“Untung saja, saya ada rezeki berlebih saat jatuh tempo, ya walau untuk keseharian terpaksa kami kurangi. Demi adik saya bisa melanjutkan sekolahnya. Tentu ini jadi prioritas saya saat itu,” ujarnya dikawasan Jati dekat Perguruan Adabiah.
Ia tidak menutup mata dengan persoalan di YSO Adabiah yang terjadi gonjang-ganjing bahwa adanya oknum di yayasan dengan sesuka hati menghabiskan uang yayasan dengan hal-hal yang tidak perlu dan tidak mendesak.
“Agak miris, saya tidak bisa tutup mata juga. Ada oknum guru yang berkalung dan bergelang emas. Nyentrik dan berkilau. Berbanding terbalik dengan guru-guru lain. Positif saya mungkin dia ada usaha diluar sekolah, tapi dengan adanya pemberitaan sebelum ini. Saya jadi berujar miris, jangan-jangan itu oknum yang dimaksud,” ungkapnya.
Lebih jauh, walimurid itu juga menyesalkan dengan persoalan buku pustaka yang tidak tersedia secara lengkap. Mengingat Adabiah adalah sekolah yang cukup terkenal. “Info yang saya dapatkan, memang ada siswa yang buku paket pelajaran dari pustakanya tidak lengkap. Ada yang beralasan terlambat membayar uang daftar ulang sehingga terlambat pula mengambil buku di pustaka. Tapi itu sebenarnya tidak bisa menjadi alasan. Seingat saya sekolah dulu, jumlah buku paket itu setara bahkan berlebih jika dibandingkan dengan jumlah siswa,” terangnya.
Saya memang sekolah di SMA negeri waktu dulu. Tapi itukan seharusnya berlaku juga di sekolah swasta. Mengingat sekolah ini sudah berumur 1 abad lebih. “Agak tidak masuk akal pula bagi saya persoalan buku pustaka itu tidak cukup. Nyelenehnya pula saat ada orang tua siswa yang komplain, malah diberikan opsi, beli ke sekolah dengan nominal yang tidak sedikit jika menginginkan buku,” tandasnya.
Ia berpikir miris sekali lagi jika hal-hal tersebut terjadi di sekolah yang dikelola oleh mantan pejabat. Kata walimurid itu, ketua yayasan adalah sosok yang berpengalaman di birokrasi dan sudah malang melintang di pemerintahan, tapi abai dengan hal-hal kecil bagi mereka.
“Kalau saya urusan ini besar, bukan kecil. Polemiknya adalah yang duduk dibangku pengelola adalah orang-orang yang memiliki nama besar sudah berpengalaman di birokrasi. Namun hal kecil seperti ini tidak selesai dan tidak bisa ia bereskan. Tidak selamanya berpengalaman itu profesional, tapi yang profesional sudah pasti berpengalaman,” ujarnya.
Dikatakannya hari ini, Senin 8 Juli 2024 adalah hari pertama adiknya kembali sekolah. Ia berharap problematika yayasan tidak akan mempengaruhi proses pendidikan walaupun sebenarnya memiliki hubungan yang serius. “Jika nanti polemik ini berpengaruh kepada pendidikannya, lalu adik saya terkena imbas dari persoalan itu. Saya sebagai penanggungjawab atas pendidikannya tidak akan tinggal diam. Karena uang sekolah yang saya setorkan kesana adalah hasil jerih payah yang saya kerjakan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua YSO Adabiah Aristo Munandar saat dikonfirmasikan persoalan keluhan seorang walimurid ini belum memberikan keterangan apapun hingga berita ini dipublikasikan.
Update : upaya konfirmasi dijawab oleh Ketua Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) Adabiah Aristo. Dalam pesan WA ia mengatakan alhamdulillah proses belajar lancar tidak ada masalah. YSO Adabiah tetap memperhatikan kemampuan orang tua/wali anak, dengan memberikan kemudahan pembiayaan.
(Abdi)