EKSPRESNEWS.COM – Tidak memiliki uang untuk operasional ketua Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) Adabiah meminta Koperasi Adabiah melakukan pinjaman atas nama anggota kepada Bank Nagari. Melengkapi persyaratan karena Koperasi Adabiah tidak bersedia mengasuransikan semua anggota yang menerima pinjaman dibuatlah Surat Pernyataan dari Koperasi Adabiah kepada Bank Nagari yang isinya tidak akan menuntut Bank Nagari apabila terjadi wanprestasi kredit macet. Ada apa dibalik pemberian kredit oleh Bank Nagari dengan persyaratan yang tidak lazim ini kepada Koperasi Adabiah?
Ikhwal pinjaman Koperasi Adabiah kepada Bank Nagari pada pertengahan tahun 2020 lalu didasari karena Yayasan Syarikat Oesaha (YSO) Adabiah tidak memiliki uang untuk operasional sehingga ketua Yayasan saat itu meminta Koperasi Adabiah melakukan pinjaman atas nama anggota. Pencairan dari Bank Nagari dilakukan 2 term, 800 juta dan 600 juta.
Total uang Rp. 1,4 miliar yang diterima dari pinjaman Bank Nagari diserahkan kepada YSO Adabiah untuk pembayar gaji dan operasional yayasan secara menyeluruh. Kendati saat itu alasannya Covid, sehingga walimurid tidak membayar uang sekolah. Tapi, saat ujian siswa-siswi tetap membayar uang dan uang tersebut diduga cukup untuk operasional Adabiah.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang alumni Adabiah kepada Indonesia Raya yang enggan disebutkan namanya, Selasa 30 Juli 2024 dikawasan Jati.
Alumni tersebut juga memperlihatkan adanya surat pernyataan Depi Barnas selaku Ketua Koperasi Pegawai Adabiah yang isinya : sehubungan dengan fasilitas kredit yang kami terima dari PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat Cabang Siteba sebesar Rp. 600 juta dengan ini kami menyatakan tidak bersedia mengasuransikan semua anggota koperasi yang menerima pinjaman berdasarkan atas kesepakatan dengan semua anggota koperasi.
Lalu masih didalam surat pernyataan tersebut, apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi atau terjadi hal-hal yang menyebabkan kredit koperasi ini macet, maka koperasi tidak akan menuntut pihak Bank untuk melakukan pembayaran ganti rugi dalam bentuk apapun dan kewajiban kami terhadap Bank akan ditunaikan sebagaimana ketentuan Bank.
Demikian surat pernyataan yang ditanda tangani Depi Barnas selaku ketua, Masril Wakil Ketua 1, Yunetra Efendi Wakil Ketua 2, Tasriful Afriad Sekretaris 1, dan Yurniati selalu Bendahara.
Oleh karena itu, proses kredit dari Bank Nagari kepada Koperasi Pegawai Adabiah dinilai sejumlah pihak telah cacat prosedur. Ada proteksi kredit agar jika terjadi kematian sebelum lunas tidak membebani ahli waris. Terbukti persoalan kredit Koperasi Pegawai Adabiah dari Bank Nagari, salah seorang peminjam meninggal dunia sebelum kredit tersebut lunas.
Syafrizal bekas Pimpinan Bank Nagari Cabang Siteba pada tahun 2020 yang meloloskan kredit saat dikonfirmasi mengatakan bahwa proses kredit sudah memenuhi SOP. Namun Syafrizal yang kerap disapa Ajo itu meminta untuk melakukan koordinasi dengan Cabang Siteba saja. “Administrasi ada disana semua. Yang meminjam bukan perorangan tapi koperasi, lalu koperasi meminjamkan ke anggota,” tulis Ajo kepada Indonesia Raya dalam percakapan WA, pekan lalu.
Akan tetapi saat Indonesia Raya mengatakan bahwa Bank Nagari Cabang Siteba tidak mau memberikan konfirmasi, Ajo tidak lagi membalas pesan WA kendati pesan tersebut telah ia baca.
Perlu digarisbawahi pernyataan Ajo bahwa yang meminjam adalah koperasi bukan perorangan. Namun, didalam surat pernyataan yang ditulis oleh Ketua Koperasi Depi Barnas, jelas menyatakan bahwa “tidak bersedia mengasuransikan semua anggota koperasi yang menerima pinjaman” secara logika sederhana yang meminjam adalah anggota, bukan koperasi, ungkap alumni Adabiah tersebut mengomentari.
“Dan semua terbukti, total 1,4 miliar pinjaman itu masing-masing 150 juta per kepala yang mendapatkan pinjaman. Lalu uang itu diserahkan ke bendahara YSO Adabiah Moulina Mukhlis alias Mona yang sudah bertahun-tahun menjadi bendahara, ini pun menyalahi aturan, lalu aliran uang kredit tadi tentu dipakai oleh yayasan untuk pembayar gaji,” ungkap alumni yang menjadi narasumber Indonesia Raya beberapa waktu lalu.
Patut diduga, menurut sumber Indonesia Raya, dana pinjaman yang telah dicairkan oleh Bank Nagari ada juga yang diselewengkan. Sebab setelah uang pinjaman cair dari Bank Nagari, murid-murid di Adabiah sudah kembali melakukan pembayaran uang sekolah. “Secara logika sederhana, berarti ada uang masuk lagi ke kas yayasan sehingga seharusnya dalam pola mengatur keuangan, pinjaman langsung dibayarkan atau dikembalikan dengan restrukturisasi utang. Sehingga tidak terbeban lebih banyak, apalagi ada anggota yang meminjam meninggal dunia,” ungkapnya.
Dengan adanya peminjam yang meninggal dunia saat kredit belum lunas, apalagi ada surat pernyataan menolak di asuransikan menyebabkan cacat prosedur Bank Nagari saat itu. “Hampir semua prosedur Bank mengharuskan asuransi, tapi Bank Nagari cabang Siteba cukup berani mengambil resiko, terutama pimpinannya saat itu Syafrizal Ajo ini, gagal kredit bagaimana? Analis kreditnya terlalu bodoh saya kira atau ada tekanan dari pihak lain? Tentu Ajo yang harus jujur menjawabnya,” ungkap sumber.
Asuransi kredit memberikan perlindungan dan menjamin tertanggung selaku penerima kredit/debitur apabila meninggal dunia karena kecelakaan, sakit (alami), cacat karena kecelakaan, terkena PHK, atau mengalami kejadian lain yang diatur dalam polis asuransi, sehingga tidak dapat melanjutkan kewajibannya melunasi pinjaman kepada Bank atau Pemberi kredit (kreditur).
“Oleh sebab itu jika memungkinkan ambil proteksi kredit agar jika terjadi kematian sebelum lunas tidak membebani ahli waris,” kata Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan Aman Santosa dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.
Sementara itu, mantan Kadis Koperasi Provinsi Sumbar Zirma Yusri kepada Indonesia Raya menjelaskan koperasi meminjam ke Bank diperbolehkan. Namun yang jadi pertanyaan adalah kenapa koperasi tersebut meminjam ke bank mengatasnamakan beberapa anggota, rasanya tidak ada prosedur tersebut di Bank.
“Yang memungkinkan adalah koperasi meminta pinjaman ke Bank untuk kebutuhan penambahan modal namun jika menggunakan hanya beberapa anggota saja, tentu anggota yang lain akan protes,” ujar Zirma Yusri yang saat ini aktif berkegiatan di Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sumatera Barat.
Untuk saat ini, kata Zirma, tidak ada pinjaman yang tidak diasuransikan. Secara tidak langsung, ungkap Zirma, bank itu lalai, bisa dilaporkan ke atasannya dan pimpinannya.
“Tidak akan mungkin jika pinjaman tidak diasuransikan, jika nanti terjadi sesuatu hal yang diluar dugaan. Mau gimana? Cicilan berjalan, tapi si peminjam tidak sanggup bayar, kredit macet. Resiko Bank lebih besar sebenarnya, tapi malah bank itu tidak mau mengasuransikan, salah besar sipemberi kredit,” ungkap Zirma yang menyarankan untuk menuntut Bank secara hukum lalu menuntut Koperasi secara tanggung renteng.
Akan tetapi saat persoalan ini dikonfirmasikan melalui telefon seluler Ketua Koperasi Pegawai Adabiah saat itu Depi Barnas selaku ketua dan yang menandatangani surat pernyataan tidak memberikan keterangan apapun. (THR)