EkspresNews.com – Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) Women Parliamentarian Meeting atau Pertemuan Perempuan Parlemen Asia Pasifik mengapresiasi Indonesia yang menempatkan banyak perempuan di posisi penting dalam pengambilan kebijakan. Indonesia dinilai memiliki komitmen yang tinggi terhadap kesetaraan gender di semua tingkatan, baik dalam parlemen maupun eksekutif. Demikian mengemuka dalam APPF Women Parliamentarian Meeting, yang merupakan rangkaian Sidang Tahunan Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-25 di Nadi, Fiji, 15-19 Januari 2017. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon (F-Gerindra).
Indonesia melalui delegasinya, dalam rilis yang diterima Parlementaria, Senin (16/1/2017), sejak awal memang sangat gigih dalam mengajak untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dan menyerukan agar menduduki posisi penting sebagai pengambil kebijakan di negaranya masing-masing. Bahkan, delegasi Indonesia yang juga Ketua BKSAP DPR Nurhayati Ali Assegaf didaulat sebagai co-chair APPF Women Parliamentarian Meeting, sementara Ketua Parlemen Fuji sebagai tuan rumah penyelenggara, disepakati yang menjadi chair.
“Ini menunjukkan demokrasi di Indonesia sudah maju. Jadi artinya keterlibatan perempuan di Indonesia mereka juga apresiasi karena peran perempuan Indonesia di forum ini,” ujar Nurhayati di Fiji, Minggu (15/01/2017) waktu setempat.
Nurhayati juga mengisahkan, delegasi Indonesia merupakan salah satu inisiator dari acara tersebut. Sebelumnya, dalam APPF ke-23 2015 di Ekuador, delegasi Parlemen Indonesia mengusulkan pentingnya pertemuan perempuan parlemen. Hal itu akhirnya pertama kali terlaksana di APPF ke-24 di Kanada 2016 meski belum masuk dalam agenda di dalam statuta APPF. Nurhayati pun dengan lantang menyuarakan pertemuan parlemen perempuan Asia Pasifik bisa masuk dalam agenda resmi APPF.
“Indonesia juga memasukkan draf resolusi tentang keterlibatan perempuan di semua level pengambil kebijakan. Kemudian juga mengusahakan supaya woman meeting ini menjadi bagian dari agenda pertemuan APPF selanjutnya atau masuk agenda resmi rangkaian APPF,” ujar politisi F-PD itu.
Dilihat dari segi parlemen, masing-masing, perwakilan perempuan di parlemen, di Asia Pasifik masih berada di bawah 19,2 persen. Sementara perwakilan perempuan di Pasifik lebih rendah, yakni 16,4 persen. Atau dengan kata lain, tertinggal di bawah representasi yang diinginkan, yaitu 30 persen. Menurut Nurhayati, dibutuhkan langkah-langkah luar biasa untuk mengatasi masalah ini. Karena itu, Indonesia meyakini bahwa peran kepemimpinan dan perwakilan perempuan dibutuhkan di tingkat parlemen.
“Partisipasi perempuan di parlemen sangat penting dalam rangka memperjuangkan hak-hak dasar kesetaraan, keadilan sosial, hak asasi, perihal pelecehan, dan demokrasi,” tegas politisi asal dapil Jawa Timur itu.
Dalam kesempatan yang sama, delegasi Indonesia yang juga Anggota BKSAP Desy Ratnasari menambahkan, Indonesia juga telah memberikan kesempatan yang luas kepada kaum perempuan. Hal ini akan memberika ruang yang luas kepada kaum perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Politisi F-PAN itu menambahkan, Parlemen Indonesia juga telah mengalokasikan peningkatan anggaran kepada pemerintah untuk menjalankan program peningkatan kemampuan dan capacity building serta berbagai pelatihan. Di dalam parlemen Indonesia peran perempuan semakin besar bahkan bisa menduduki pimpinan dalam komisi-komisi maupun alat kelengkapan dewan.
Sidang tahunan APPF tahun ini dibuka secara resmi oleh ketua parlemen dari tuan rumah Fiji, Jiko Luveni pada Senin (16/01/2016) waktu setempat, dan mengangkat tema “Kerja Sama Parlemen untuk Perdamaian dan Keamanan”. Beberapa delegasi Indonesia yang ikut dalam Forum Parlemen Asia Pasifik di antaranya Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf (F-PD), Anggota BKSAP DPR diantaranya Yoseph Umar Hadi (F-PDI Perjuangan), Dwi Aroem Hadiatie (F-PG), Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo (F-Gerindra), Sartono Hutomo (F-PD), dan Desy Ratnasari (F-PAN). (sf/dpr.go.id)