Hukum  

Catatan LBH Padang 2010 – 2016, Tumpulkah Hukum Terhadap Aparat Pelaku Kekerasan?

EkspresNews.com – Dalam kurun waktu 2010-2016 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mencatat 80 kasus yang melibatkan aparat penegak hukum baik Polisi, TNI, Petugas Lapas, Hakim, Satpol PP sebagai pelaku.

Kasus-kasus tersebut terekam dalam bentuk penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan pengancaman, dengan korban sebanyak 282 orang. Pelaku tertinggi adalah Polisi, TNI, Petugas LP, Satpol PP Sepanjang tahun 2016 LBH Padang mendampingi 6 kasus kekerasan dengan klasifikasi, 3 kasus penyiksaan, 3 kasus penganiayaan, 1 kasus dilakukan oleh TNI, 1 kasus dilakukan oleh Satpol PP, 1 kasus dilakukan oleh sipir penjara (Lapas), dan 3 kasus dilakukan oleh Polisi.

Tentu banyak kasus yang luput dari perhatian LBH Padang, tetapi data tersebut minimal memberikan gambaran tentang potret penegak hukum di Sumatera Barat. Perbuatan-perbuatan oknum aparat penegak hukum jelas menggerogoti rule of law yang tidak dapat  dibenarkan dalam sudut pandang apapun baik hukum maupun moral. “Perbuatan ini menghancurkan kewibawaan penegak hukum dan membuat publik kehilangan rasa percaya bahwa mereka dapat hidup aman dalam perlindungan negara hukum,” tulis LBH Padang dalam relis yang diterima, Rabu (1/2) di Padang.

Cara satu-satunya untuk mengembalikan kewibawaan dan kepercayaan publik yang hilang adalah institusi penegak hukum memastikan bahwa pelaku diperiksa dan diadili dengan proses pembuktian yang tuntas dan menyeluruh melalui proses yang jujur dan adil. Proses yang mampu menyampaikan pesan bahwa “Oknum Aparat Penegak Hukum tidak Kebal Hukum”. Faktanya dari 80 kasus di atas hanya ada 5 kasus yang sampai pada proses pengadilan.

Sebagian besar mengendap kasus-kasus kekerasan terutama penyiksaan mengendap di tingkat Penyelidikan/penyidikan, tidak diperiksa sama sekali atau hanya dikenakan sanksi disiplin. LBH mencatat sejumlah kasus penting dan urgen yang didampingi LBH Padang dalam kategori penyiksaan dan kekerasan yang mengakibatkan kematian pada korban. Pertama kasus Oki dan Andi, Oki dan Andi disiksa oleh Kepolisian Resor Kota Padang pada tahun 2014. Mereka dipaksa mengaku telah melakukan penjambretan, Oki dan Andi sengaja ditembak di bagian kaki hingga akhirnya terpaksa mengakui sangkaan. Andi dan Oki sendiri dijatuhi 12 tahun penjara. Tetapi kasus penyiksaannya sendiri tidak pernah diproses di Polda Sumbar.

Kedua Kasus penyiksaan terhadap Oktavianus tahun 2015 oleh Kepolisian Sektor Bonjol Pasaman. Ia dilaporkan melakukan pencurian seekor kerbau dan meningkal tidak lebih dari 10 jam setelah ditangkap. Diduga Polisi sengaja membiarkan pelapor menyiksa Oktavianus dikantor Kepolisian hingga meninggal. Pemilik kerbau sendiri sudah divonis bersalah tetapi kepolisian tetap tidak disentuh. Ketiga Kasus Defri, yang disiksa di Polsek Nanggalo tahun 2016, ia ditangkap karena jambret Hp, namun dalam pemeriksaan Polisi menyiksa Defri dan memaksa Defri mengaku atas pencurian 20 buah kasus pencurian sepeda motor dan emas senilai 66 juta. Ia dipukuli dan disetrum, saat ini Defri dan rekannya sedang dalam proses persidangan kasus jambret Hp dan Pencurian emas namun kasus penyiksaaan nya sendiri tidak ditindaklanjuti. Padahal di dalam persidangan Rekan Defri sesama Terdakwa terang-terangan menunjuk Polisi pelaku penyiksaan saat pelaku diperiksa sebagai saksi verbalisan.

Allan Wahyudi adalah kekerasan yang mengakibatkan kematian yang diduga dilakukan oleh oknum Polisi Lalu Lintas Resor Sijunjung. Allan diduga meninggal setelah motornya ditendang oleh aparat Kepolisian lalu lintas Resor Sijunjung dalam sebuah razia “illegal”. Kepolisian mengirimkan SP2HP kepada LBH Padang terakhir kali pada tanggal 7 September 2016, yang menyampaikan kendala belum adanya saksi yang melihat kejadian. Pasca SP2HP tersebut LBH Padang menghadirkan saksi-saksi kunci di bawah perlindungan LPSK untuk diperiksa oleh Penyidik.

Namun setelah itu tidak ada perkembangan berarti terhadap kasus Allan Wahyudi. Terbaru adalah kasus penyiksaan terhadap Ridwan di LP Muaro Padang, dilatarbelakangi persoalan hutang piutang Ridwan disiksa di oleh sipir penjara, dipukuli, disetrum hingga dipaksa meminum air kencing napi lainnya.

Belum jelas siapa yang memanfaatkan siapa, apakah Sipir memanfaatkan napi, atau Napi yang memanfaatkan Sipir dalam dugaan praktik bisnis-bisnis di LP yang jelas kekerasan dalam bentuk apapun yang terjadi di dalam otoritas LP pertanggungjawabannya adalah pihak Lapas. LBH mengecam Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan “Rio M Sitorus” yang terus memaksa korban untuk mencabut laporan, mencabut kuasa dan memaksa keluarga untuk membuat surat pernyataan tidak akan menuntut.

LBH Padang melihat macetnya kasus-kasus penyiksaan disumbang karna factor tidak bebas dan independennya penyidik sebagai pintu pertama dalam sistem peradilan pidana. Terdapat Conflict  of interest yang sangat kuat. Hal ini terbaca pola-pola pemeriksaan kasus yang cenderung melindungi pelaku. Pembentukan opini publik di media dengan kecendrungan memanipulasi fakta, menghalang-halangi hak bantuan hukum korban, menghambat proses pelaporan, Visum et Repertum yang tidak tuntas, mengintimidasi pelapor, membujuk rayu pelapor, memainkan Pasal.

Ini jelas bertentangan dengan prinsip fair trial. Padahal Deklarasi Universal HAM telah menekankan pentingnya kelembagaan peradilan yang bebas dan merdeka sebagai prasyarat bagi terpenuhinya hak setiap individu untuk memperoleh hak atas peradilan yang adil dan merdeka.

Bukan saja menyangkut pemeriksaan dalam ruang-ruang persidangan tetapi juga meliputi proses-proses yang mendahuluinya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan serta proses pasca pemeriksaan pengadilan. Fair trial merupakan sebuah norma hukum HAM internasional yang dirancang untuk melindungi individu dari pembatasan tidak sah dan sewenang-wenang yang sudah menjadi hukum positif di Indonesia, Konvenan Hak Sipil Politik, Konvensi anti penyiksaan, UU 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah sejumlah norma hukum positif dimana jaminan atas fair trial dapat ditemukan.

LBH Padang bersama keluarga korban Kekerasan Allan Wahyudi, keluarga Korban Penyiksaan Andi dan Oki, Keluarga Korban Defri, Keluarga Korban Ridwan mewakili korban-korban penyiksaan meminta aparat penegak hukum dan lembaga yang berwenang segera memperoses seluruh kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan yang melibatkan aparat penegak hukum khususnya:

  1. Mendesak Kapolda melakukan pengawasan dan memastikan Penyidik Reskrim Umum Polda memproses dan melimpahkan kasus Allan Wahyudi, Kasus Oki dan Andi, Kasus Defri, dan Kasus Ridwan kepada Kejaksaan;
  2. Mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Barat mengambil alih penanganan kasus-kasus penyiksaan yang ditangani di level Poleres dan Polsek tetapi tidak jelas prosesnya terutama Kasus penyiksaan Oktavianus di Polres Bonjol Pasaman, Kasus Riki di Sungai Rumbai;
  3. Mendesak Kepala Kanwil Hukum dan HAM untuk mencopot jabatan Kepala Pengamanan LP “Rio M. Sitorus” dan melakukan pemeriksaan etik terhadap yang bersangkutan
  4. Mendesak Kepala Kanwil Hukum dan HAM memastikan keamanan Muhammad Ridwa, korban penyiksaan LP Muaro Padang baik secara psikis maupu mental.

(LBH Padang)