EkspresNews.com – Atmosfir kongkalingkong dalam pelaksanaan Proyek Jalan Nipah Teluk Bayur yang longsor dan membawa badan jalan turun ke bawah dalam masa pemeliharaan membuat pemberantasan korupsi di bidang infrastruktur bak potret buram yang sulit diterawang ?
Kuat dugaan akibat pekerjaan yang tidak sesuai dengan mekanisme sebagaimana mestinya seperti, saluran yang tidak berfungsi sebagaimana layaknya sehingga debit air tidak terkontrol dan menyebabkan longsor, dan membawa badan jalan ke bawah, material timbunan yang seharusnya sertu terlihat hanya tanah, dan pemadatan yang tidak maksimal, menyebabkan Pekerjaan Peningkatan Pembangunan Jalan Provinsi Teluk Bayur-Nipah yang masih dalam masa pemeliharaan longsor dan membawa badan jalan ke bawah.
Ironisnya, longsor dan turunya badan jalan proyek yang didanai dari pajak rakyat senilai Rp 7,2 miliar tahun 2019 yang dikerjakan oleh PT DHAMOR UTAMA Mei 2019 ini dikerjakan pada bulan Juli dengan menggunakan dana bencana alam. Kuat dugaan ada permainan antara Kabid Bina Marga (BM) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek ini dengan kontraktor pelaksana, agar tidak menjadi tanggung jawab kontraktor maka jalan yang longsor dan membawa badan jalan turun ke bawah ini dikerjakan pada Juli dengan dana bencana alam. Padahal, longsor terjadi di masa pemeliharaan yang berarti pekerjaan masih dalam tanggung jawab kontraktor pelaksana.
Longsor Pekerjkaan Peningkatan Pemb angunan Jalan Provinsi Teluk Bayur-Nipah yang terjadi di masa pemeliharaan tapi pekerjaan dikerjakan melalui dana bencana ala mini mengundang komentar para aktivis dan penggiat anti korupsi yang ada di daerah ini. Umumnya, mereka sangat menyesalkan pekerjaan yang seharusnya masih tanggung jawab kontraktor dikerjakan dengan dana bencana alam. Sebab, di mata mereka, pekerjaan perbaikan akibat longsor ini adalah tanggung jawab kontraktor pelaksana.
Ristapawa Indra PhD, Pemerhati Jasa Konstruksi, mempertanyakan, Proyek Jalan Teluk Bayur-Nipah yang baru saja selesai dikerjakan tapi sudah terban tidak tertutupkemungkinan pengerjaan proyek tidak memenuhi standar sesuai dengan perencanaan. Karena itu, katanya lagi, harus dilakukan kajian konstruksi apakah terbannya jalan ini karena faktor bencana alam atau karena konstruksi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan. “Proses pengerasan badan jalan terindikasi tidak memenuhi aspek tertentu. Di lain sisi, saluran terindikasi tidak berfungsi sehingga debit air tidak terkontrol dan menyebabkan longsor dan diduga kuat air buangan saluran tidak mengalir pada saluran pembuangan,” ujar Ristapawa Indra PhD dalam sebuah perbincangan dengan Indonesia Raya, sambil sarapan pagi di Kawasan Pecinaan Padang, Rabu (9/9).
Sayangnya, Kepala Bidang Bina Marga selaku Kuasa Pengguna Anggaran Pekerjaan Peningkatan Pembangunan Jalan Provinsi Teluk Bayur-Nipah, Dedi Rinaldi, terkesan menghindari konfirmasi yang dilakukan Indonesia Raya. Buktinya, didatangi ke kantor tidak bisa ditemui. Dihubungi lewat telpon seluler tidak memberikan jawaban. Padahal, sudah ada rekomendasi Kadis untuk bertemu Indonesia Raya. Namun, apa nak dikata ? Sang Kabid BM selaku KPA selalu menghindari. Akibatnya, versi Kabid BM selaku KPA proyek carut marut ini tidak bisa dipublikasikan. Dampaknya, publik kehilangan hak mereka (The People Rigth To Know) untuk mengetahui apakah benar proyek ini longsor karena bencana alam atau karena pekerjaan tidak sesuai mekanisme sebagaimana mestinya seperti, saluran tidak berfungsi sehingga debit air tidak terkontrol dan menyebabkan longsor dan membawa badan jalan turun ke bawah. (Harianof)