DPD RI  

BULD DPD RI Bahas Implikasi Ranperda dan Perda Pajak Retribusi di Daerah

JAKARTA, EKSPRESNEWS.COM – BULD DPD RI melihat pentingnya sinergi pusat dan daerah dari aspek perpajakan yang diinisiasi dalam UU HKPD akan diperkuat melalui local taxing power sebagai salah satu pilar penopang kesejahteraan masyarakat.

Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI gelar RDPU membahas implikasi pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah bagi perekonomian daerah.

“Pada masa sidang ini, BULD DPD RI melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas ranperda dan perda mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), kemudian akan kami buat rekomendasi untuk diteruskan kepada presiden guna ditindaklanjuti,” ucap Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow membuka RDPU tersebut, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (25/1/23).

Pada forum RDPU ini, Pakar Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Arvie Johan mengulas tentang gagasan dan beberapa konsep dasar PDRD dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan penyesuaian perda mengenai PDRD dilihat dari beberapa kabupaten. Menurutnya efisiensi alokasi sumber daya nasional mensyaratkan restrukturisasi pajak, sumber-sumber perpajakan baru, penyederhanaan retribusi dan harmonisasi dengan UU Ciptaker.

“Di beberapa daerah yang saya temui mereka sudah menyusun naskah akademik ranperda yang mengatur restribusi pajak tanpa menunggu PP, karena akan lama jika menunggu PP terbit,” jelasnya.

sementara itu, Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Merdiansa Paputungan memaparkan politik hukum dari UU HKPD adalah perlunya optimalisasi desentralisasi fiskal untuk mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi. Ia mencatatkan perlunya kebijakan sinkronisasi fiskal pusat daerah dengan memperhatikan sifat periodik yang melekat pada anggaran negara dan daerah.

“Selain itu, perlunya evaluasi ranperda berjenjang dilakukan secara efektif dan efisien. Pendapat saya perlu adanya pengaturan yang jelas pada level PP untuk menjawab sinkronisasi fiskal antara pusat dan daerah,” tukasnya.

Pada kesempatan ini, Anggota DPD RI asal NTB Lalu Suhaimi Ismy mencermati pajak retribusi dari belanja online sebaiknya masuk ke pusat atau daerah, karena saat fenomena belanja online sangat berkembang dan nilainya sangat besar.

“Bagaimana pengaturan pajak perbelanjaan online ini yang perputarannya sangat besar, pemerintah pusat dan daerah harus bisa mendeteksi ini dan memberikan kontribusi perpajakan yang nyata bagi daerah,” tuturnya.

Selanjutnya, Anggota DPD RI asal Sulawesi Barat Iskandar Muda Baharuddin Lopa menyoroti pajak pertambangan di daerah yang dinilai dapat mempengaruhi kapasitas pemerintah daerah dalam mengambil keputusan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam sektor pajak pertambangan.

“Adanya pembagian kewenangan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam memungut pajak membuat banyak pemerintah daerah gamang dalam mengambil keputusan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan Lily Amelia Salurapa menyoroti kesenjangan pajak retribusi pajak yang dihasilkan daerah yang kaya dan daerah yang minim Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Penerapan UU HKPD agar tidak terjadi kesenjangan yang jauh antara daerah yang kaya pendapatan pajaknya tinggi dibanding daerah yang masih rendah penghasilan pajak dan menghasilkan PAD yang sedikit,” ucap Lily

Sementara itu, Anggota DPD RI NTT Abraham Liyanto mengatakan bahwa retribusi pajak harus mampu untuk menyejahterakan semua pihak. Kita di BULD berusaha mengevaluasi implementasi pajak agar dapat berkontribusi secara seimbang untuk daerah.

“Soal permasalahan pajak di negara kita masih terlalu banyak aturan dan multi tafsir. UU HKPD ini harus bisa memastikan keadilan dan tidak memberikan peluang untuk melakukan kejahatan dan kecurangan,” pungkasnya. (Mas)

 

 

 

This will close in 8 seconds