EkspresNews.com – Fahri Hamzah saat menanggapi operasi tangkap tangan KPK di Pamengkasan pekan lalu kembali menyinggung persoalan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mempertanyakan KPK yang mengurusi proyek infrastruktur dana desa sebesar Rp 100 juta. Padahal, menurut Fahri, KPK dirancang untuk menangani korupsi besar.
“Istilahnya dikasih meriam masuk ke hutan untuk tembak gajah, tapi setiap hari bawa burung perkutut ya ada penangkapan juga, tapi kan mahal ongkosnya, bos,” kata Fahri di Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (6/8/2017).
Menurut Fahri, nilai proyek yang hanya Rp 100 juta tidak sebanding dengan operasional penyidik KPK yang harus bolak-balik melakukan pemantauan dan penyadapan. “Katanya kerugian negara 100 juta tapi penyidik hilir-mudik, tekor negara. Tekor-tekor gini. Lembaganya saya bubarin. Orang tekor kok. Negara enggak boleh bisnis tekor terus. Hitung juga dong duitnya,” ucap dia.
Fahri juga mempertanyakan apakah KPK akan melakukan pengawasan dana desa di 37.000 desa yang ada di seluruh Indonesia. Menurut dia, harusnya KPK membangun sistem supervisi, dengan kepolisian dan juga kejaksaan. KPK juga, kata dia, harus bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dalam menentukan kerugian negara. “Itu sistem negara jangan mau jadi pahlawan tembak sana-sini dan tangkap sana-sini,” ucap Fahri.
Bukan kali ini saja Fahri bicara soal pembubaran KPK. Pada awal Juli 2017 lalu, Fahri juga pernah meminta agar keberadaan KPK serta Komnas HAM dievaluasi. “Coba evaluasi lagi, jangan-jangan lembaga ini memang enggak diperlukan. Mumpung kita ini lagi perlu hemat, bubarin saja. Toh ada fungsinya dalam negara,” kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/7/2017).
Saat masih menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR pada 2011 lalu, usulan serupa juga disampaikan Fahri. Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Pamekasan, Jawa Timur, diduga terkait dana desa. Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya diduga menerima suap Rp 250 juta untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa.
Awalnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta yang menggunakan dana desa. Anggota LSM melaporkan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi, ke Kejaksaan Negeri Pamekasan. Setelah penyelewengan dana desa dilaporkan, Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan proses hukum yang dikutip Kompas.
Agus selaku Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo. Upaya menghentikan perkara tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii. Namun, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif membantah bahwa KPK menangani kasus kecil terkait operasi tangkap tangan di Pamekasan. “KPK dari dulu tidak tertarik dengan proyek yang kecil seperti itu,” ujar Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Menurut Syarif, sebagaimana mandat dalam undang-undang, penindakan yang dilakukan KPK setidaknya melibatkan penyelenggara negara dengan nilai korupsi harus di atas Rp 1 miliar. Namun, menurut Syarif, dalam setiap operasi yang dilakukan, terkadang tidak selalu seperti apa yang diamanatkan. Meski begitu, menurut Syarif, tak jarang kasus dalam skala kecil yang terungkap lebih dulu, membuka peluang KPK untuk menelusuri praktik korupsi yang lebih besar. “Misalnya, pada operasi kali ini yang tertangkap hanya itu. Tapi apakah ada hubungan dengan proyek-proyek lain, itu akan jadi bagian pekerjaan rumah KPK untuk diselesaikan,” kata Syarif. (Reski)