EkspresNews.com – 20 Januari lalu Sumatera Barat dikejutkan dengan kekerasan seksual terhadap seorang perempuan (Inisial RI) di Payakumbuh yang dilakukan oleh 7 (tujuh) orang oknum TNI anggora Denzipur II/PS Payakumbuh. Pasca rekontruksi, diketahui penyidik Denpom Padang menduga pelaku sama sekali tidak melakukan perkosaan namun hanya melakukan pelecehan seksual.
Fakta-fakta yang terungkap selama proses hukum seperti yang tertulis dalam relis yang diterima EkspresNews, Rabu (8/3/2017), kuat dugaan pelaku sengaja membuat korban tidak sadarkan diri dengan cara memaksa dan membujuk rayu korban meminum minuman beralkohol tinggi. Akibatnya korban tidak sadarkan diri. Patut diduga hal ini sengaja dilakukan oleh pelaku untuk menerima hukuman yang ringan atas perbuatan yang dilakukan karena sulitnya pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP khususnya terkait keterangan saksi. Selain itu, terungkap fakta ketika korban dirawat pada RSUD. Adnan WD korban diberikan obat postinur yang biasanya diberikan pada korban perkosaan agar mencengah kehamilan di kemudian hari.
Menurut Direktur LBH Padang Era Purnama Sari, urgen untuk memastikan dalam proses hukum yang sedang berjalan pelaku dapat diminta pertanggungjawabannya secara utuh. Secara rasional, LBH Padang menilai beberapa informasi yang sengaja dikaburkan oleh pelaku terkait hal ihwal apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Apakah memang sekedar pelecehan seksual belaka atau malah memang terjadi perkosaan secara bersama-sama terhadap korban? Pertanyaan ini mesti terjawab dalam proses hukum demi keadilan bagi korban. Faktanya luka yang didapatkan korban sangat tidak rasional diterima hanya karena pelecehan seksual saja. Potongan-potongan kejadian ini yang mesti sama-sama dikuak oleh Penyidik Denpom dan Oditurat Militer saat ini.
Jika direfleksikan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terus terjadi setiap tahunnya. Tahun 2016, LBH Padang mencatat sebanyak 23 pengaduan yang ada di LBH Padang. Sebanyak tiga kasus yang dikonsultasikan kekerasan didalam hubungan pernikahan, sebanyak sembilan kasus merupakan kekerasan berujung perceraian, sebanyak empat kasus merupakan kekerasan seksual (perlidungan perempuan), dua kasus melaporkan tentang hak atas pendidikan atas perempuan korban kekerasan, tiga kasus yang dilaporkan terkait perempuan selaku korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga serta dua kasus anak berhadapan dengan hukum (perlindungan anak).
Untuk itu, LBH Padang mendesak Oditurat Militer menggunakan keterangan ahli khususnya dibidang medis (bagian forensik) sebagai petunjuk atas kejelasan peristiwa yang terjadi dengan pertimbangan luka yang diderita korban. Selain itu, dengan momentum Hari Perempuan Sedunia (yang selalu diperingati pada 8 Maret) mestinya semua pihak terlebih Aparat Penegak Hukum mampu menunjukkan komitmennya untuk melindungi hak-hak korban kekerasan seksual secara utuh dengan cara “Bongkar Hingga Tuntas Pelaku Perkosaan”.
(LBH Padang)