EkspresNews.com – Dunia industri halal di Indonesia harus segera melaksanakan co-branding dengan WHITA Jepang. Sebaiknya jangan mengikuti pergulatan politik yang rumit dan tak kunjung selesai di dalam negeri. Co-branding amat mendesak dilakukan agar langkah-langkah taktis dan strategis bisa dibangun bersama dengan Pemerintahan dan juga industri di Jepang.
“Jepang serius telah berniat memasuki ranah halal bisnis guna melancarkan penetrasi perdagangan dan ekonomi luar negeri dengan negara-negara muslim,” Demikian ujar Betha A Djardjis, President of WHITA Indonesia di sela-sela expert team meeting WHITA Indonesia dan perwakilan WHITA Jepang di Jakarta pada Selasa (08/09/2020).
Betha A Djardjis juga menguraikan bahwa mengapa Jepang yang dipilih untuk melancarkan niat go international dari WHITA Indonesia, karena Jepang telah mempunyai trademark tersendiri terutama di Uni Eropa dan dunia internasional berkaitan dengan tradisi menjaga mutu produk, jejaring pemasaran di 200 negara di dunia dan juga konsistensi dalam menjaga ketersediaan supplychain produk.
“Di Jepang industri yang berniat meluaskan penetrasi pasar di negara-negara muslim–terutama industri makanan dan minuman–telah mendukung untuk menerapkan sistem sertifikasi halal pada produk-produknya. Jadi untuk itulah WHITA Indonesia harus segera melaksanakan penyiapan sistem sertifikasi halal yang dibutuhkan, guna menyauti respon positif pihak Jepang,” Lanjut Betha yang pernah menjadi top eksekutif di berbagai grup usaha dalam negeri antara lain Bukaka Group, Komatsu Indonesia dan United Tractors.
Betha juga menjelaskan bahwa yang juga mendesak dibangun adalah aliansi kerjasama ekonomi dengan negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam) untuk memperkuat jejaring halal bisnis terutama halal food dan juga sertifikasi.
“WHITA amat perlu membangun aliansi strategis dengan negara-negara OKI. Hal itu dilakukan selain untuk memperkuat kerjasama ekonomi, juga membuka pasar yang lebih luas bagi produk-produk negara yang telah sepakat untuk membangun jejaring pemasaran bersama halal food, terutama dengan WHITA Jepang,” ujar Betha lagi.
“Ke depan, apabila telah selesai membangun sistem manejemen dan sertifikasi halal dengan WHITA Jepang, WHITA Indonesia juga akan mendorong pembentukan WHITA Singapura, WHITA Malaysia, WHITA Korea Selatan dan WHITA Inggris. Itu dilakukan untuk memperkuat aliansi perdagangan halal dengan negara di Asia Tenggara dan Semenanjung Korea,” tambah Betha.
Apalagi saat ini di tengah pandemi covid-19, dunia tengah membutuhkan asupan makanan terutama yang terjamin dari segi kebersihan dan keamanan. Dunia halal food dipandang cukup menjadi penguat keyakinan akan faktor kebersihan dan keamanan yang dibutuhkan dunia.
Dijelaskan, Indonesia perlu belajar dari sejarah grup bisnis Jepang “Sogoshosa” yang begitu kuat dan berhasil membangun aliansi strategis dengan negara-negara di dunia. Hal itu karena selain mendapatkan backup penuh dari Pemerintah Jepang, mereka juga berhasil menciptakan semacam ketergantungan sistem perdagangan, baik sistem mutu khas Jepang ataupun modal dan manajemen proyek, dari negara-negara pasar produk Jepang.
“Belajar dari kesuksesan Sogoshosha Jepang adalah perlu bagi WHITA. Terlebih Indonesia punya segalanya, mulai dari SDA melimpah, kekayaan kuliner yang beragam, dan juga SDM yang berlebih. Tinggal mendidik SDM Indonesia agar dapat mendukung program WHITA Indonesia,” kata Betha yang juga master of Robotic Program Research, dari Japanese University.
Saat ini WHITA Indonesia bersama organisasi Diaspora Minang Internasional, sukses melaksanakan pengenalan kuliner khas Indonesia yakni Masakan Padang dengan rendangnya, dan membuka restoran Padang bergaya milenial yang berhasil menarik minat masyarakat China dan beberapa negara lain di Asia dan Eropa.
“Oleh karena itu untuk mengejar waktu dan peluang emas yang ada, WHITA Indonesia tengah serius membangun sistem sertifikasi halal food berbasis teknologi Blockchain dan Artifical Intelligence (AI), agar apabila sistem berteknologi tinggi tersebut siap, sudah dapat diterapkan di berbagai negara yang mengadopsi sistem manajemen halal WHITA Indonesia. Teknologi tinggi kita ambil, karena selain cepat, juga dapat menekan biaya terutama pada saat membangun dan mengimplementasikan sistem manajemen halal,” tandas Betha A Djardjis.
Selain persoalan aliansi strategis dan membangun sistem sertifikasi halal dunia, WHITA Indonesia juga telah mengusulkan kepada pemerintah agar Pelabuhan Sabang di Aceh menjadi Kawasan Industri Halal yang perlu dipersiapkan untuk mendukung khazanah bisnis halal di Indonesia.
“Kami sejak 2014 telah mengusulkan agar pelabuhan bebas Sabang, Aceh dijadikan pusat kawasan Industri Halal di Indonesia. Agar WHITA Indonesia kemudian dapat membangun jejaring dengan semua industri yang berminat dengan kemitraan strategis industri halal dan membuka pabrik di Sabang,” sambung Betha lagi.
“Mengapa dipilih Sabang, karena jika terusan Kra di Thailand jadi dibangun oleh kerjasama China-Thailand yang membelah Thailand dan bisa langsung tembus lautan Hindia Utara di atas Aceh, maka semua armada kapal besar dunia tidak perlu lagi melewati selat Malaka. Tetapi dapat singgah ke Pelabuhan Sabang. Apalagi laut Sabang adalah laut dalam yang bisa dilewati kapal-kapal barang bertonase raksasa di dunia,” Pungkas Betha A Djardjis mengakhiri perbincangan. (Rel)