Bekas Dirut PT Garuda Indonesia Keberatan Didakwa soal Korupsi Pengadaan Pesawat

Kuasa hukum Emirsyah Satar, Monang Sagala. IST

JAKARTA, EKSPRESNEWS.COM – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar keberatan atas dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung). Di mana, Emirsyah didakwa oleh Kejagung telah melakukan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada maskapai PT Garuda Indonesia.

Demikian disampaikan Koordinator tim penasihat hukum Emirsyah Satar, Monang Sagala. Monang menyebut dakwaan Kejagung terhadap Emirsyah Satar melanggar asas nebis in idem atau asas hukum yang melarang terdakwa didakwa lebih dari satu kali atas satu perbuatan.

“Dakwaan a quo melanggar asas nebis in idem karena peristiwa dan rangkaian perbuatan material dalam dakwaan a quo adalah sama dengan peristiwa dan rangkaian perbuatan material dalam perkara terdakwa yang pertama,” kata Monang melalui keterangan resminya, dikutip Senin (23/10/2023).

Monang berpandangan, rangkaian peristiwa perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung tak berbeda dengan yang pernah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Untuk diketahui, Emirsyah Satar dijerat oleh KPK berkaitan dengan kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. Dalam kasus itu, Emirsyah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan.

Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan oleh Hakim Pengadilan Tipikor yakni kewajiban untuk membayar uang pengganti senilai 2.117.315 dollar Singapura subsider dua tahun kurungan penjara.

Atas dasar itulah, Monang mewakili Emirsyah Satay keberatan dengan dakwaan tim jaksa Kejagung. Ia juga menyebut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dakwaan telah dibuat secara melawan hukum dan menyesatkan.

“Karena bertentangan dengan Laporan Tahunan PT. Garuda Indonesia. Sengaja dibuat untuk ‘meng-kambing hitam-kan’. BPKP sengaja mengesampingkan fakta bahwa peristiwa pengadaan pesawat Bombardier (CRJ 1.000) dan ATR 72-600 terjadi untuk mewujudkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025,” bebernya.

Sebelumnya, Jaksa Kejagung mendakwa Emirsyah Satar telah melakukan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang merugikan uang negara hingga lebih dari 609 juta dolar Amerika atau setara Rp9,3 triliun.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504,” ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 18 September 2023.

Jaksa menyebut, Emirsyah Satar telah menyalahi hukum karena sudah tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia ke Soetikno Soedarjo. Rencana itu merupakan rahasia perusahaan.

“Terdakwa Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT GA yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedarjo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier,” ucap Jaksa. (Red)