EkspresNews.com – Senin pagi, 4 Mei 1998, Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto dan Menteri Perhubungan Giri Suseno duduk di ruang tunggu Bina Graha. Keduanya siap menghadap Presiden Soeharto untuk menyampaikan berbagai skenario kenaikan harga BBM, tarif listrik, dan tarif angkutan umum.
Tiga hari sebelumnya, di hadapan DPR dia berkeras untuk tidak menaikkan harga BBM mengingat kondisi krisis yang akan sangat memberatkan masyarakat. Tapi Presiden Soeharto rupanya punya pertimbangan lain. Kepada kedua menteri itu dia meminta agar kenaikan harga BBM dari Rp 700 menjadi Rp 1.200 diumumkan siang hari itu juga. Meski terkejut dan bertolak belakang dengan pendapatnya mengingat dampak yang akan dihadapi masyarakat, dia tak bisa berkelit.
“Jujur, saya dan beberapa teman Menteri di sektor ekonomi tidak tahu alasannya. Tapi yang pasti penaikan harga BBM saat itu bukan menggunakan formula yang umum dipakai oleh Kementerian saya,” ucap Kuntoro mengenang situasi kala itu kepada CNNIndonesia, 21/05/2015.
Keputusan itu disambut masyarakat dan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di tanah air dengan marah. Mereka berunjuk rasa, bentrokan dengan aparat tak terhindarkan. Guna meredam situasi, Soeharto meminta kembali Kuntoro untuk menurunkan harga BBM selang beberapa hari kemudian. Tapi situasi sudah di luar kendali. Penurunan harga tak menurunkan tensi tekanan mahasiswa. Puncaknya, 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden.
Kementerian ESDM mencatat sepanjang Soeharto berkuasa selama 32 tahun, dia telah menaikkan harga BBM 19 kali, dari Rp 2 per liter hingga Rp 1.200 per liter.
Memasuki era reformasi 1998, kondisi perekonomian yang masih labil dan politik yang masih liar membuat tiap-tiap presiden cenderung menjauhi kebijakan tak populer ini. Presiden BJ Habibie termasuk beruntung tak perlu mengambil kebijakan kenaikan BBM karena usia kekuasaan yang singkat, 18 bulan.
Presiden Abdurahman Wahid yang menggantikan Habibie pasca Pemilu 1999 tak bisa berkelit. Dia sempat menunda rencana kenaikan harga pada Maret 2000 karena tekanan public. Tapi pada Oktober 2000, Gus Dur akhirnya menaikkan harga BBM sebesar 12 persen, dan 20 persen pada April 2001. Demonstrasi mahasiswa menyambut kebijakan tersebut.
Di era Megawati Soekarnoputri, harga BBM sempat naik empat kali. Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meski dipilih langsung oleh rakyat, nyatanya juga selalu gamang saat harus menaikkan harga BBM. Selama berkuasa, 2004-2014, dia tercatat tujuh kali menaikkan harga BBM. Pengumuman lazimnya dilakukan oleh menteri terkait.
Tapi terkait penurunan harga menjelang masa kepemimpinannya di periode pertama, Januari 2009, SBY sendiri yang melakukannya. Para pengamat pun mengkritik langkah tersebut sebagai pencitraan semata.
Lain lagi dengan Jokowi. Selang beberapa pekan usai dilantik sebagai Presiden, dia tampil mengumumkan kenaikan harga BBM. “Kalau dulu yang mengumumkan kenaikan BBM itu kalau tidak saya, ya menteri. Kalau sekarang langsung Pak Jokowi seperti yang Anda lihat semalam,” ujar Kalla saat membuka acara Risk and Governance Summit 2014, 18 November 2014.
Hal itu dimungkinkan karena elektabilitas dan popularitas Jokowi masih berada di puncak. Media pun masih mengelu-elukannya sebagai pemimpin yang merakyat. Selain itu, ada jaminan bahwa dana subsidi yang biasa untuk BBM dialihkan untuk membangun infrastruktur.
Untuk BBM yang tak disubsidi, kenaikan harga diserahkan kepada Pertamina sesuai mekanisme pasar. Jokowi membuat Peraturan Nomor 191 Tahun 2014, yang bunyinya,’harga eceran BBM umum ditetapkan oleh badan usaha dan dilaporkan kepada Menteri. Dengan ketentuan tersebut, kenaikan harga BBM non subsidi tidak harus menunggu persetujuan dari DPR.
Tapi ketika 1 Juli kemarin, harga Pertamax naik karena harga minya dunia sejak beberapa waktu lalu sudah lebih dari 70 dolar AS perbarel, ada sebagian masyarakat yang mengkritiknya. “Kenapa diam-diam, kenapa pemerintah tak berani mengumumkannya,” begitu kurang lebih protes mereka. Padahal kenaikan harga Pertamax pada 1 Juli itu merupakan yang empat kalinya sejak 13 Januari, 20 Januari, dan 24 Februari 2018.
Selain itu, sebagai bukti bahwa harga Pertamax fluktuatif mengikuti harga pasar minyak dunia, detik.com mencatat setidaknya bbm yang ini pernah turun 11 kali. Sepuluh diantaranya tentu saja di era Jokowi yang mulai memimpin sejak 20 Oktober 2010. (Rel/ayo/jat)